ZONASULTRA.COM, KENDARI – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pemerhati Rakyat (AMPR) nyaris adu jotos dengan sejumlah pegawai Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (5/3/2018).
Kejadian itu bermula saat puluhan massa mendesak masuk ke dalam gedung kantor Dishut Sultra guna mempertanyakan konflik agraria antara pihak perusahaan PT Sele Raya Agri dengan masyarakat di Napabalano, Kabupaten Muna.
Di mana lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang telah diolah selama 14 tahun oleh petani di Napabalano, diduga akan diserobot oleh pihak perusahaan yang telah mendapat izin penanaman jati nuklir oleh pemerintah.
“Yang menjadi persoalan di sini selain praktik kerja perusahaan yang mengadopsi paham kapitalisme, dalam proses keluarnya izin dari kementerian, kami rasa terindikasi terdapat prosedur yang terlewatkan dalam pembuatan Amdal,” ungkap koordinator lapangan Yusuf Bonte.
Prosedur yang terlewatkan tersebut, lanjutnya, yakni konsultasi publik di mana tidak digunakannya peran masyarakat dalam mengambil keputusan layak dan tidaknya analisis dampak lingkungan (Amdal).
“Kalian (Dishut Sultra) bilang hanya tanda tangan saja, tapi tidak tau kejadian di sana, tidak tahu fakta di lapangan. Bagaimana bisa kalian hanya dibayar untuk tanda tangan,” ujarnya.
Massa pun menuntut pemerintah agar segera melaksanakan reforma agraria sejati. Selain itu, massa juga meminta agar pemerintah mencabut surat izin PT Sele Raya Agri yang terindikasi pemalsuan data.
“Tuntaskan konflik agraria yang terjadi di masyarakat Napabalano karena yang menjadi tumbal dari konflik ini adalah masyarakat kecil dan petani. Tindak lanjut lembaga terkait dalam proses keluarnya surat izin,” terangnya.
“Karena ada indikasi tidak sesuai prosedur perundang-undangan. Wujudkan kedaulatan pangan denga cara perkuat basis produksi ekonomi kerakyatan, menghentikan por pangan dan hentikan koorporasi skala besar,” tutupnya. (B)