ZONASULTRA.ID, WAWONII – Kehadiran perusahaan tambang di Pulau Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) dianggap tidak menyalahi ketentuan peraturan pemerintah. Kehadiran perusahaan tambang di Pulau Kelapa itu, dinilai akan memberikan multiplier effect, baik dari sisi penyerapan tenaga kerja, pendapatan daerah serta pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat di daerah lingkar tambang dan Wawonii secara umum.
Menurut Marlion, secara hukum, kehadiran tambang di Kabupaten Konkep tidak menyalahi peraturan yang berlaku. Sarjana hukum yang sudah mendapatkan Sertifikasi Konsultan dan Pengacara Pertambangan ini mengungkapkan, dalam keputusan Menteri ESDM Nomor 104 tahun 2022, menyebutkan bahwa Pulau Wawonii, termasuk dalam wilayah yang dapat dilakukan kegiatan pertambangan.
Lebih lanjut dia menyebutkan, selain Keputusan Menteri ESDM tersebut, ada juga Peraturan Daerah (Perda) Sulawesi Tenggara (Sultra) yang dengan tegas menyebutkan setiap kabupaten/kota di Sultra boleh dilakukan kegiatan pertambangan.
Bahkan dia menyebut dalam Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2007 juga termaktub bahwa apabila kegiatan pertambangan tidak menimbulkan dampak negatif, berupa kerusakan dan pencemaran atau merugikan masyarakat, maka kegiatan pertambangan dapat dilakukan.
“Jadi, dari sisi regulasi dan peraturan, kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii, dibolehkan. Masyarakat Wawonii secara umum sangat bersyukur atas kehadiran perusahaan tambang di sini. Ada manfaat berlipat yang dirasakan masyarakat dengan kehadiran perusahaan tambang di pulau ini. Banyak tenaga kerja terserap, pertumbuhan ekonomi masyarakat pun akan bergeliat,” ujar Marlion, Senin (30/1/2023).
Sementara itu terkait putusan Mahkamah Agung (MA), menurut dia tidak serta merta kegiatan pertambangan di Wawonii ditutup. Dalam amar putusan MA, tidak menyebutkan bahwa kegiatan pertambangan harus dihentikan atau ditutup.
Dalam putusan tersebut, kata dia, hanya memerintahkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD Kabupaten Konawe Kepulauan untuk melakukan revisi terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Lebih lanjut dia mengatakan, Perda RTRW, bukanlah instrumen atau landasan untuk menghentikan operasional pertambangan. Terlebih lagi, Perda RTRW tersebut sudah sinkron dan harmonis dengan Perda RTRW Provinsi Sultra dan Tata Ruang Nasional. Hal tersebut dibuktikan dengan dikeluarkannya persetujuan substansi dari Kementerian ATR/BPN.
“Izin pertambangan, hanya bisa dihentikan oleh Kementrian ESDM, sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 pasal 119 bahwa izin pertambangan dapat dicabut oleh Menteri apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: pemegang IUP tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, pemegang IUP melakukan tindak pidana, dan pemegang IUP dinyatakan pailit. Kondisi inilah yang menjadi alasan dasar penghentian operasional tambang, dan unsur-unsur ini tidak terjadi di Wawonii,” jelas dia.
Marlion yang juga putra Wawonii itu mengungkapkan, penghentian operasional tambang di Wawonii yang sedang berjalan, akan berdampak sosial yang cukup besar. Ribuan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan tambang, akan kehilangan pekerjaan,
sehingga menimbulkan pengangguran baru. Daerah juga akan terkena dampaknya dengan kehilangan pendapatan karena investasi yang sudah mulai berjalan tidak terjaga dan dipertahankan. Akibatnya, pembangunan berbagai sektor yang diharapkan tidak berjalan.
Marlion yang tinggal di daerah yang berdekatan dengan tambang dan terus memantau kegiatan pertambangan, memberi apresiasi atas kontribusi perusahaan melalui berbagai program Corporate Social Responsibility (CSR). Program-program tersebut, sudah berjalan, dengan sasaran utama masyarakat lingkar tambang juga masyarakat Wawonii secara umum.
Kata dia, perusahaan terlibat dalam program CSR melalui berbagai program pembangunan tower BTS, yang digunakan tidak saja oleh perusahaan dan karyawan, tetapi juga oleh masyarakat umum. Kemudian melakukan kegiatan perbaikan jalan di jalur Gunung Jati yang selalu rusak setiap musim hujan.
Isu pelarangan kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii seiring dengan adanya putusan Mahkamah yang Agung mengabulkan gugatan mengenai pembatalan Perda RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun 2021-2041. RTRW ini membolehkan pertambangan di Konkep.
Putusan gugatan Hak Uji Materiil itu diketok pada 22 Desember 2022. Diperiksa oleh ketua majelis Dr. H. Irfan Fachrudin, S.H., dengan Hakim Anggota masing-masing Dr. H. Yosran, S.H., M.H., H. Is Sudaryono, S.H., M.Hum. dan Panitera Pengganti Dr. Maftuh Effendi, S.H., M.H.
“Kabul Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Pemohon: Abidin, dkk,” demikian bunyi amar putusan MA sebagaimana dikutip Kumparan. (*)
Editor: Muhamad Taslim Dalma