ZONASULTRA.ID, WANGI-WANGI – Gugatan Juardin dalam perkara Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Lentea, Kecamatan Kaledupa Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra) tahun 2020 akhirnya kandas.
Juardin tak dapat melengserkan rival politiknya Hamiruddin (Tergugat II Intervensi) selaku Kepala Desa terpilih. Sebab, gugatannya hanya dikabulkan sebagian. Begitu juga dengan gugatannya terhadap Bupati Wakatobi (Tergugat). Hal itu tertuang dalam amar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari dengan Nomor perkara 42/G/2021/PTUN.KDI.
Dalam petitum gugatannya, Juardin meminta kepada PTUN agar menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Bupati Wakatobi Nomor 425 Tahun 2021, Tentang Pengesahan Pengangkatan Hamiruddin sebagai Kepala Desa Lentea, Kecamatan Kaledupa Selatan, Kabupaten Wakatobi periode 2021-2027 tanggal 22 Juni 2021. Penggugat meminta agar PTUN memerintahkan tergugat untuk mencabut Keputusan Bupati Wakatobi Nomor 425 Tahun 2021.
Selain itu, penggugat juga meminta agar memerintahkan tergugat untuk menetapkan, mengesahkan dan mengangkat Juardin sebagai Kepala Desa Lentea terpilih dan menuangkannya di dalam sebuah Surat Keputusan (SK) Bupati dan menghukum tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.
Kuasa Hukum Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Wakatobi Sarni mengungkapkan proses gugatan tersebut sebenarnya hanya dua pokok permasalahan saja. Yang dipermasalahkan itu adalah tiga orang pemilih yang disinyalir adalah pemilih siluman. Namun dalam proses persidangan tidak bisa dibuktikan bahwa tiga orang tersebut memilih dan mendukung siapa.
“Karena di dalam persidangan masing-masing saksi dari para pihak penggugat dan tergugat intervensi itu masing-masing menyatakan bahwa mereka pendukungnya tergugat intervensi. Tergugat intervensi juga menyatakan bahwa itu adalah pendukungnya penggugat. Jadi tidak bisa dibuktikan, makanya kita tidak tahu sebenarnya tiga orang itu pilih siapa, seperti itu fakta persidangannya,” ungkapnya di Wangiwangi, Minggu (29/1/2023).
Sarni menyampaikan, bahwa permasalahannya lagi adalah, tidak ada tanda tangan ketua panitia tingkat desa pada hasil Pilkades terpilih tahun 2020 di Desa Lentea. Bahkan pada waktu persidangan, ketua panitia tingkat desa justru pergi bersaksi untuk pihak penggugat.
Di dalam petitum/tuntutan penggugat, ujar Sarni, salah satunya poinnya adalah meminta, memohon kepada Majelis Hakim untuk kemudian dia (Juardin) ditetapkan sebagai pemenang Pilkades dan dikuatkan dengan SK Bupati.
Menurut Sarni, di putusan tingkat pertama, itu tidak dikabulkan oleh Hakim. Putusan tersebut bentuknya hanya mengabulkan sebagian. Putusan hakim hanya mencabut SK dan menyatakan batal serta mewajibkan untuk dicabutnya SK Bupati Nomor 425 Tahun 2021, Tentang Pengesahan Pengangkatan Hamirudin sebagai Kepala Desa.
“Jadi itu dinyatakan batal, kemudian mewajibkan tergugat untuk mencabut keputusan Bupati. Kalau permohonannya penggugat itu untuk menetapkan, mengesahkan, dan mengangkat Juardin/penggugat sebagai Kepala Desa Lentea terpilih dan menuangkannya di dalam sebuah SK Bupati Wakatobi itu, tidak dikabulkan,” terangnya.
Dari sisi kacamata hukum, Sarni menjelaskan bahwa pemberhentian kepala desa punya prosedurnya tersendiri. Hal itu diatur dalam pasal 9 Permendagri Nomor 82 Tahun 2015, tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa bagian kedua pemberhentian sementara.
Dijelaskan bahwa kepala desa dapat diberhentikan sementara oleh bupati/wali kota karena tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala desa; melanggar larangan sebagai kepala desa; dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun berdasarkan register perkara di pengadilan; dan ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, teroris, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara. Kecuali yang bersangkutan mengundurkan diri, melakukan perbuatan pidana dengan ancaman di atas lima tahun atau yang bersangkutan meninggal dunia baru kemudian bisa diberhentikan.
“Dalam hal ini berarti hasil tidak gugur, dalam putusan juga tidak ada petitum yang memohonkan untuk memberhentikan Kepala Desa Lentea. Yang ada hanya pencabutan SK, walaupun sudah terbit putusan SK yang bunyinya menyatakan batal. Karena SK pengangkatan kepala desa itu kan SK yang dibuat pejabat tata usaha negara. Selama SK itu tidak dicabut juga oleh pejabat tata usaha negara yang membuat SK tersebut, maka SK itu tetap juga berlaku,” ujarnya.
Lebih lanjut Sarni menjelaskan, bahwa Bupati Wakatobi sudah melaksanakan kewenangannya sesuai dengan undang-undang. Justru salah ketika bukan lagi Hamirudin yang diangkat kembali menjadi kepala desa karena hasil Pilkades Lentea tersebut seri perolehan suaranya.
“Kalau seri kan akan dilihat dari sebaran pemilih terbanyak. Faktanya adalah Hamirudin yang menang di dua tempat pemungutan suara (TPS) besar. Itu tidak bisa disangkal dengan alasan apapun, karena kenyataannya seperti itu. Di dalam persidangan juga saksi dari penggugat maupun saksi dari pihak kami itu memang menyatakan bahwa Hamirudin yang menang di dua TPS,” paparnya.
Sarni juga menuturkan bahwa yang dilakukan Bupati Wakatobi itu sudah tepat. Karena sudah melaksanakan putusan PTUN dengan mencabut SK dan telah sesuai amar putusan PTUN mewajibkan, sehingga kewajibannya sebagai pejabat tata usaha negara sudah dilaksanakan. Menurut dia, adapun Bupati mengangkat Hamirudin sebagai kepala Desa kembali, itu juga sudah kewenangannya sebagai Bupati Wakatobi.
Dasar dari pengangkatan dan pengesahan kembali Hamiruddin sebagai kepala desa adalah diskresi. Hal itu sesuai dan sejalan sebagaimana dalam undang-undang, pengertian diskresi berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
“Nah ketika SK itu sudah dicabut dan sebagai dasar supaya Hamirudin melaksanakan tugasnya sebagai Kepala Desa harus ada SK yang baru. Kita bukan mempermainkan hukum tapi melaksanakan putusan PTUN sesuai dengan undang-undang sesuai dengan norma hukum yang ada. Pandangan saya secara pribadi yang juga sebagai pengacara Pemda dalam kasus ini bahwa tidak ada yang dipermainkan,” pungkasnya. (B)
Kontributor: Nova Ely Surya
Editor: Muhamad Taslim Dalma