ZONASULTRA.COM, BAUBAU – Dengan teliti Muhammad Asidin Hamza (68) menggambarkan kepribadian Bapak Brimob Polri Moehammad Jasin. Matanya sempat berkaca ketika mengisahkan masa kecil pahlawan nasional tersebut. Asidin sangat kagum dengan profesionalisme saudara misannya itu.
Kami menemui Asidin di rumahnya, di bilangan Jalan Murhum, Kelurahan Nganganaumala, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra), Sabtu siang (7/11/2020). Ia bercerita, Jasin bersama dua saudara kandungnya Mardiana dan Napisa sudah dirawat orang tua Asidin sejak ayah dan ibu Jasin meninggal dunia saat usianya masih dini. Ayah Asidin sendiri merupakan saudara kandung ibu Jasin.
Moehammad Jasin lahir lahir di Baubau, pada 9 Juni 1920. Karena pencapaiannya selama pangabdian kepada negara, pada 5 November 2015, Jasin menjadi ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional.
Kata Asidin, saat masih kecil Jasin orangnya biasa-biasa saja. Hobi Bapak Brimob itu adalah memancing ikan. Meski begitu, sejak kecil Jasin sudah dikenal pemberani di kalangan keluarga.
“Kalau yang lain hobinya memancing di Jembatan Banabungi. Biasa-biasa saja,” kata Asidin.
Menurut Asidin, profesionalisme Jasin harus ditaladani oleh para petugas kepolisian. Jasin dapat memisahkan antara dunia kerja dan hubungan emosional kekeluargaan. Jasin menjauhkan diri dari nepotisme.
Lanjutnya, Jasin tidak pernah membicarakan masalah kedinasan ketika berada di tengah-tengah keluarga. Tidak pernah juga ia merekomendasikan keluarganya agar bisa lolos dalam seleksi kepolisian. “Buktinya anak beliau tidak ada yang jadi polisi,” ujarnya.
Bukti lain, terang Asidin, pernah suatu ketika kakak iparnya dari Polres Sulawesi Tenggara yang bertugas di Baubau, Komang Ahyuki, mengikuti Sekolah Calon Perwira Anggakatan Darat (Secapa) di Sukabumi. Sebelum ikut Secapa, Komang mampir meminta restu kepada Jasin yang berda di rumahanya di Kebayoran Lama, Jakarta.
“Jadi dia bilang, saya ini datang di sini mau pergi di Sukabumi ujian Secapa. Jawaban pak Jasin itu tidak terlalu banyak, dia bilang, iya, belajar baik-baik mudah-mudahan kamu lulus. Tidak ada bilang nanti saya bantu. Begitulah dia memang pribadinya. Keluarga itu yang dia mau memang seratus persen itu karena kemampuan diri sendiri,” tuturnya.
Kata Asidin, Komang Ayuki sedianya lulus pada tes Secapa saat itu tapi entah apa yang terjadi, malah disalip orang lain dari Polres Sulawesi Selatan yang diketahui tidak diluluskan saat pengumuman tes. Menurut Asidin, Jasin yang saat itu punya jabatan penting di Polri tidak melakukan intervensi apapun terkait tes Secapa Komang Ayuki.
Moehammad Jasin meninggal dunia pada 3 Mei 2012 saat berumur 91 tahun. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Asidin sendiri terakhir kali berjumpa Jasin di Polres Sulawesi Tenggara. Jasin yang kala itu sedang dinas sengaja memesan Asidin untuk bertemu di Polres karena tidak banyak waktu untuk bertemu di Baubau.
Awal Menjadi Polisi
Moehammad Jasin bersekolah di Mulo, Makassar. Mulo singkatan dari bahasa Belanda Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, merupakan sekolah menengah pertama pada zaman pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.
Kata Asidin, saat itu Jasin sudah menjadi yatim piatu. Ayah dan ibu Asidinlah yang menjadi walinya. Orang tua Asidin sempat kaget saat pertama kali dapat kabar bahwa Jasin telah bergabung dengan kepolisian. Karena sudah tidak bisa mencegahnya, mereka hanya bisa berdoa untuk keselamatan Jasin.
“Tiba-tiba saja kami dapat berita bahwa dia ada di Surabaya berjuang dengan teman-temannya, sekolompok dari Makassar. Kami-kami ini tidak pernah berpikir bahwa beliau itu akan menjadi pahlawan nasional,” ujar Asidin.
Sebagaimana dikutip Tirto.id, dalam buku berjudul Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia (2010: 63), Jasin awalnya enggan masuk polisi. Dia ingin menjadi anggkatan udara, selulus sekolah menengah pada 1941 bermaksud mengikuti pelatihan penerbangan militer Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM) di Bandung. Namun keinginan itu terhalang izin dari orang tua dengan alasan terbang menggunakan pesawat sama saja cari mati.
“Pada dasarnya, saya berkeberatan untuk masuk pendidikan polisi. Namun, Abu Baeda berusaha membujuk saya dengan mengatakan bahwa kader polisi juga amat gagah seragamnya,” ungkap Moehammad Jasin mengenang asal-muasal kariernya di kepolisian yang bermula pada awal dekade 1940-an sebagaimana dikutip dari Tirto.id.
Abu Baeda yang dimaksud adalah kakak ipar Jasin. Untuk mengobati kekecewaan Jasin, kakak iparnya kemudian menghubungi Komisaris Polisi di Makassar dengan harapan bisa diterima sebagai anggota kepolisian. Dari situlah jejak langkah Jasin sebagai polisi bermula. (SF)
Kontributor : Risno Mawandili
Editor : Muhamad Taslim Dalma