ZONASULTRA.COM, KENDARI – Hari ini Senin (27/4/2020) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) genap berusia 56 tahun. Sayangnya di tengah pandemi virus corona perayaan HUT tidak digelar oleh pemerintah. Tahun lalu, rangkaian HUT Sultra ke-55 dipusatkan di Tugu Persatuan Sultra, Kota Kendari dengan pagelaran kegiatan Halo Sultra.
Meski tidak ada perayaan spesial untuk memperingati hari jadi daerah berlambang kepala Anoa ini, redaksi zonasultra.id mengulas singkat sejarah terbentuknya Provinsi Sultra dan deretan kepala daerah yang sudah memimpin wilayah ini hingga diusianya yang ke-56 tahun.
Sejarah Provinsi Sultra
Sultra pada zaman penjajahan hingga terbentuknya Kabupaten Sultra pada tahun 1952 adalah suatu Afdeling, yaitu Afdeling Boeton Laiwoi dengan pusat Pemerintahannya di Bau-Bau. Afdeling Boeton Laiwui tersebut terdiri dari Onder Afdeling Boeton, Onder Afdeling Muna, dan Onder Afdeling Laiwui.
Onder Afdeling Kolaka pada waktu itu berada di bawah Afdeling Luwu (Sulawesi Selatan), kemudian dengan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1952 Sulawesi Tenggara menjadi satu Kabupaten, yaitu Kabupaten Sultra dengan Ibu Kota Bau-Bau.
Kabupaten Sultra tersebut meliputi wilayah-wilayah bekas Onder – Afdeling Boeton Laiwui serta bekas Onder Afdeling Kolaka dan menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara dengan pusat pemerintahannya di Makassar (Ujung Pandang).
Selanjutnya dengan UU nomor 29 Tahun 1959 Kabupaten Sultra dimekarkan menjadi empat Kabupaten Daerah Tingkat II, yaitu: Kabupaten Daerah Tingkat II Buton ibu kotanya Bau-Bau, Kabupaten Daerah Tingkat II Muna ibu kotanya Raha, Kabupaten Daerah Tingkat II Kendari ibu kotanya Kendari, Kabupaten Daerah Tingkat II Kolaka ibu kota Kolaka.
Keempat Daerah Tingkat II tersebut merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara. Betapa sulitnya komunikasi perhubungan pada waktu itu antara Daerah Tingkat II se Sulawesi Selatan Tenggara dengan pusat Pemerintahan Provinsi di Ujung Pandang, sehingga menghambat pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan maupun pelaksanaan tugas pembangunan.
Disamping itu gangguan DI/TII pada saat itu sangat menghambat pelaksanaan tugas-tugas pembangunan utamanya di pedesaan.
Daerah Sultra yang terdiri dari wilayah daratan dan kepulauan yang cukup luas, mengandung berbagai hasil tambang yaitu aspal dan nikel, maupun sejumlah bahan galian lainya.
Demikian pula potensi lahan pertanian cukup potensial untuk dikembangkan. Selain itu terdapat pula berbagai hasil hutan berupa rotan, damar serta berbagai hasil hutan lainnya. Atas pertimbangan ini tokoh-tokoh masyarakat Sultra, membentuk Panitia Penuntut Daerah Otonom Tingkat I Sultra.
Tugas pantia tersebut adalah memperjuangkan pembentukan daerah otonom Sultra pada Pemerintah Pusat di Jakarta. Alhasil atas kerja keras, cita-cita rakyat Sulawesi Tenggara Sultra tercapai dengan keluarnya Perpu No. 2 Tahun 1964, Sultra ditetapkan menjadi Daerah Otonom Tingkat I dengan ibu kotanya di Kendari.
Realisasi pembentukan Daerah Tingkat I Sultra dilakukan pada tanggal 27 April 1964, yaitu pada waktu dilakukannya serah terima wilayah kekuasaan dari Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara, Kolonel Inf.A.A Rifai kepada Pejabat Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sultra, J. Wajong.
Pada saat itu Provinsi Daerah Tingkat I Sultra mulai berdiri sendiri terpisah dari Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan. Oleh karena itu tanggal 27 April 1964 adalah hari lahirnya Provinsi Daerah Tingkat I Sultra yang setiap tahun diperingati.
Daftar Gubernur Provinsi Sultra
Sultra sejak lahir telah beberapa kali mengalami pergantian Gubernur diantaranya:
J. Wayong (1964-1965)
Sejak terbentuk mejadi wilayah otonom sendiri Provinsi Sultra pada tanggal 27 April 1964 berada di bawah kepemimpinan J. Wayong dengan Keputusan Presiden tanggal 18 Februari 1964 Nomor 36 tahun 1964. Beliau merupakan peletak dasar pemerintahan di Bumi Anoa dan masa pemerintahannya berkahir pada tanggal 18 Juli 1965.
La Ode Hadi (1965-1966)
La Ode Hadi menjadi Gubernur yang kedua sebagai Gubernur yang definitif berdasarkan Keputusan Presiden nomor 140 tahun 1965 tanggal 24 Mei 1965 dilantik pada tanggal 28 Juli 1965.
Untuk melancarkan roda pemerintahan yang pada saat itu mengalami kehancuran dan dalam serba kekurangan di semua bidang akibat kekacauan yang diwariskan oleh DI/TII. Wakilnya Jacob Silondae namun tidak berlangsung lama kemudian diganti oleh Konggoasa yang berstatus sebagai Sekwilda.
Masa jabatan La Ode Hadi cukup singkat, pada tanggal 5 Oktober 1966 diberhentikan dari Gubernur. Untuk tidak fakumnya pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan di Provinsi Sultra, pimpinan pemerintahan dilaksanakan oleh suatu “Team Panca Tunggal”. Masa tugasnya dari tanggal 5 Oktober 1966 sampai dengan 20 Oktober 1966.
Edy Sabara (1966-1978)
Brigjen Eddy Sabara ditunjuk sebagai karateker Kepala Daerah Prov. Sultra dengan berdasarkan SK. Mendagri tanggal 14 Oktober 1966 Nomor : Up/dari tahun 1966 yang dilantik tanggal 19 Oktober di Ujung Pandang, pada saat itu didasarkan atas pertimbangan gangguan keamanaan dan ketertiban serta kondisi politik yang tidak menguntungkan dan sangat mengganggu pelaksanaan pemerintahan di Sultra. (lihat memory H.E. Sabara, 1977 : 13 : 14).
Kemudian Brigjen Edy Sabara ditunjuk sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sultra dengan Keputusan Presiden R.I. Nomor 42 tahun 1967 tanggal 1 April 1967. Dan setelah DPR-GR Provinsi Sultra melakukan sidang dan menetapkan Edy Sabara terpilih sebagai Gubernur definitif dengan Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1967 tanggal 24 April 1967.
Pada masa itu, guna melancarkan pemerintahan dan tugas Gubernur diangkat pula Sekretaris Daerah Wilayah (Sekwilda) Prov. Sultra Drs. Wagiono Mangkudipura yang diberhentikan dengan hormat dengan SK. Mendagri No. Pemda/8/2/37-94 tanggal 29 Mei 1967. dan mengakhiri tugasnya tanggal 19 Juni 1967.
Kemudian dengan SK. Mendagri No. Pemda/8/2/37-94 tanggal 29 Mei 1967 Drs. Sangkala Manomang diangkat dan menjalankan tugas sebagai Sekda mulai tanggal 19 Juni 1967 s/d tanggal 3 Desember 1973. Selanjutnya Konggoasa diangkat menjadi Sekwilda lProv. untuk menggantikan Drs. Sangkala Manomang.
Abdullah Silondae (1978-1982)
Jabatan Gubernur Drs. Abdullah Silondae berdasarkan Keputusan Presiden No. PEM/7/18/39 tanggal 19 Juni 1978. pelantikannya dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 1978 oleh Menko Polkam Jenderal M. Pangabean, Sekwilda dijabat oleh H. Konggoasa.
Abdullah Silondae adalah salah satu Tim Konseptor Penyusunan Rancangan Perencanaan Program Pembangunan Daerah Sultra “Pemanfaatan Tanah dan Air” tersebut pada Pelita I dan Pelita II, ditambah dengan Peningkatan Kualitas SDM dengan memperbanyak pembangunan sarana pendidikan mulai dari tingkat SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.
Atas kerja keras dan perjuangannya yang gigih dari Gubernur Abdullah Silondae, maka pada Agustus 1981 oleh Pemerintah Pusat diresmikan berdirinya Universitas Negeri Haluoleo di Kendari dengan Rektor pertama Eddy Agussalim Mokodompit yang terdiri dari 4 fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Ekonomi, Sosial Politik dan Pertanian.
Abdullah Silondae meninggal dunia menjelang akhir tahun 1981, pemerintah pusat mengangkat Mayjen Eddy Sabara/Irjen Depdagri merangkap sebagai Pejabat Gubernur Sultra.
Tugas utama Pj Gubernur Sultra Mayjen Eddy Sabara adalah untuk mempersiapkan dan melaksanakan pemilihan Gubernur Sultra yang definitif, disamping melanjutkan pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di Provinsi Sultra.
Alala (1982-1987 & 1987-1992)
Periode I (1982-1987):
Ir. Alala menjabat sebagai Gubernur Provinsi Sultra setelah dalam sidang DPRD Prov Sultra terpilih, diangkat berdasarkan Keppres RI tahun 1982, dilantik oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Amir Mahmud tanggal 23 September 1982 di Kendari.
Pada masa pemerintahannya Alala menitik beratkan pembangunannya yang mencanangkan pendekatan dan strategi pembangunan wilayah pedesaan yang dinamakan “GERSAMATA” yang meliputi peningkatan produksi pertanian dalam arti masyarakat.
Kemudian penyediaan dan peningkatan prasarana, sarana fisik dan sosial ekonomi, pengembangan dan penerapan teknologi pedesaan, peningkatan kualitas lingkungan hidup dan peningkatan kualitas hidup manusia/masyarakat pedesaan. Dari lima sasaran pokok diatas, fokus utamany adalah sektor pertanian.
Bersama wakilnya Zainal Arifin Sugianto, dan Sekwilda oleh Yahya Malisa, Kemudiakn digantikan oleh La Ute seterusnya La Owu sebagai pelaksana Sekwilda.
Periode II (1987 – 1992):
Ir. Alala sebagai Gubernur Prov. Sultra setelah dalam sidang DPRD Prov. Sultra terpilih kembali untuk masa jabatan kedua kalinya periode 1987 – 1992. Pada periode kedua sasaran pembangunan tetap dititik beratkan pada pendekatan dan strategi pembangunan wilayah pedesaan “GERSAMATA” tahap kedua.
Gersamata yang telah mendapatkan dukungan dan pengakuan dari rakyat Sultra dengan lahirnya Perda No. 6 tahun 1986 bukan saja merupakan Political Will tetapi telah menjadi Political Commitment dan Thema Sentral dalam pelaksanaan pembangunan di Sultra.
Sementara itu Sekwilda dijabat oleh La Owu sebagai pelaksana yang kemudian digantikan oleh Andi Zainul Arifin sebagai Sekwilda Definitif.
Akhirnya Gubernur Alala mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 23 September 1992. Masa jabatannya di perpanjang selama 2 bulan untuk mempersiapkan pencalonan Gubernur hingga terpilihnya Gubernur Prov. Sultra untuk periode 1992-1997.
La Ode Kaimuddin (1992-1997)
Drs. La Ode Kaimuddin terpilih sebagai Gubernur Sultra definitif berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 334/M/1992 tanggal 7 Desember 1992 pelantikan dilaksanakan pada tanggal 23 Desember 1992 di Kendari oleh Mendagri Rudini atas nama Presiden RI.
Gubernur Sultra Drs. La Ode Kaimuddin setelah dilantik menertibkan Aparatur Pemerintahan, khususnya di Kantor Gubernur Provinsi Sultra yang sedikit mengalami kegoncangan dan ketidakpastian.
Pada masa pemerintahannya, sasaran berikutnya Pemuktahiran Data dan Penataan Kota Kendari sebagai ibu kota Provinsi Sultra khususnya penataan sarana jalan dan penataan rumah-rumah penduduk menurut rencana tata kota. Dengan wakil gubernur D. Muhiddin dan Sekwilda Andi Zainul Arifin.
Periode Kedua (1997-2002)
La Ode Kaimuddin terpilih kembali untuk masa bakti 1997-2002, dengan wakilnya Hoesein Effendy dan Sekwilda oleh Yokoyama Sinapoy.
Program Kerja periode kedua yakni Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Melalui Aplikasi Strategi Lima Sehat Empat Sempurna yang dikukuhkan dengan Keputusan DPRD Provinsi Sultra Perda No.13 Tahun 1998 dan Keputusan Gubernur No.21 Tahun 1999.
Pemberdayaan ekonomi kerakyatan adalah upaya membangkitkan kesadaran rakyat untuk mendayagunakan semua potensi yang dimiliki dalam setiap ekonomi produktif untuk kemudian dinikmati secara bersama-sama.
Lima Sehat dimaksud meliputi pengentasan kemiskinan di Sultra, peningkatan, daya serap wilayah, penciptaan, lapangan pekerjaan, peningkatan kualitas SDM, dan peningkatan dan penghayatan dan pengamalan sikap disiplin.
Empat Penyempurna, meliputi, setiap aktivitas aparatur dan rakyat harus menghasilkan nilai tambah, upaya menghasilkan nilai tambah memerlukan terobosan sesuai dengan peraturan yang berlaku, terbosan memerlukan keberanian yang dilandasi oleh sikap profesional dan kredibilitas dan keberanian Keberanian memerlukan tanggung jawab.
Aplikasi strategi lima sehat empat penyempurna adalah penerapan paket kebijakan lima sehat penyempurna pada usaha pemberdayaan ekonomi rakyat.
Ali Mazi (2003-2008)
Dalam pemilihan gubernur November 2002, Ali Mazi mampu mendapat dukungan 24 suara legislatif, yang mengantarkannya menjadi Gubernur Sultra kala itu. Pada 18 Januari 2003, Ali Mazi pertama kali ditetapkan sebagai Gubernur Sultra definitif periode 2003-2008. Ia berhasil memenangkan pertarungan bersama wakilnya Yusran Silondae.
Di masa pemerintahannya Ali Mazi mengedepankan ekonomi rakyat yang dikenal dengan konsep Stelsel Masyarakat Sejahtera (SMS) menuju Sultra Raya 2020. Ada empat pendekatan Sultra Raya 2020 meliputi, pembangunan sebagai proses perubahan kebudayaan dan peradaban, pembangunan berporos kepentingan sosial ekonomi kerakyatan, pembangunan berbasis investasi dan pembangunan birokrasi.
Salah satu karya Ali Mazi saat ini yang menjadi ikon Provinsi Sultra yakni Tugu MTQ Kendari yang dibangun pada tahun 2004 ketika Kota Kendari menjadi tuan rumah MTQ tingkat nasional.
Nur Alam (2008-2013) dan (2013-2018)
Nur Alam pertama kali menjadi Gubenur pada tahun 2008 setelah memenangkan pertarungan Pilgub Sultra bersama wakilnya Saleh Lasata yang diusung dari partai PAN dan PBR dan dilantik Mendagri Mardiyanto 18 Februari 2008. Nur Alam sukses memenangkan perolehan suara berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan KPU Sultra dengan suara sebanyak 421.360 atau 42,78 persen.
Di awal masa kepemimpinannya Nur Alam dan Saleh Lasata menjalan beberapa program melalui terobosan yang telah dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) selama dua periode, 2008–2013 dan 2013–2018.
Periode kedua, Nusa mencetuskan visi ingin mewujudkan Sultra menjadi daerah yang sejahtera, mandiri dan berdaya saing.
Karya pembangunan Nur Alam yakni Masjid Al-Alam atau masjid apung yang berada di Teluk Kendari. Pembangunan masjid itu dilakukan sejak tahun 2010 dan diresmikan penggunaannya tahun 2018. Masjid ini menghabiskan anggaran kurang lebih Rp300 miliar yang bersumber dari APBD.
Selain itu, RSUD Bahteramas salah satu mega proyek di bidang kesehatan adalah yang menghabiskan anggaran sekitar Rp476 miliar, yang bersumber dari APBD Rp30 miliar, APBN Rp20 miliar, pinjaman Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Rp160 miliar.
Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) Rp3,8 miliar serta sumbangan pihak ketiga PT Antam Rp16 miliar dan PT Inco Rp7 miliar dan sejumlah bantuan dana CSR perusahaan lain yang beroperasi di Sultra untuk perampungan pembangunannya hingga 100 persen.
Selama menjabat juga, Nur Alam berhasil memasukan sejumlah proyek strategi nasional di Sultra seperti Bendungan Landongi, Kolaka Timur (Koltim), PLTU Moramo, Jembatan Bahteramas dan Bendungan Pelosika.
Ali Mazi (2018-2023)
Ali Mazi sukses kembali menjabat sebagai Gubernur untuk periode keduanya bersama Lukman Abunawas setelah memenangkan Pilkada serentak 2018 lalu melawan Asrun-Hugua dan Rusda-Sjafei.
Periode keduanya ini Ali Mazi mengusung pembangunan merata kepulauan dan daratan (Garbarata) menuju Sultra EMAS. Ada lima sektor yang menjadi perhatian mereka diantranya pertanian, pendidikan dan kesehatan.
Sebelum Ali Mazi terpilih bersama Lukman Abunawas, Provinsi Sultra berada di bawah kepemimpinan Pj Gubernur Teguh Setyabudi. A (Sumber: diolah dari berbagai Sumber)
Penulis: Ilham Surahmin
Editor: Rosnia