ZONASULTRA.COM, KENDARI – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisit anggaran bukan hanya disebabkan besarnya biaya yang harus ditanggung dari kasus katastropik atau penyakit berbiaya tinggi.
Penyakit katastropik tersebut yaitu jantung, kanker, gagal ginjal, stroke, thalasemia, sirosis hati, leukimia, dan hemofilia.
Kepala BPJS Kesehatan cabang Kendari dr. Dina Diana Permata menjelaskan, yang menyebabkan defisit bukan hanya karena kasus katastropik, tetapi adanya proporsi iuran yang tidak sesuai dengan hitungan aktuaria yang seharusnya.
Dia menyebutkan, untuk peserta dari segmen penerima bantuan iuran, saat ini besaran iuran yang dibayarkan senilai Rp23.000, sementara hitungan aktuaria iuran yang seharusnya Rp36.000.
Peserta mandiri kelas III, iuran dipatok Rp25.500, namun berdasarkan hitungan proposional itu harus Rp53.000. Kemudian peserta kelas II mesti Rp63.000, tetapi saat ini iurannya Rp51.000. Sedangkan untuk peserta kelas I sudah sesuai Rp80.000.
“Masih ada gap antara perhitungan seharusnya dengan iuran yang diterapkan saat ini, maka defisit ini akan terus terjadi,” ujar dr Dina di ruangan kerjanya, Selasa (28/11/2017).
Lantas apakah BPJS Kesehatan akan menaikan iuran? Dina menjawab semua tergantung dari pemerintah dalam merevisi peraturan presiden (Perpres). Apa akan menyesuaikan iuran yang seharusnya atau defisit ini akan tetap ditanggung oleh negara.
Sebab pemerintah sudah berkomitmen belum menaikan iuran karena tidak ingin membebankan masyarakat, khususnya bagi penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta mandiri kelas III.
“Sedang ada rapat khusus untuk menangani permasalahan tersebut,” tambahnya.
Dengan harapan, pelayanan yang dibutuhkan oleh peserta JKN dan pembayaran BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan tetap dapat berjalan dan tidak mengganggu cash flow dari fasilitas kesehatan. Sebab program JKN adalah program negara sehingga harus tetap berjalan bagaimana pun kondisinya. (A)
Reporter: Sitti Nurmalasari
Editor: Jumriati