Tantangan Buruh Migran Asal Konawe

Tantangan Buruh Migran Asal Konawe
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Solidaritas Perempuan (SP) Kendari mencatat Kabupaten Konawe adalah asal buruh migran terbesar untuk wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra). Apa penyebabnya dan bagaimana tantangannya?

Ketua Badan Eksekutif Komunitas SP Kendari, Sarni menjelaskan pendapatan utama masyarakat Konawe adalah bertani, memanfaatkan lahan pertanian untuk menggantungkan hidup sehari-hari. Saat ini bekerja sebagai petani mengalami berbagai hambatan dan tantangan di antaranya mekanisasi pertanian telah mengubah tradisi bertani. Ini menghilangkan pengetahuan dan pengalaman perempuan dalam mengolah lahan, belum lagi melalui mekanisasi pertanian tersebut dibutuhkan tambahan biaya untuk membelian bibit dan pupuk.

Lahan pertanian menjadi tandus dan kering akibat dari kekurangan air. Hal tersebut disebabkan oleh masifnya perkebunan kelapa sawit yang dikatahui rakus air sehingga mengurangi sumber mata air pertanian warga. Perubahan musim yang tidak menentu, sehingga pada saat musim hujan lahan pertanian mengalami banjir, sebaliknya di musim panas mengalami kekeringan.

Berbagai situasi di atas kata Sarni, menempatkan perempuan pada situasi yang terus menerus berfikir keras untuk keberlangsungan masa depan anak, sekolah anak, bagaimana bisa memenuhi kebutuhan keluarganya, bagaimana bisa mencukupi biaya hidup sehari-hari.

“Pada situasi yang lain calo tidak bertanggungjawab dengan berbagai macam cara yaitu iming-iming bekerja keluar negeri dengan gaji tinggi, pemberian uang fee, pengurusan berbagai dokumen yang mudah dan cepat serta segala biaya dan proses pemberangkatan ditanggung,” ujar Sarni, Rabu (22/12/2021).

Hal inilah membuat pekerja buruh migran (PBM) asal Konawe terpaksa mengambil cara dengan bekerja ke luar negeri. Proses bekerja keluar negeri sangat sedikit informasi yang diperoleh, sehingga rentan dan tidak aman dalam setiap proses bermigrasi.

Pada tahun 2021 SP Kendari menerima dua kasus buruh migran. Satu kasus di antaranya berhasil kembali pulang dan berkumpul dengan keluarga, melalui proses yang panjang. Dari kasus yang terjadi tersebut membuktikan bahwa perlindungan terhadap proses migrasi mulai dari pra pemberangkatan di negara tujuan bekerja sampai kepulangan sangat tidak aman.

Masih dalam momentum Hari Buruh Migran Internasional, pada 18 Desember 2021 lalu, SP Kendari dan kelompok PBM Konawe menyuarakan pentingnya perlindungan buruh migran yang masih jauh dari kata aman.

SP Kendari mendesak dicabutnya Kepmenaker Nomor 260 tahun 2015 yang dinilai semakin melahirkan ketidakadilan terhadap PBM. Pemerintah juga harus menyebarkan informasi tentang proses migrasi aman kepada seluruh masyarakat khususnya pada pemerintah daerah sampai ke tingkat desa.

Kelompok PBM Konawe juga mendesak untuk segera menertibkan dan melakukan evaluasi terhadap perusahaan perekrut yang masih melakukan proses perekrutan di tengah situasi Pandemi Covid-19.

“Kami juga mendesak mendesak kepada pemerintah dan aparat hukum untuk memproses hukum terhadap calo yang masih berkeliaran di setiap desa, demi menekan angka kasus-kasus PBM karena tergiur oleh iming-iming dan bujuk rayu oleh calo,” ujar Sarni. (*)


Reporter: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini