ZONASULTRA.COM, KENDARI – Hari ini (Senin, 23 Juli 2018), jaksa dan kantor-kantor kejaksaan di seluruh penjuru negeri menggelar upacara Hari Bhakti Adhyaksa. Di Puncak tertinggi, Kejaksaan Agung, turut mengupacarakannya, jaksa pilihan diberi penghargaan.
Di antara ribuan jaksa negeri ini, ada 3 jaksa yang mendapat penghargaan “Adhyaksa” dari Jaksa Agung Muhammad Prasetyo di Jakarta. Salah satu dari ketiga jaksa itu adalah Tenriawaru, seorang Jaksa perempuan dari Kejaksaan Negeri Kendari (Kejari), Sulawesi Tenggara.
Sekilas Tenriawaru hanyalah seperti ibu-ibu kebanyakan dengan segala tugas pokoknya. Selain bekerja sebagai jaksa yang menangani berbagai perkara korupsi, Tenri juga ternyata aktif di medan relijiusitas hafalan qur’an bagi anak-anak.
Tenri aktif sebagai Ketua pengelola Rumah Tadabbur Al-Quran (RTQ) Kendari. Pembentukan RTQ bermula dari kegiatan di Komunitas Dompet Infaq Kendari untuk membantu Panti Asuhan dan Pondok-pondok pesantran Penghafal Al-Quran di Kota Kendari yang sangat terbatas sarananya.
Dengan niat dan Inisiatif untuk membuat dan mengelola RTQ itu agar dapat memotivasi anak-anak untuk mencintai Al-Quran maka Tenri dan rekan-rekannya kemudian merancang wadah RTQ yang dananya berasal dari kantong sendiri dan gratis bagi peserta didiknya.
Dengan begitu maka diperlukan metode yang lebih mudah dan menarik sehingga anak-anak senang untuk belajar menghapal Al-Quran. Kemudian diketahui ada metode menghafal ayat Al-Quran dengan Kinestetik atau gerakan tubuh yang disesuaikan dengan terjemahan ayatnya. Cara itu di kenal dengan Metode Gerak Kaisa, diambil dari nama Kaisa Aulia Kamal, Juara 3 dan Favorite Hafidz Quran Trans 7 Tahun 2014 lalu.
Metode Gerak Kaisa tidak hanya menghafalkan ayat-ayat Al-Quran saja, melainkan juga memahami terjemahan yang dilakukan dengan menggunakan gerakan , dengan memperhatikan makhrijul huruf dari ayat-ayat Al-Quran. Kata Tenri, Dengan gerakan membuat anak-anak tertarik untuk belajar menghafal dan memudahkan anak-anak mengingat hafalan ayat dalam setiap surah.
“Kami melakukan komunikasi dengan Founder Metode gerak Kaisa yaitu orang tua Kaisa yaitu Laili Lestari dan Ustadz kamaluddin Marsus selaku Pimpinan Ar Rahman Quranic Learning (AQL) Islamic Center cabang Sulawesi Selatan. Kemudian dibuat Cabang AQL di Kendari agar dapat mengajarkan Metode Kaisa melalui Rumah Tadabbur Al-Quran,” ujar Tenri saat bercakap dengan Zonasultra akhir pekan lalu.
Sebagai langkah awal hingga terus melenggangkan langkah sampai saat ini, kegiatan Launcing RTQ di Kendari dilangsungkan pada 29 – 30 Mei 2015 lalu. Hal itulah yang menjadi babak terbentuknya RTQ di Kendari , yang juga meliputi kegiatan Pembelajaran Tahsin membaca Al-Quran, Pengajian Rutin dalam Majelis Ta’lim serta kegiatan Sosial lainnya.
#Tantangan
Konsep Rumah Tadabur itu merupakan sebuah konsep tempat pembelajaran yang menggunakan rumah-rumah keluarga pada hari Sabtu dan Minggu. Berbeda dengan rumah Tahfiz yang mesti ada bangunan tersendiri dengan pengelolah yang fokus.
“Kita rubah konsep itu (Rumah Tahfiz) jadi lebih sederhana. Kita cari orang-orang yang mau rumahnya jadi sarana Rumah Tadabur. Nah banyak yang mau tapi kan ini RTQ ini gratis maka pemilik rumah yang harus tanggung jawab kegiatan itu di rumahnya karena kita hanya mengelolah” tutur Tenri.
Ada 10 tenaga pengajar yang rutin mengajar dalam RTQ tersebut, namun saat ini ada 3 orang yang sedang pendidikan di Bandung. Bila sudah hafal 30 juz Al Quran, 3 pengajar itu akan kembali. Karena saat ini tantangannya RTQ itu kekurangan tenaga pengajar, apalagi tidak mudah untuk mendapatkan tenaga pengajar.
Para peserta didik RTQ rata-rata berusia 6 sampai 12 tahun yang biasanya bisa menghafal dua juzz Al Quran dalam dua tahun pembelajaran. Pembelajaran di mulai dari juzz 30 dan 29. Pada dua juzz itu berisi sebagian berisi surah-surah pendek yang dapat dengan cepat dipelajari oleh anak-anak.
Hingga kini, RTQ itu masih terfokus di Kendari dengan 5 rumah yang dijadikan tempat pembelajaran, di antaranya ada di Perumahan Revalina Kelurahan Andounohu, Perumahan BPN Kelurahan Puuwatu (depan Badan Diklat), di Jalan Syech Yusuf (depan Aneka Jaya Celular), di Jalan Ade Irma (Hombis).
Ada 125 peserta didik di lima tempat itu dengan jadwal yang sudah terbagi, ada setiap Senin, Jumat, Minggu dan ada pula Jumat, Sabtu, dan Minggu. Semuanya berlangsung setiap pekan pada pukul 16.00 sampai 17.00 Wita.
Baik tenaga pengajar maupun peserta didik, semuanya diseleksi dengan alasan untuk mendapatkan tenaga pengajar yang benar-benar memiliki kemampuan dan untuk mendapatkan peserta didik yang memang punya kemauan untuk menghafal Al-Quran.
#Motivasi
Tenri tumbuh dalam didikan muslim yang kuat. Tenri mengaku banyak belajar dari almarhum ayahnya bernama H. Abu Bakar seorang PNS di Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang banyak melakukan kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan.
Selain itu, Tenri juga terpengaruh oleh lingkungan teman-teman angkatannya SMA. Ia menjaga silaturrahmi antar alumni dengan perbuatan amal. Mereka selalu menyisihkan penghasilan bulanan melalui Komunitas Dompet Infak. RTQ itulah yang menjadi salah satu pengembangan dari komunitas tersebut.
“Saya kan fokus di perkara korupsi tapi kadang diberi perkara-perkara pidana umum, biasanya saya menemukan anak-anak yang narkoba, jadi kurirnya, dan ada beberapa kasus pencabulan,” ujar Tenri.
Dengan adanya RTQ diharapkan menjadi wadah tambahan bagi anak-anak untuk belajar selain di sekolah. Tak hanya menyibukkan anak-anak dengan aktivitas bermanfaat namun juga semakin memperdalam pengetahuan tentang Al Quran karena yang diajar bukan hanya hafalan tapi juga terjemahannya. Tenri bahkan turut mengikutkan dua anaknya dalam RTQ tersebut.
Tenri meyakini bahwa mendirikan shalat, membaca Al Quran, dan menginfakan rezki di jalan Allah adalah sesuatu yang tidak akan merugikan. Dalam Al Quran, dijelaskan bahwa 1 kali menginfakkan akan berupah menjadi 10, lalu 10 bertangkai 7, kemudian menjadi 700 kali lipat.
#Diganjar Penghargaan
Berkat aktivitasnya di luar jam kerja itu, Tenri mendapatkan penghargaan “PJI Award” dari Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) pada hari ulang tahun (HUT) PJI 6 Juli 2018 lalu di Jakarta. Prestasi itu dengan penilaian dari berbagai kegiatan sosial.
Selain, Tenri, ada empat jaksa lainnya yang juga mendapatkan penghargaan serupa yakni Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Aceh Riyono, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ketapang (Kalimantan Barat) Joko Yuhono, Kajari Kotawaringin Barat (Kalimantan Tengah) Bambang Dwi M, dan Jaksa Fungsional Kejati Jawa Timur Dessy Rochman.
Tenri mengaku tak menyangka bisa mendapatkan penghargaan itu karena jauh hari sebelumnya sama sekali tidak memikirkan hal-hal seperti itu. Info tentang adanya seleksi penerima penghargaan PJI itu datang beberapa waktu lalu. Tenri yang merasa bia memenuhi yang disyaratkan pun akhirnya ikut.
“Saya sih kegiatan jalan biasa saja karena memang ndak ada maksud tertentu, kebetulan waktu itu dicari kegitannya yang sudah berlangsung setahun. Penilaiannya bukan hanya kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat tapi dilihat juga kinerjanya. Dilihat juga penanganan perkaranya seperti apa bagus atau tidak karena jangan sampai karena kegiatan di luar berakibat buruknya kinerja,” tutur Tenri.
Setelah mengikuti serangkaian penilaian, maka Tenri berhasil masuk 7 besar se-Indonesia dan lalu mengrucut lagi menjadi lima yang menerima penghargaan PJI. Ternyata prosesnya tidak sampai disitu, Lima orang itu kembali diminta presentasi di Jakarta yang dinilai dari pihak Kemenpan-RB, Kejaksaan Agung.
Dari lima orang itu, Tenri berhasil masuk 3 besar. Tiga orang inilah yang menerima penghargaan Adhyaksa Award oleh Jaksa Agung pada Upacara Hari Bhakti Adhyaksa di Kejaksaan Agung pada Hari ini (Senin, 23/7/2018).
#Tentang Tenri
Tendriawatu lahir di Wilayah Pantai Batu Gong (Konawe, Sulawesi Tenggara) pada 18 Desember 1976 silam. Saat ini ia menjabat Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kendari sejak 3 bulan lalu. Sebelumnya ibu dengan dua anak ini menjabat di Satuan Tugas Khusus Percepatan Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (SATGASUS P3TPK) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra).
Ibu dari Chumaira Nayla Siti Adinia (13) dan Muh. Aaron Cesarino (10) ini merupakan Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar pada tahun 2000. Ia berhasil memperoleh gelar Magister Hukum pada Fakultas Hukum Unhas pada 2013 lalu.
Tenri yang merupakan istri Dosen FKIP Universitas Halu Oleo Dr. Saefuddin ini, karirnya sebagai jaksa dimulai Tahun 2002 sebagai Kasubsi Tindak Pidana Ekonomi dan Tindak Pidana Khusus pada Seksi Penuntutan Asisten TP. Khusus Kejati Sultra, lalu pada tahun 2003 menjadi Jaksa Fungdional pada Kejaksaan Negeri Unaaha, tahun 2004 sebagai Jaksa Fungdional pada Kejaksaan Tinggi Sultra, dan seterusnya.
Selama berkiprah di dunia kejaksaan ini, lebih dari 60 kasus korupsi ditanganinya dengan kerugian keuangan negara jutaan hingga miliaran rupiah. Misalnya saat masih di SATGASUS P3TPK Kejati Sultra, ia turut menangani dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) dari lidik, penyidikan, hingga penuntutan.
Kasus-kasus tersebut di antaranya: Penyelewengan Dana Retribusi PSC pada UPTD Bandara Haluoleo Tahun 2013 Kerugian keuangan negara Rp. 2,1 Milyar; Dugaan TPK Pembangungan Kantor Bupati Konawe TA. 2011 Kerugian keuangan negara Rp. 2,3 Milyar; Dugaan TPK Kegiatan Peningkatan Distribusi Penyediaan Air Baku pada Dinas PU Kota Bau-bau TA. 2010 Kerugian keuangan negara Rp. 400 juta; dan lainnya.
Bahkan Tenri juga terjun langsung menangani eksekusi terpidana yang buron. Misalnya Eksekusi Buron Program Tabur 31.1 atas nama terpidana Hj. Haola Mokodompit yang pernah terlibat dalam Perkara TPK Penyimpangan dana Rutin Sekretariat dan DPRD Sultra.
TPK yang dilakukan oleh terpidana Haola yakni selaku Anggota DPRD bersama-sama dengan unsur pimpinan tahun anggaran 2003-2004 dengan kerugian keuangan negara Rp. 16 Milyar. Yang diterima priadi terpidana Rp. 368 juta dan yang terbukti kegiatan perjalanan dinas tahun anggaran 2004.
Tenri memiliki prinsip sesibuk apapun dalam pekerjaan bertumpuk kasus, diri harus tetap bermanfaat bagi lingkungan sekitar, terkhusus untuk anak-anak. Anak-anak adalah masa depan bangsa Indonesia. Ia meyakini perbuatan baik tetap akan berbuah baik. (A)