Tidak Sengaja, Positif Covid-19 Makin Meningkat Saat New Normal

Muliadi Opini
Muliadi

Pertambahan angka positif Covid-19 yang semakin hari kian melonjak jumlahnya belum juga menunjukkan tanda-tanda virus ini akan lenyap dari negeri ini , hal ini menjadi duka mendalam yang entah sampai kapan virus ini (Covid-19) akan pergi meninggalkan tanah ibu pertiwi ini .

Hidup dan beraktivitas di tengah pandemi seperti saat ini memang bukan suatu perkara yang mudah terlebih kita dituntut untuk terus mengikuti himbauan pemerintah dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dalam upaya memutus rantai penyebaran Covid-19 ( Corona Virus Disease 2019 ) , mengingat korban yang berjatuhan akibat virus ganas ini sudah begitu banyak, terkhusus di negeri ini yang sampai hari ini , Minggu (5/7/2020) telah menelan korban meninggal sebanyak 3.089 jiwa , dengan rincian 30.834 jiwa dalam perawatan medis . (Kompas.com) .

Peningkatan jumlah korban positif Covid-19 yang semakin hari kian masif bertambah tentu menjadi duka yang sangat mendalam untuk negeri ini terlebih untuk keluarga para korban yang ditinggalkan akibat virus tersebut (Covid-19) yang sampai saat ini belum juga ditemukan vaksin mujarab untuk dapat membendung kurva pertambahan korban akibat Covid-19 .

Dengan jumlah kasus positif Covid-19 yang semakin hari kian tak terbendung jumlahnya kita tentu bertanya-tanya sampai kapan kita akan terus ‘hidup berdamai dan berdampingan bersama Covid-19’ ?seperti yang dikatakan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu dimana dengan adanya Covid-19 seperti saat ini kita dihimbau untuk tetap dapat hidup berdamai dan juga berdampingan bersama virus . Pernyataan tersebut cukup menggelitik dan terbilang aneh jika kita nalar secara sesaat , namun dibalik pernyataan orang nomor 1 di indonesia tersebut pastilah terdapat makna filosofis yang termaktub didalamnya , karena jika kita mengtaklid buta pernyataan tersebut tentu agak aneh dan juga cukup riskan/berbahaya jika kita harus hidup berdamai bersama virus , syukur kalau virusnya mau hidup berdamai bersama kita , kalau virusnya tidak mau berdamai bagaimana ? ucap mantan Wakil Presiden indonesia periode 2014-2019 , Jusuf Kalla .

Lanjut membahas ihwal New Normal atau Normal Baru seperti di judul tulisan ini yang penulis berikan yaitu “Tidak sengaja , Positif Covid-19 Makin Meningkat Saat New Normal” . New Normal kini menjadi buah bibir dikalangan masyarakat terlebih dikalangan para akademisi , dan juga tentunya mahasiswa , dalam melihat kebijakan New Normal dilihat dari berbagai macam sudut pandang .

Jika kita tela’ah secara lebih eksplisit New Normal/Normal Baru atau dalam hal ini beraktivitas kembali seperti semula sebelum adanya Covid-19 namun dengan cara yang baru dengan mematuhi protokol Covid-19 dengan cara diantaranya yaitu :
-Rajin mencuci tangan
-Menggunakan masker
-Menjaga jarak
-Rajin berolahraga
-Menjauhi kerumunan
-Menjaga pola hidup sehat

Namun, jika kita lihat secara objektif seperti realitas yang terjadi kurva jumlah korban terdampak Covid-19 semakin hari belum juga kian melandai , hal ini memunculkan pertanyaan ” sudah tepatkah langkah yang diambil pemerintah dalam menerapkan kebijakan New Normal disaat kurva positif Covid-19 semakin meningkat ? ” .

Langkah yang diambil pemerintah dalam menerapkan New Normal/Normal Baru disaat pelonjakan angka positif Covid-19 penulis rasa cukup gegabah, bagaimana tidak, jika kita mengacu pada himbauan dari World Health Organization ( WHO ) yang menghimbau agar pelonggaran seperti New Normal dilakukan jika jumlah kasus positif Covid-19 tidak bertambah selama 2 (dua) Minggu barulah pelonggaran seperti New Normal dapat diterapkan , namun apa yang terjadi dengan indonesia ? Disaat kurva pelonjakan korban positif Covid-19 kian meningkat dari hari ke hari malah dengan gegabahnya ingin menormalkan kembali aktifitas seperti sediakala walaupun dengan sedikit catatan harus tetap mengikuti protokol Covid-19 , namun siapa yang dapat menjamin himbauan untuk tetap mematuhi protokol Covid-19 disaat beraktifitas akan terus dilakukan oleh masyarakat ?

Penulis akan memberikan sebuah analogi sederhana : Jika dengan himbauan untuk tetap di rumah saja sudah puluhan ribu jiwa yang terjangkit Covid-19 bagaimana dengan himbauan untuk beraktifitas seperti semula namun sedikit dipoles oleh protokol Covid-19 (New Normal) , apalagi diterapkannya New Normal disaat peningkatan korban positif Covid-19 kian masif terjadi , apa yang akan terjadi ? Sudah menjadi suatu hal yang mutlak bahwa angka pertambahan kasus akibat terjangkit Covid-19 akan kian melonjak jumlahnya .

Jika melihat realitas yang terjadi saat ini di era New Normal aktifitas yang dilakukan masyarakat diberbagai tempat dapat dikatakan acuh tak acuh terhadap himbauan yang diberikan pemerintah, hanya sebagian kecil saja yang mau mematuhi protokol Covid-19 salah satunya dengan menjaga jarak . Peristiwa itu bisa kita saksikan contohnya dipelbagai universitas di indonesia dimana dengan kebijakan New Normal yang ada langsung disambut hangat oleh kalangan mahasiswa dengan maraknya aksi demonstrasi yang dilakukan dengan merujuk pada pelbagai persoalan diantaranya penurunan Uang Kuliah Tunggal (UKT) , yang dimana hal tersebut tentu cukup fundamental mengingat ilmu yang didapatkan dari proses perkuliahan secara online tidak sebanding dengan ilmu yang didapatkan jika dibandingkan face to face secara langsung dengan dosen di ruang kelas , apalagi mengingat dibeberapa daerah yang masih terkendala persoalan jaringan yang sulit menjadi persoalan khusus yang harus dihadapi oleh mahasiswa , pun dengan para dosen .

Namun bukan hanya persoalan diatas yang ada, masih banyak pelbagai permasalahan yang kita temui diantaranya tempat-tempat keramaian mulai kembali dibuka seperti tempat-tempat wisata yang kembali mulai ramai dikunjungi para wisatawan , jika saja Covid-19/virus corona seperti halnya manusia mungkin saja virus corona menangis melihat pelbagai peristiwa yang terjadi di negeri ini .

Keputusan pemerintah dalam mengambil kebijakan New Normal disaat kurva peningkatan positif Covid-19 semakin melonjak membuat para ahli angkat bicara , diantaranya datang dari dewan pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra, menuturkan sikap gegabah pemerintah dengan kembali membuka 9 (sembilan) sektor ekonomi yang dimana kesembilan sektor ekonomi itu adalah :
1. Pertambangan
2. Perminyakan
3. Industri
4. Konstruksi
5. Perkebunan
6. Pertanian dan peternakan
7. Perikanan
8. Logistik
9. Transportasi Barang
Hermawan saputra mengatakan ” inilah risiko pembukaan sektor-sektor tersebut , kita sekarang mengalami kenaikan kasus positif Covid-19 secara konsisten diatas 1.000 perhari , lonjakan itu terjadi diberbagai wilayah seperti
Jawa Timur dan Jawa Tengah yang cukup signifikan “(Bisnis.com) .

Tidak hanya itu , kritikan untuk langkah pemerintah dalam menerapkan New Normal disaat kurva positif Covid-19 belum melandai juga datang dari pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dr. Panji Fortuna Hadisoemarto , ia mengatakan ” pemerintah seharusnya fokus pada menekan angka kasus virus corona dahulu ketimbang berfikir melonggarkan aturan demi ekonomi , kesehatan harus aman dulu baru ekonomi bisa tumbuh . Pedomannya itu harus aman dan produktif , jangan terbalik produktif dulu baru aman “(cnnindonesia.com) .

Langkah pemerintah dalam membuka sektor-sektor ekonomi yang salah satu diantaranya sektor pertambangan kembali menjadi buah bibir dikalangan masyarakat . Keputusan untuk mendatangkan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China untuk bekerja di Provinsi Sulawesi Tenggara , tepatnya di kabupaten Konawe , Kecamatan Morosi , untuk bekerja di PT Obsidian Stainless Steel (OSS) , join operasional dengan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) langsung menuai Pro-Kontra dikalangan masyarakat indonesia terkhusus dari kalangan masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra) yang dimana tindakan mendatangkan TKA asal China tersebut langsung disambut dengan aksi demonstrasi dari kalangan masyarakat Sultra sebagai tanda protes ketidaksetujuan masyarakat dengan keputusan pemerintah untuk mendatangkan TKA asal China tersebut , tindakan demonstrasi yang dilakukan masyarakat tak terlepas dari perasaan yang masih ‘terkikis’ akibat Covid-19 yang meluluhlantakkan perekonomian dengan banyaknya pekerja lokal yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) namun pemerintah dengan perasaan tidak berdosanya mendatangkan TKA asal China untuk datang bekerja di Sultra disaat pandemi Covid-19 semakin masif menjangkit masyarakat . Langkah pemerintah tersebut tentu menjadi pukulan batin bagi masyarakat Sultra apalagi mengingat biang virus tersebut (Covid-19) berasal dari negara asal para TKA yang didatangkan itu .
Keputusan gegabah pemerintah pusat dalam menetapkan New Normal semakin menjadi-jadi dengan bertambah banyaknya kasus positif Covid-19 di negeri ini, terkhusus di Sultra baru-baru ini kembali terdengar santer di media dimana salah satu Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo (UHO) dan 2 (Dua) Mahasiswa dari Fakultas yang sama dinyatakan positif terjangkit Covid-19 , namun hal ini belum diketahui secara pasti apakah mereka (Dosen dan Mahasiswa) terjangkit Covid-19 di kampus ataukah ditempat lain . Menanggapi hal tersebut Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Kendari , dr.Alghazali Amirullah , mengatakan “ Saat ini tiga orang orang positif ini sudah diisolasi atau dikarantina di rumah sakit umum daerah (RSUD) Kota Kendari ” , dr.Alghazali Amirullah menambahkan bahwa “ kita harus lebih berhati-hati dan waspada , karena kalau sudah seperti ini di Kota Kendari transmisi lokal dan sudah sporadis bermunculan dimana-mana . kita tidak tahu lagi dari mana sumbernya, karena protokol kesehatan sudah tidak lagi diindahkan oleh masyarakat ” (inilahsultra.com) . Hal tersebut semakin diperparah dengan peristiwa kemarin pada saat Calon Mahasiswa Baru (CAMABA) yang hendak melakukan Rapid Test yang bertempat di Auditorium Mokodompit Universitas Halu Oleo (UHO) guna untuk menjalani Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) malah dengan amburadulnya berdesak-desakan seperti halnya ingin mengantri Sembako, padahal realitasnya antrian itu ditujukan untuk Rapid Test Covid-19 . Entah ini salah siapa , apakah salah pihak panitia ataukah memang datang dari kelalaian para CAMABA sendiri yang tidak mengikuti instruksi dari pihak panitia penyelenggara SBMPTN .

Dari pelbagai peristiwa yang terjadi kita dapat mengambil konklusi bahwa langkah yang diambil pemerintah dalam menerapkan New Normal disaat pandemi Covid-19 yang terus-menerus meningkat drastis peredarannya hanya akan semakin mempercepat proses penyebaran Covid-19 , dan semakin membuat ‘nyaman’ Covid-19 untuk tetap dan terus bertahan di negeri ini hingga batas waktu yang semakin sulit untuk dapat kita prediksi kapan akan berakhirnya .

Jika kita akan terus-terusan hidup berdampingan dan berdamai dengan Covid-19 seperti yang di instruksikan pemerintah pusat dalam hal ini Presiden, dengan angka korban jiwa meninggal akibat terinfeksi Covid-19 yang semakin hari kian melonjak jumlahnya, apakah pemerintah akan mengatakan keputusan menerapkan New Normal disaat penyebaran virus yang semakin mengganas adalah keputusan yang tidak sengaja ?

Ekonomi masih dapat dikembalikan/dinormalkan ( walaupun cukup sulit mengingat situasi saat ini yang terbilang sangat genting , namun itu masih mungkin dapat terjadi ) , tetapi nyawa tidak akan dapat dikembalikan ( walaupun dengan cara apapun itu ) !

 


Oleh : Muliadi
Penulis adalah Ketua Bidang Kaderisasi dan Organisasi Partai Cinta Negeri DPW SULTRA, Mahasiswa Ilmu Politik UHO, dan Kader HMI Cabang Kendari

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini