ZONASULTRA.COM, LASUSUA – Hasmawati (54), warga Pakue, Kecamatan Pakue Utara, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra) mengadu ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kolut terkait dugaan penyerobotan tanah miliknya. Sebanyak 15 sertifikat terbit di atas tanah miliknya tanpa sepengetahuannya di Desa Patikala, Kecamatan Tolala.
Hasmawati mengaku kecewa setelah mendapat informasi tanah miliknya seluas kurang lebih 10 hektare telah dibagi-bagi untuk lokasi perumahan di wilayah tersebut. Padahal dirinya tidak pernah menjual ataupun menghibahkan tanah miliknya.
Kata dia, sebelumnya tanah tersebut merupakan lahan perkebunan dan bukti kepemilikan ada sejak dirinya tinggal di desa itu pada 1992.
“Saya datang ke BPN karena tanahku di Desa Patikala sudah diserobot orang, parahnya lagi sudah ada sertifikatnya masing-masing luas perumahan, jelas saya tidak terima dan saya meminta dinonaktifkan semua sertifikat yang ada,” kata Hasmawati kepada zonasultra.id, Kamis (24/2/2022).
Mengetahui tanahnya diserobot, ia meminta BPN mengukur ulang dan menonaktifkan sertifikat yang sudah ada. Ia akan mengusut permasalahan tersebut karena kuat dugaan ada pemalsuan saat pengurusan pemberkasan sertifikat tersebut.
“Saya tidak terima. Jelas ada oknum bermain sampai bisa terbit sertifikat,” ujarnya.
Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Kolut, Muhtar Idrus membenarkan adanya aduan tersebut. Sebelumnya sertifikat tersebut merupakan program redistribusi tanah dan legalisasi aset tanah. Salah satu program prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2015-2019 lalu.
Ia menjelaskan, dalam program itu pemerintah desa diminta mengusulkan tanah yang belum memiliki sertifikat. Saat itu, pihaknya sudah mencium ada yang tidak beres pada saat permintaan berkas oleh kepala desa. Berkas kelengkapan sebenarnya sudah ditolak, tapi beberapa bulan muncul perbaikan berkas atas lahan tersebut. Melihat sudah dilengkapi, akhirnya sertifikat tersebut diterbitkan.
“Itu program untuk tanah negara yang telah dikuasai, sebagai persyaratan dibuatkan surat keterangan fisik tapi di situ kepala desa memasukkan data kepemilikan atas nama keluarganya, kami terbitkan sertifikat karena kita tidak tahu pemilik sebenarnya hanya keterangan pemerintah setempat,” bebernya.
Ia menambahkan, pihaknya akan mengukur ulang tanah tersebut kemudian menonaktifkan sertifikat yang ada di tanah itu dan dikembalikan ke pemilik sebenarnya.
“Kalau memang yang punya keberatan, bisa dipidanakan oknum itu dengan pasal penyerobotan,” ujarnya. (b)
Kontributor: Rusman Edogawa
Editor: Jumriati