ZONASULTRA.COM, BAUBAU – Prosesi ‘bubusiana lipu’ yang dipusatkan di Baruga Kaisabu Baru, Selasa (17/10) berlangsung meriah. Tamu undangan yang hadir, mengenakan balutan baju adat dan disuguhkan kuliner tradisional.
Suasana semakin hidup dengan hadirnya artis lawas Tanah Air. Kegiatan tersebut juga dihadiri Ketua DPRD Sultra, Abdurrahman Saleh dan rombongan Pemkot Baubau yang dipimpin Walikota AS Tamrin. AS Tamrin memberikan apresiasi yang besar atas komitmen masyarakat Kaisabu Baru dalam menjaga kelestarian budaya dan kerjasama sejumlah tokoh setempat dan tokoh formal. Hal itu dinilai sebagai bentuk kerukunan dan kebersamaan yang patut dijaga keberadaannya.
“Dengan adanya tradisi bubusiana lipu yang diadakan setiap tahun ini, saya mengajak semuanya untuk pandai-pandai bersyukur atas segala kenikmatan, kemakmuran dan kenyamanan yang diberikan,” kata AS Thamrin.
Melalui memontum itu, walikota berharap masyarakat setempat diberikan kesuburan tanah dalam mengelola lahan, serta dihindari dari musibah dan hama.
Tokoh masyarakat, La Sura menambahkan, bubusiana lipu merupakan ritual doa keberkahan kampung yang modelnya serupa dengan pekande-kandea masyarakat Buton pada umumnya. Prosesi bubusiana lipu dimulai dengan pemukulan gendang sebagai petanda dimulainya prosesi adat ini. Selanjutnya penentuan waktu ditandai dengan arah kepala ayam yang disembelih oleh tokoh adat yang melakukan prosesi acara ini.
“Intinya ritual ini sebagai bentuk kesyukuran atas nikmat dan rezeki masyarakat kampung Kaisabu baru,” ujarnya.
Prosesi Santiago ke Makam Murhum
Di akhir masa jabatannya Walikota dan Wakil Walikota Baubau, dan juga dalam rangka peringatan HUT Kota Baubau ke-476 tahun, Pemerintah Kota Baubau menggelar prosesi santiago. Usai menggelar upacara HUT Kota Baubau ke-476 dan ke-16 tahun sebagai daerah otonom, Walikota Baubau AS. Tamrin dan wakilnya Waode Maasra Manarfa, selanjutnya menuju kawasan Keraton Buton untuk menggelar prosesi ‘santiago’ di makam Sultan Murhum, raja keenam Buton sekaligus Sultan pertama Buton.
Prosesi ‘santiago’ dalam adat budaya Buton dikenal sebagai prosesi ziarah kubur, yang secara simbolik menurut beberapa cerita bertutur dilakukan petinggi daerah, dengan mengambil star di kediaman sultan. Untuk prosesi Santiago ini, walikota mengambil star di Kamali Kara selanjutnya berjalan kaki menuju Baruga Buton selanjutnya ke Makam Sultan Murhum yang arealnya di dalam kawasan keraton.
Kata Santiago ini, tidak ditemukan dalam diksi bahasa Wolio atau bahasa Buton pada umumnya, tetapi literatur yang tertulis dari Kompas.com menyebutkan jika istilah ini dalam sebagai ‘camino de santiago’ yang tertulis dalam buku ‘the pilgrimimage’ karangan Paulo Coelho, yang menceritakan perjalanan ziarah dengan berjalan kaki. Santiago ini sendiri serapan dari bahasa Spanyol.
Kendati demikian, apakah berhubungan dengan prosesi santiago di Buton ini, beberapa tokoh adat tidak berani mengungkap hubungan cerita ini. Selanjutnya, setelah digelar prosesi santiago ini dilakukan acara pekande-kandea yang dipusatkan di Baruga Keraton.
Prosesi santiago berlangsung cukup meriah dengan sejumlah pementasan budaya, seperti tari galangi dan sebagainya. Usai prosesi ini dilanjutkan dengan pekande-kandea di Baruga. Tampak sejumlah media nasional ikut meliput acara ini. (*)