Undang-Undang Pelarangan Ekspor Tambang Direkomendasikan ke Presiden Untuk Direvisi

KUNJUNGAN WANTANAS: Staf Ahli Sekjen Wantanas RI melakukan foto bersama dengan jajaran Pemda Kolaka serta forum SKPD Pemda Kolaka usai menggelar kunjungan kerja di Aula Sasana Praja Pemda Kolaka, Rabu (23/3/2016). (ABDUL SABAN/ZONASULTRA.COM)
KUNJUNGAN WANTANAS: Staf Ahli Sekjen Wantanas RI melakukan foto bersama dengan jajaran Pemda Kolaka serta forum SKPD Pemda Kolaka usai menggelar kunjungan kerja di Aula Sasana Praja Pemda Kolaka, Rabu (23/3/2016). (ABDUL SABAN/ZONASULTRA.COM)
KUNJUNGAN WANTANAS: Staf Ahli Sekjen Wantanas RI melakukan foto bersama dengan jajaran Pemda Kolaka serta forum SKPD Pemda Kolaka usai menggelar kunjungan kerja di Aula Sasana Praja Pemda Kolaka, Rabu (23/3/2016). (ABDUL SABAN/ZONASULTRA.COM)

 

ZONASULTRA.COM, KOLAKA– Staf Ahli Sekretaris Jendral (Sekjen) Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas), Irjen Pol Bambang Hermanu mengungkapkan, pihaknya tengah mengusulkan rekomendasi kepada presiden Indonesia, Joko Widodo untuk memberikan kelonggaran terhadap penjualan material tambang dalam bentuk bahan mentah (raw material).

Pernyataan Bambang Hermanu itu tentu menjadi angin segar bagi pelaku usaha pertambangan di Kabupaten Kolaka.

Bambang hadir bersama dua rekannya, yakni Mayjen Nana Rohana dan Laksamana Muda Daryanto dalam kunjungan kerja Sekjen Wantanas di Kabupaten Kolaka.

“Kami telah mengajukan rekomendasi untuk merevisi Undang-undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba),” jelas Bambang di Aula Sasana Praja Pemda Kolaka, Rabu (23/3/2016).

Menurut mantan Kapolda Kalimantan Barat ini, penerapan Undang-undang yang mulai berlaku 12 Januari 2014 tersebut, mengakibatkan dihentikannya kegiatan produksi di tambang Batu Hijau dan dinilai menimbulkan kerugian ekonomi bagi para karyawan PTNNT, kontraktor, dan para pemangku kepentingan lainnya.

Hal yang sama juga disampaikan Bupati Kolaka, Ahmad Safei. Menurutnya, kebijakan larangan ekspor mineral tersebut tidak didukung dengan kesiapan infrasatruktur di daerah. Akibatnya, hampir semua pengusaha tambang tidak mampu berinvestasi di daerah karena minimnya infrastruktur dan pasokan energi.

“Pengusaha dipaksa untuk bangun smelter, tapi mereka tidak didukung dengan infrastruktur energi listrik yang cukup. Akhinya mereka hengkang,” ujar Safei.

Selain itu, pasca pembèrlakuan permen nomor 7 tahun 2012 tentang larangan ekspor bahan tambang untuk kategori raw material menjadi petaka terhadap tingginya angka pengangguran di Kabupaten Kolaka.

Menurut bupati, larangan penjualan bahan mentah (raw material) tambang nikel telah berimplikasi pada menurunnya jumlah pendapatan asli daerah (PAD), bahkan sampai defisit.

Namun hal berbeda justru disampaikan oleh General Manager PT Antam UBPN Sultra, Dadang Hadi Praptomo yang meniali bahwa sebelum diberlakukan aturan pelarangan ekspor tambang raw material, pihaknya merugi hingga 30 persen karena hampir semua kawasan tambang milik Antam dikelola oleh perusahaan tambang kecil yang mendapat izin dari Bupati Kolaka.

“Sejak ada larangan tentang larangan ekspor raw material, gangguan usaha investasi pertambangan di Kolaka mulai menurun. Karena sudah tidak ada lagi perusahaan kecil yang mengolah wilayah konsensi kami,” jelas Dadang yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Kunjungan Tim Wantannas di Kolaka itu bertujuan untuk mengidentifikasi sejumlah persoalan yang menghambat laju pembangunan nasional. Hasil kunjungan ini akan menjadi bahan kajian untuk diajukan sebagai rekomendasi kepada presiden Jokowi dalam menerapkan kebijakan nasional.

 

Penulis : Abdul Saban
Editor   : Rustam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini