ZONASULTRA.COM, KENDARI – USAID Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK) berkolaborasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Kendari menggelar apel kesiapsiagaan bencana serta simulasi bencana banjir di Kelurahan Lepolepo, Kecamatan Baruga, Senin (29/4/2019).
Kegiatan tersebut untuk memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional (HKBN) yang jatuh pada 26 April 2019.
Wali Kota Kendari Sulkarnain Kadir yang hadir dalam simulasi ini mengajak semua pihak berpartisipasi menanggulangi serta menghadapi kondisi darurat bencana seperti banjir.
“Sangat penting bagi kita, dan khususnya masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana untuk bersiap diri menghadapi kondisi darurat bencana. Dan meningkatkan kesiapsiagaan agar tercipta budaya pengurangan risiko bencana,” ucapnya.
Kepala BPBD Kendari Suhardin mengatakan, pada tahun ini diprediksi terjadi lebih dari 2.500 bencana di seluruh wilayah Indonesia, yang 90 persennya adalah bencana hidrometeorologi (terkait cuaca) seperti banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung.
Di Kelurahan Lepolepo yang terletak di aliran Sungai Wanggu, banjir besar yang biasanya terjadi dalam kurun beberapa tahun sekali kini lebih sering. Hal tersebut turut dipengaruhi perubahan iklim yang menyebabkan fenomena cuaca ekstrem, sehingga musim kemarau dan penghujan semakin intens dan tak menentu.
“Di tahun 2018, bencana yang banyak terjadi di Kota Kendari adalah banjir dan tanah longsor. Sebagai salah satu upaya menanggulanginya, kami berkolaborasi dengan USAID APIK membentuk beberapa kelurahan tangguh bencana, kelompok siaga bencana, memberikan penyuluhan di masyarakat dan beberapa sekolah. Simulasi evakuasi di Lepolepo ini kami lakukan agar masyarakat siap siaga, karena Lepolepo ini langganan banjir,” terangnya.
Manajer Regional Sulawesi Tenggara USAID APIK Buttu Ma’dika menjelaskan, selain simulasi evakuasi mandiri, pihaknya juga telah melakukan pendampingan di Kelurahan Lepo-Lepo untuk menyusun dan menyepakati standard operating procedure (SOP) sebagai acuan apa yang harus dilakukan warga, kampung siaga bencana (KSB) dan pemerintah setempat jika ada tanda-tanda akan terjadi banjir.
“Kami juga menentukan jalur evakuasi dan memasang rambu evakuasi. Untuk menyampaikan informasi peringatan dini banjir, kami juga memasang alat pengukur tinggi air manual di Sungai Wanggu dan Sungai Lepo-Lepo,” katanya.
Dengan alat tersebut, pihaknya berharap masyarakat lebih waspada jika terjadi hujan yang berpotensi menimbulkan banjir. Petugas KSB pun diharapkan dapat mengetahui ketinggian air dan menentukan apakah masuk dalam batas waspada, siaga, atau awas.
“Tiap levelnya akan diikuti dengan peringatan dini kepada warga dalam bentuk sirine dan pengumuman dari pengeras suara masjid. Masyarakat, KSB, dan pemerintah kelurahan lalu merespon peringatan dini yang diterima dengan melakukan tindakan penyelamatan sesuai SOP. Dengan begitu, masyarakat dapat menyelamatkan diri dan harta bendanya dari risiko banjir,” tutupnya.
Di Kota Kendari, 11 kelurahan telah membentuk perwakilan KSB, yakni Kelurahan Mandonga, Labibia, Kampung Salo, Sambuli, Tobuha, Lahundape, Punggaloka, Kemaraya, Baruga, Poasia, dan Lapulu.
Apel kesiapsiagaan bencana ini diikuti sekitar 1.000 orang perwakilan dari organisasi perangkat daerah dan para pemangku kepentingan terkait bencana di Kota Kendari seperti TNI, kepolisian, tim SAR, Palang Merah Indonesia, forum pengurangan risiko bencana, mahasiswa, dan perwakilan KSB dari kelurahan di Kota Kendari.
Sementara simulasi evakuasi banjir di Lepo-Lepo diikuti lebih dari 500 orang yaitu masyarakat, pelajar, dan pemerintah setempat. (b)
Reporter : Randi Ardiansyah
Editor : Jumriati