Wali Kota Baubau Minta Ritual Qunut Tetap Terjaga

Wali Kota Baubau Minta Ritual Qunut Tetap Terjaga
RITUAL QUNUT - Perangkat Mesjid Agung Kraton yang melaksanakan ritual Qunut bertempat di Baruga Kraton Buton. (Foto Istimewa)

Wali Kota Baubau Minta Ritual Qunut Tetap Terjaga RITUAL QUNUT – Perangkat Mesjid Agung Kraton yang melaksanakan ritual Qunut bertempat di Baruga Kraton Buton. (Foto Istimewa)

 

ZONASULTRA.COM, BAUBAU – Buton merupakan salah satu daerah yang memiliki sejarah tersendiri masuknya Islam di tanah Buton. Sejarah kesultanan Buton pada abad ke-16 yang lalu momen dimana Islam mulai masuk ke daerah ini. Prosesi “qunut” adalah bukti jika hingga saat ini keislaman di Buton masih terjaga.

Ritual agama tradisi pada bulan Ramadan hingga saat ini masih terus dipertahankan, salah satunya prosesi “Qunua” yang merupakan simbol manifestasi awal kejadian manusia. Qunut merupakan salah satu ritual yang digelar setiap memasuki 16 ramadan. Puncak acara diwali sejak pukul 00.00 waktu setempat dimana mengandung makna umat islam lebih khusuk di dalam menjalankan ibadah.

H La Ode Zulkifli salah seorang perangkat mesjid Agung Kraton, mengatakan pelaksanaan ritual Qunut diawali dengan melaksanakan salat tarwih sebanyak 20 rakaat. Ritual ini masih terjaga dengan baik dikarenakan di dalamnya banyak terkandung nilai-nilai Islam yang perlu menjadi pedoman bagi umat yang beragama.

Dalam ajaran Islam yang dianut masyarakat Buton, pemahaman rukun puasa tidak terpisahkan dengan sendi-sendi dalam proses kehidupan manusia. Ketika melaksanakan puasa, maka manusia akan merasakan lapar dan dahaga yang merupakan simbol khusus bagaimana seorang ibu yang sedang mengandung yang harus berjuang dengan penuh kesabaran dan pasrah sebagai manifestasi awal dari proses kejadian manusia itu sendiri.

Masyarakat Buton meyakini bahwa pada seseorang yang melaksanakan puasa pada hari pertama hingga hari kesepuluh maka disimbolkan dengan dirinya sementara berada di alam arwah. Hari kesebelas hingga sampai hari kelima belas merupakan simbol bahwa manusia telah memasuki alam Mitsal dan ketika puasa memasuki malam keenam belas maka manusia telah memasuki alam Ajsam.

Di alam Ajsam inilah proses kejadian manusia telah berusia 120 hari dalam kandungan. Saat itulah, Allah SWT memerintahkan malaikat-Nya untuk meniupkan roh kedalam kandungan seorang ibu sebagai persiapan memasuki alam insan atau manusia yang sempurna.

Wali Kota Baubau Minta Ritual Qunut Tetap TerjagaSebagai kelanjutan rangkaian kegiatan prosesi qunua ramadan akan diakhiri dengan pelaksanaan prosesi “Qadhiri” yang akan dilaksanakan pada malam ke dua puluh tujuh Ramadan. Prosesi itu disimbolkan manusia yang berada di alam insan akan menuju kelahiran.  Dengan keyakinan bahwa rahmat Lailatur Qadar akan turun kepada seluruh umat manusia maka melalui satu syawal semua manusia akan mensucikan diri lahir dan batin yaitu kembali pada fitrahnya sebagaimana seorang yang baru dilahirkan oleh ibunya.

Walikota Baubau, AS Tamrin yang menghadiri ritual Qunut ini mengatakan malam qunut merupakan ajang perhimpunan masyarakat untuk bersama meminta rezeki yang halal, dipanjangkan umurnya, dijauhkan dari segala mara bahaya untuk dirinya dan keluarganya.

“Qunua itu merupakan tradisi atau ritual turun temurun yang masih terus kita pertahankan. Ramadan merupakan bulan rahmat, olehnya kita harus khusyu menjalankan untuk mendapatkan rahmat seperti yang dijanjikan Allah SWT karena sejak malam pertama sampai malam kesepuluh di bulan suci ramadan merupakan rahmat, baik itu untuk rahmat bagi diri sendiri, keluarga maupun negeri ini,” kata orang nomor satu di Baubau ini.

Kata dia, sudah merupakan tugas dan tanggung jawab semua umat Islam yang ada tanah Buton untuk selalu menjaga dan melestarikan budaya yang telah diwariskan. Apalagi, prosesi qunua merupakan ajang silaturahmi antara pemuka agama, pemerintah maupun masyarakat.

Dengan demikian, AS Tamrin sangat berharap keberlanjutan ritual qunua maupun ritual lainnya harus tetap dijaga dengan baik. “Untuk masyarakat dapat mengambil hikmah dari semau ini bukan hanya sekeadar beramai- ramai semata atau berleha-leha. Tapi jadikan ritual peninggalan sebagai wadah untuk menciptakan kebersamaan dan kekompakan, karena masyarakat Buton merupakan satu suku yang sama,” tutupnya. (*)