240 Perusahaan Tambang di Sultra Diduga Lakukan Kejahatan Lingkungan

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara (Sultra) Saharuddin
Saharuddin

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara (Sultra) Saharuddin menyebut, dari 243 izin usaha pertambangan (IUP) yang beroperasi di Sultra hanya tiga perusahaan yang melakukan reklamasi kawasan.

Perusahaan itu adalah PT Aneka Tambang (Antam) dan PT Integra Mining Nusantra. Kedua perusahaan itu melakukan eksplorasi tambang nikel. Selain itu, PT Wika Bitumen yang melakukan eksplorasi di sektor tambang aspal.

Walhi memastikan, 240 perusahaan tambang tak melakukan reklamasi, berdasarkan hasil pemantauan yang melibatkan 15 anggota organisasi, dan juga melalui foto citra satelit di Kolaka Utara dan Konawe Utara. Faktanya yang terjadi adalah pembukaan lahan baru.

“Cabut izinnya. Tidak usahlah menunggu masyarakat sipil atau LSM lingkungan, pemerintah bisa melakukan upaya paksa, penutupan semua aktivitas, penyitaan, pemerintah punya kewenangan,” tegas Saharuddin saat ditemui di kantornya, Kamis, (14/2/2019).

Berita Terkait : Diduga Ada Kongkalikong dengan Syahbandar, ESDM Sultra Hentikan Sementara 22 IUP

Udin sapaan Saharuddin mengatakan, kewenangan pemerintah bukan cuma mencabut IUP, tapi semua izin-izinnya bisa dicabut. Bahkan pemerintah tidak perlu lagi menegur, karena teguran itu, tutur Sahar, ketika perusahaan tidak memberikan laporan semester kepada pemerintah terkait pengeloaan lingkungannya.

“Tapi kalau ada pelanggaran dalam aktivitasnya, tidak perlu ditegur lagi, kewenangan pemerintah bisa menghentikan aktivitasnya. Karena kalau terus beroperasi bisa merusak lingkungan hidup,” tambahnya.

Namun, ketika ia melihat pemberitaan di media, katanya, pemerintah berdalih punya peraturan gubernur (Pergub). Sementara aturan itu bisa dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Udin menjelaskan, sebenarnya sebelum melakukan operasi tambang, perusahaan harus membuat blok-blok kawasan yang akan digarap. Setelah melakukan penambangan di blok yang sudah ditentukan dan akan melakukan pengolahan di blok yang baru, perusahaan wajib melakukan reklamasi berupa menimbun kembali tanah yang sudah digali dan melakukan penanaman pohon.

Namun, yang terjadi saat ini berbeda,setelah kawasan diekspolitasi kemudian ditinggalkan tanpa melakukan reklamasi. Sehingga ia memastikan, akan berdampak pada kerusakan lingkungan.

“Makanya ada Andal (Analisis Dampak Lingkungan) untuk mengurangi dampak buruk dari pertambangan. Tambang sudah pasti merusak lingkungan, namun dengan adanya Andal ini, untuk mengendalikan kerusakan lingkungan itu,” cetus Udin.

Lebih lanjut ia menambahkab, hal yang pokok sebenarnya soal bagaimana Amdal ini diawasi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Dinas Kehutanan, Perikanan dan Kelautan, pemerintah kecamatan, desa, dan warga setempat.

Kalau semua ini sudah dilakukan pengawasan, tidak ada namanya ilegal mining. Hal yang diributkan sekarang adalah karena adanya ilegal mining. Menurutnya, jika seandainya perusahaan dan pemerintah transparan untuk mengeluarkan peta blok kawasan, maka semua bisa diawasi agar pemilik IUP taat reklamasi.

“Karena setiap perusahaan punya masa paling lama satu tahun setelah selesai melakukan penambangan, kawasan blok tersebut wajib direklamasi,” tandasnya.

Udin menilai, terlalu banyak negosiasi terkait kebijakan pertambangan di Sultra ini. Dan bisa dibilang, separuh dari perusahaan yang ada itu sudah tidak aktif karena pailit. Padahal pailit itu, melalui keputusan pengadilan.

“Faktanya yang terjadi, banyak perusahaan yang melakukan take over seolah-olah sudah dibeli oleh perusahaan lain sebelum pailit, sehingga terjadi tumpang tindih. Makanya dia (perusahaan) butuh polisi untuk memback up. Di wilayah Konawe Utara termasuk paling banyak perusahaan yang sudah pailit,” tukas Udin.

Untung diketahui, kejahatan lingkungan atau eksploitasi hutan tanpa izin, bisa dijerat dengan undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang lingkungan pasal 103 dengan ancaman pidana penjara satu tahun dan paling lama tiga tahun, dan denda paling sedikit satu miliar atau paling banyak tiga miliar. (a)

 


Kontributor: Fadli Aksar
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini