ZONASULTRA.COM, KENDARI – Yayasan Peduli Negeri (YPN) melakukan survei terhadap masyarakat kota Kendari untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat tentang susu kental manis.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Arif Hidayat mengatakan, survei ini dilakukan karena ada tiga kasus balita gizi buruk ditemukan di Kendari akibat mengkonsumsi susu kental manis. YPN sendiri bermitra dengan YAICI dalam hal pengumpulan data.
Awal Januari 2018 di Kendari, ada tiga balita penderita gizi buruk. Ketiganya dirawat di RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Mereka adalah Arisandi (10 bulan), asal Desa Ulu Pohara, Kecamatan Lahungkumbi, Kabupaten Konawe; kemudian Muhammad Adam Saputra (7 bulan); dan Muharram yang berumur 4 bulan.
(Baca Juga : Konsumsi Susu Kental Manis Setiap Hari Sangat Beresiko, Terutama Bagi Anak-anak)
Arisandi diketahui mengkonsumsi susu kental manis sejak berusia 4 bulan. Setelah beberapa bulan mengkonsumsi susu ini, ia mengalami gejala luka-luka pada kulit dan alergi akibat kekurangan nutrisi.
Meski sudah mendapat pertolongan medis, namun nyawanya tetap tidak tertolong. Arisandi meninggal pada akhir Januari lalu.
Kasus kedua menimpa Muhammad Adam Saputra (7 bulan), warga Kecamatan Mandonga, Kota Kendari. Orang tua Adam merupakan warga kurang mampu, akhirnya tidak dapat membeli susu formula bayi sehingga Adam diberikan susu kental manis yang harganya lebih ekonomis.
“Dampaknya, berat badan Adam semakin hari semakin menurun hingga 4,8 kg dan dirawat di RSUD Bahteramas,” ungkap Arif melalui siaran pers kepada zonasultra, Rabu (21/3/2018).
Kemudian kasus ketiga menimpa Muhammad Muharram (4 bulan), warga Jalan Saosao, Kelurahan Bende, Kecamatan Kadia, Kota Kendari. Ia mengalami gizi buruk karena keterbatasan ekonomi orang tuanya. Sehingga untuk mencukupi kebutuhan gizi sang anak, diberikanlah susu kental manis.
Salah satu Bidan Koordinator Puskesmas Pondidaha, Kabupaten Konawe, Maria Ulfa yang mengawasi kesehatan Arisandi mengatakan, penyebab gizi buruk di daerahnya adalah faktor pengetahuan dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk memberikan asupan makanan bernutrisi untuk keluarga.
“Dalam setiap kesempatan, baik di saat kunjungan ke rumah warga, posyandu dan kelas/ pertemuan ibu hamil, petugas selalu menyampaikan makanan yang boleh dan yang tidak boleh,” ungkap Maria.
Termasuk pihaknya sudah sering kali menyampaikan bahwa susu kaleng tidak baik untuk anak, apalagi bayi dan dapat berdampak terhadap kesehatannya. Namun masih ada saja yang bandel dan memberikan untuk anak.
“Ada tiga keluarga yang saat ini masih mengkonsumsi susu kental manis dan sedang kami dampingi agar perlahan-lahan mereka dapat merubah kebiasaan tersebut,” tukasnya.
Menurut Data WHO 2010, di Indonesia ada sekitar 8,81 juta anak kurang gizi. Provinsi dengan prevalensi gizi buruk tertinggi adalah Nusa Tenggara Barat 48,01%, Sulawesi Barat 45,98% dan Provinsi Sulawesi Tenggara 38,89%.
Arif menambahkan, saat ini pihaknya bersama sejumlah lembaga lain yang peduli dengan persoalan gizi buruk mendesak Kementerian Kesehatan dan BPOM melalui DPR RI untuk memberi perhatian lebih terhadap polemik susu kental manis. Bahwa telah terjadi kesalahpahaman masyarakat dalam memanfaatkan susu kental manis.
“Susu kental manis seharusnya produk yang dipasarkan untuk topping makanan dan bahan pembuat kue. Namun masih banyak masyarakat yang beranggapan kental manis adalah susu dan diberikan untuk anak dan balita. Pemerintah harus tegas dan mengawasi penggunaan produk ini di masyarakat,” jelasnya. (A)