Tradisi Haroa di Kota Sinonggi, Makna Hingga Pengaruh Islam

Tradisi Haroa di Kota Sinonggi, Makna Hingga Pengaruh Islam
TRADISI HAROA - Acara Haroa yang digelar di Muna pada 2014 silam. Seorang mojhi sedang membakar dupa, salah satu tahapan haroa. (Istimewa)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Salah satu momen penting bagi umat Islam adalah awal puasa ramadhan. Bagi muslim dari masyarakat (suku) Muna di manapun berada, hari penting itu begitu istimewa melalui tradisi Haroa.

Tradisi itu masih dipertahankan, realitasnya di Kota Kendari masih dapat dijumpai beberapa tradisi Haroa. Dalam tradisi ini mewajibkan hadirnya sejumlah jenis kuliner tradisional tertentu, olehnya pastilah yang sangat disibukkan 12 jam sebelum Haroa adalah ibu-ibu rumah tangga.

Di Suatu hari hujan nan gelap, hujan turun awet dari pagi hingga petang pada Rabu 16 Mei 2018, kesibukan mempersiapkan haroa tampak di rumah keluarga La Firiki, Kecamatan Mandonga, Kendari. Sejak pagi, sejumlah bahan masak disiapkan, diolah, dan tepat sore jelang magrib disajikan.

Istri La Fariki, Neni menyajikan Haroa dalam daftar menu yang selalu berulang tiap tahun. Menu itu berupa lapa-lapa, ayam kampung parende, telur rebus, pisang goreng, sirkaya, waje, dan cucur. Semua menu tertata rapi dalam nampan lalu ditutupi tudung saji berlapis kain.

“Memang hanya butuh satu hari untuk menyiapkan itu, paling dibantu sama suami dan anak-anak. Yang agak lama itu pembuatan lapa-lapa karena harus dibuat dulu daun kelapa yang masih muda sebagai pembungkusnya, lalu diisi beras setengah matang, diikat, dan sebagainya,” ujar Neni.

Di samping nampan, Haroa diletakkan segelas air minum, dan alat pembakaran dupa. Sajian Haroa itu tidak langsung dimakan namun dibairkan melewati waktu shalat Magrib, Isa, dan tarawih. Usai tarawih, beberapa keluarga dekat datang berkumpul dengan semua anggota keluarga dalam rumah.

Tradisi Haroa di Kota Sinonggi, Makna Hingga Pengaruh Islam
Sajian haroa di keluarga La Fariki. Menu haroa itu terdiri dari berbagai kuliner tradisional seperti lapa-lapa, waje, cucur, dan lain sebagainya

Semua peserta Haroa membentuk bundaran, melingkari sajian Haroa. Bertindak selaku imam pembaca doa kali ini adalah La fariki sendiri yang memang mengetahui tata doa Haroa. Ini tidak lazim sebab pembacaan Haroa dipimpin oleh pemuka agama kampung, kalau di Muna disebut Mojhi.

Tak sampai setengah jam, tak ada ribut-ribut, peserta Haroa secara khidmat menantikan bacaan Haroa si imam selesai. Dalam salah satu tahapan, imam membaca doa sambil membakar dupa. Rangkaian pembacaan doa selesai ketika imam menengadahkan tangan lalu diikuti peserta, seperti posisi menengadahkan tangan usai shalat.

Acara Haroa berakhir dengan saling bersalam jabat tangan, lalu santap bersama semua menu sajian dalam nampan Haroa. Semua menu makanan dimakan bersama dan bila kurang maka persediaan yang masih ada di dapur dikeluarkan.

#Makna “Haroa” dan Pengaruh Islam

Haroa berasal dari bahasa Muna “haro” yang artinya sapu atau yang dibersihkan. Maksudnya adalah pembersihan dosa-dosa jelang Ramadan dan dalam menjalani puasa Ramadan. Rangkaian Haroa dan makna Haroa yang demikian juga menunjukkan adanya pengaruh agama Islam dalam masyarakat.

La fariki mengatakan, tradisi Haroa dilaksakan sebagai wujud pengabdian kepada Alla SWT yang berkuasa di alam semesta. Tidak ada mahluk lain yang mampu melebihi kuasa itu sehingga Allah patut jadi tumpuan harapan dan permintaan lewat proses Haroa.

“Adanya beragam jenis makanan ini hanya untuk menambah suasana khidmat berdoa. Yang dibaca-bacakan itu doa-doa selamat, agar diajuhkan dari bala, dikabulkan permohonan, diberikan keselamatan, “ ujar La Fariki yang setiap bulan Ramadan tidak meninggalkan tradisi Haroa.

Tradisi Haroa di Kota Sinonggi, Makna Hingga Pengaruh Islam
TRADISI HAROA – Salah satu keluarga asal Muna yang menggelar acara haroa di Kendari pada Rabu malam 16 Mei 2018. Anggota keluarga tampak berkumpul dalam acara itu. (Foto : Istimewa)

Adanya bakar dupa dalam proses Haroa hanya dimaksudkan untuk mengharumkan suasana pembacaan doa, dan tidak ada kaitannya dengan keyakinan-keyakinan tentang mahluk halus atau bentuk kesyirikan lainnya. Semua doa-doa yang dibacakan adalah doa-doa Islami.

La Fariki bercerita pelaksanaan Haroa selama bulan Ramadan bisa sampai lima kali yakni Haroa Tembaha Wula pada malam sebelum puasa (untuk menyambut ramadhan), Haroa Qunuha 15 puasa (menyambut doa qunut), Haroa Kajhiri pada 17 puasa sampai akhir (menyambut datangnya lailatul qadir), Haroa Rorayaha pada saat lebaran, dan Haroa Kasongkono puasa pada 7 syawal (satu pekan setelah ramadhan).

Namun demikian, La Fariki dan keluarga yang ada di Kendari biasanya hanya dua kali Haroa yakni Haroa Tembaha Wula dan Haroa Rorayaha. Berbeda dengan di Muna, yang mana tradisi itu masih dijaga ketat sehingga kelima haroa itu dilaksanakan.

Haroa biasa dilaksanakan oleh orang yang sudah berkeluarga, dan yang belum masih lajang mengunjungi kerabat yang melaksanakan tradisi haroa. Olehnya Haroa juga dipandang sebagai sarana silaturrahmi antar keluarga.

“Selain di bulan ramadhan, haroa bagi orang Muna juga dilaksanakan pada acara-acara lain. Haroa juga buka saja ada pada masyarakat Muna, Buton juga melakukan hal yang sama dengan Muna,” ujar La Fariki yang juga penulis beberapa buku budaya Muna. (A)

 


Penulis: Muhamad Taslim Dalma
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini