Utang Bertambah Tak Perlu Gundah?

Fitri Suryani - Opini
Fitri Suryani

Apa yang terbesit di dalam pikiran seseorang ketika utangnya telah kian menumpuk? Tidak bisa dipungkiri tentu akan makin menambah beban pikiran dan membuat kepala pusing dibuatnya dan apa pun akan diusahakan untuk melunasi utang tersebut, apalagi jika semakin dekat jatuh temponya. Lalu bagaimana dengan utang luar negeri yang melanda negeri tercinta ini?

Sebagaimana yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut total utang Indonesia yang mencapai Rp4.180 triliun hingga akhir April 2018 masih berada di bawah batas aman. Dengan asumsi Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini sebesar Rp14 ribu triliun, batas aman utang Indonesia sesuai Undang-Undang (UU) mencapai Rp8.400 triliun.
(cnnindonesia.com, 27/05/2018)

Selain itu, Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, rasio utang negara Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih 29,88%. Dengan demikian, masih jauh di bawah batas yang diizinkan 60%. (okezone.com, 27/05/2018)

Menilik Utang Luar Negeri

            Menilik tentang utang luar negeri  yang kian meroket, tentu bukan merupakan hal yang buruk? Hanya saja, hal tersebut perlu diperhatikan bahkan dipertimbangkan dampak yang akan dihasilkan dikemudian hari. Beberapa hal yang ditimbulkan dari adanya utang luar negeri diantaranya: Pertama, dampak langsung yang dirasakan dari utang yaitu cicilan bunga yang makin mencekik pihak pengutang. Kedua, dampak yang sesungguhnya dari utang tersebut yaitu makin minimnya kemandirian akibat terikat atas keleluasaan arah pembangunan, oleh pihak yang mememberi utang.

Selain itu, bahaya utang luar negeri yaitu sebagai salah satu alat penjajahan. Diantara bahaya tersebut: 1. Bahwasanya utang luar negeri dalam rangka mendanai proyek-proyek milik negara merupakan hal yang riskan, terlebih terhadap eksistensi negara itu sendiri. Akibat lebih jauh yakni membuat masyarakat negara tersebut kian sengsara karena ini merupakan salah satu jalan untuk menjajah suatu negara pengutang.  2. Pemberian utang adalah sebuah cara agar negara peminjam tetap miskin, tergantung dan terjerat utang yang makin bertumpuk-tumpuk dari waktu ke waktu. 3. Utang luar negeri yang diberikan sesungguhnya merupakan senjata politik negara-negara kapitalis barat kepada negara-negara yang diberi pinjaman/utang yang mayoritasnya negeri-negeri muslim, untuk memaksakan kebijakan politik, ekonomi, terhadap negeri-negeri pengutang (jajahan). 4. Utang luar negeri sesungguhnya sangat melemahkan dan membahayakan sektor keuangan negara pengutang, baik utang jangka pendek maupun jangka panjang.

Sisi Lain Utang Luar Negeri

Apabila dikaji lebih dalam ada beberapa hal yang menjadikan utang luar negeri menjadi batil. Pertama,utang luar negeri tidak dapat dilepaskan dari bunga (riba). Padahal Islam dengan tegas telah mengharamkan riba. Riba merupakan dosa besar yang harus dijauhi oleh kaum muslim dengan sejauh-jauhnya. (lihat Qs. al-Baqarah [2]: 275). Kedua, utang luar negeri menjadi sarana timbulnya berbagai kemudaratan, seperti terus berlangsungnya kemiskinan, tingginya harga-harga kebutuhan pokok, termasuk BBM dan sebagainya. Ketiga, utang/bantuan luar negeri telah membuat negara-negara kapitalis barat dapat mengeksploitasi, bahkan menguasai kaum muslim. (lihat Qs. an-Nisaa [4]: 141)

Sementara utang yang terkait dengan individu hukumnya mubah, untuk itu setiap individu boleh berutang kepada siapa saja yang dikehendaki dan berapa yang diinginkan. Tetapi, jika utang atau bantuan-bantuan tersebut membawa bahaya maka utang tersebut tidak dibolehkan. Sedangkan berutangnya negara, maka hal itu seharusnya tidak perlu dilakukan, kecuali untuk perkara-perkara yang sangat penting dan jika ditangguhkan dikhawatirkan terjadi kerusakan atau kebinasaan, maka dalam kondisi itu negara dapat berutang, lalu orang-orang ditarik pajak dipergunakan untuk melunasinya. Sedangkan untuk kepentingan lainnya mutlak negara tidak boleh berutang.

Dengan demikian, semua utang/pinjaman dengan segala bentuknya dalam iklim demokrasi, tentu bukan semata-mata karena ingin membantu negara pengutang, namun memiliki berbagai motif baik politik maupun ekonomi. Selain itu, Islam menuntut negara mandiri dan tak memberi celah penjajahan, dalam hal ini melalui bentuk utang. Olehnya itu, hanya dengan penerapan hukum-hukum yang bersumber dari Zat yang Maha baik yakni Allah SWT. maka Islam rahmatan lil ‘alamin dapat terealisasi dan dirasakan baik bagi Muslim maupun non Muslim. Wallah ‘alam bi ash-shawab.

 

Oleh: Fitri Suryani, S.Pd
Penulis Merupakan Guru SMA Negeri di Kabupaten Konawe

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini