Penobatan Raja Kabaena, Dinamika Negeri di Atas Awan

Penobatan Raja Kabaena, Dinamika Negeri di Atas Awan
RAJA KABAENA - Proses pelobatan Raja Kabaena dengan istilah pehombunia telah digelar paripurna di pelataran Panggung Desa Tangkeno, Kecamatan Kabaena Tengah, Kabuoatrn Bombana, Minggu (15/7/2018). (MUHAMMAD JAMIL/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, RUMBIA – Pulau Kabaena terletak di sebelah selatan provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Refleksi budaya di daratan Kabaena, kabupaten Bombana mulai beraura lagi dengan hadirnya raja baru di Tangkeno. Sebuah desa yang mulai dikenal dengan negeri di atas awan.

Penobatan raja itu juga menjadi simbol penguatan adat istiadat serta kebudayaan masyarakat Tokotu’a di Kabaena. Para raja di negeri jiran ini biasa dikenal dengan sebutan Mokole.

Mokole terkenal sejak dahulu dan hingga kini masih tetap menjadi gelar yang disanjungi oleh masyarakat Kabaena. Mereka adalah Mokole ke-1 Ratu Indaulu, Mokole Tebota Tulanggadi, Mokole Malijani (Maligana) bergelar Rangka Ea (Postur Besar), Mokole Manjawari dengan gelar (Safati/ La Pat) dan biasa dikenal Rampagau, Mokole Muhammad Yasin bergelar Mbue dai Pu,u Roda dan Mokole Muhammad Ali. Saat ini, deretan Mokole sudah berada pada urutan 30.

Kasman (55), anak kandung Mpande dan cucu dari Mbue Lanota Sangia dai Bolonangka telah berhasil dinobatkan sebagai raja Tokotu’a. Penobatannya pula telah digelar di pelataran Desa Tangkeno Kecamatan Kabaena Tengah pada Minggu (15/7/2018).

Saat itu pun Kasman resmi menjadi Mokole ke- 30 dengan gelar Paduka Yang Mulia ( PYM) Apua Mokole Kasman Lanota Sangia dai Bolonangka.

Penobatan Raja Kabaena, Dinamika Negeri di Atas Awan
Apua Mokole Kasman Lanota Mbue dai Bolonangka tengah duduk di singgasana Raja.

Pria kelahiran Tangkeno, 31 Desember 1962 ini dinobatkan oleh majelis tinggi adat kerajaan Tokotu’a Abdul Madjid mbue dai Watu Koda. Ia telah benar-benar resmi dengan setelah dilantik di atas batu diiringi kutipan Pehombunia (penganegarahan).

Dalam kutipan itu dilafalkan dalam bahasa Moronene Tokotu’a. “Podedeaho rorongee momico. Kua icoo nta dagaiho, coodahano nta penunuano luwu-luwu diie ihino Vita tokotu’a. Da inontoako mata hela da seda’a inontoako mata. Dai bolovita, watuno, keuno, kuahai co’o ntapenunu ano miano. diemo ntapenunu anto. Satebuasakono, Sapoliheu, satepitu,u ntapelimpaha,u kua ntakolaro-laroako ula-ularo. Kai daa nta hargai kita miano, kua mebinta hai co’o,”

Artinya, dengarkan dan simak baik-baik, kamu yang akan menjaga, kamu tempatnya mengikut semua masyarakat, semua isi Kabaena yang nampak maupun tidak nampak. Baik di dalam tanah, batu, kayu, kepadamulah tempat mereka mengikut. Ketika kamu bicara, melihat, memejamkan mata perjalanannmu harus kamu olah dari lubuh hati yang paling dalam. Kalau kita mau dihargai, semua asalnya dari kamu.

Usai dilantik, Kasman Lanota menjelaskan, kehadirannya sebagai raja di Kabaena tidak melewati batas pimpinan daerah Bombana maupun distrik di Kabaena. Ia hadir sebagai simbol budaya yang harus mampu meningkatkan derajat, adat dan tradisi demi terwujudnya masyarakat moronene yang bersatu dalam kemokolean tokotua yang beradab, beretika dan bersandingkan agama.

“Sejak lima tahun lalu sudah ada yang meminta untuk menghidupkan kembali budaya di masyarakat Tokotu’a. Puing-puing peninggalan sejarah di Kabaena sangat susah ditemukan. Makanya saya hadir untuk meramu serta menelusuri adanya bukti-bukti peninggalan sejarah dimasa lampau. Kehadiran saya sudah diketahui Mendagri dan Kemenkum HAM serta beberapa raja di pulau Sulawesi maupun di Jawa,” kata Mokole Kasman Lanota.

Penobatan raja Kabaena ini pun disaksikan oleh beberapa raja yang hadir dari berbagai wilayah di Sultra. Ada raja Mekongga, Anakia H. Tite, Raja Kulisusu, Ahlul Musafi, Raja Wawonii, Lakino Abdul Salam, Raja Mata Usu, Mokole Herdin Jasa, Sultan Buton ke -40, H. La Ode Muhammad Izat Manarfa sekaligus Ketua Umum Majels Agung Raja Sultan Indonesia (MARSI) Sultra bersama Sapati Kesultanan Buton, La Ode Djabaru.

Penobatan Raja Kabaena, Dinamika Negeri di Atas Awan
Penjemputan Raja-raja dari beberapa daerah di Sultra dengan persembahan Tari Lumense.

Hadir juga Raja Poleang, Apua Mokole Nippon Muhammad Ali, Mokole Andi Muslimin Sangia Pusu selaku Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN) Sultra, ada juga Mokole Mansur Lababa selaku Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Raja-raja tersebut adalah yang diakui secara nasional.

Meski dihantui polemik atas pro-kontra masyarakat Kabaena, penobatan raja tersebut terus berlangsung khidmat berkat penjagaan ketat dari pihak kepolisian Resort Bombana dipimpin langung Kapolres Bombana, AKBP Andi Adnan Syafruddin.

Penobatan Raja Kabaena, Dinamika Negeri di Atas Awan

Penjagaan dilakukan sebagai upaya menghindari gesekan antara kedua belah pihak serta bentuk rasa hormat atas hadirnya para raja menyaksikan penobatan majelis tinggi adat di pulau eksotis itu.

Kontradiksi masyarakat atas pelantikan tersebut lahir karena adanya anggapan bahwa penobatan itu tidak pernah disosialisasikan dengan melibatkan seluruh dewan adat di Kabaena. Hal itu terucap dari Koordinator Lapangan (Korlab) Aliansi Masyarakat Adat Tokotu’a, Adrian.

Dia menilai, raja Kabaena adalah raja palsu. Sebab, penobatan raja itu hanya diketahui segelintir otang bahkan tak ada kesepakatan yang tuntas dari seluruh dewan adat dari timur hingga barat pulau Kabaena.

Penobatan Kasman Lanota sebagai raja Tokotu’a ternyata tak perlu diragukan. Sebab, Ia duduk di singgasana kerajaan atas persetujuan masyarakat dan para dewan adat di Kabaena. Hal itu ditandai dengan pembacaan piagam Balo oleh salah satu unsur kerajaan Tokotua.

Dalam piagam tersebut telah berisi beberapa pernyataan penting diantaranya, bahwa pada tanggal 27 Oktober 2017 bertempat di Desa Balo wilayah Timur pulau Kabaena telah diadakan pertemuan pokok para sesepuh adat kerajaan Tokotu’a.

Pertemuan itu membahas agenda penobatan dimulai dari musyawarah tentang pengangkatan pimpinan majelis tinggi adat mokole kerajaan Tokotua. Setelah itu, dilanjutkan dengan membahas tentang struktur kerajaan mokole Tokotua. Lalu membahas susunan pengurus organisasi lembaga kerjaan mokole di Tokotua.

Dalam pertemuan itu menghasilkan kesepakatan yakni, mengangkat Kasman Lanota sebagai pimpinan tinggi majelis adat kerajaan Tokotua dengan gelar PYM Apua Mokole Kasman Lanota Sangia Dai Bolonangka.

Terbentuknya kesepakatan dalam pertemuan itu ditandai melalui cap tandatangan para sesepuh adat, yakni Yusnah S Kapita, Kasman Lanota Mbue Dai Bolonangka, Zabariah Jalil Ma Ate, Abdul Madjid Mbue Dai Watu Koda, Ruslan Mbue dai Bungku Watu, Muhammad Jabir Hamsa Puumeti, Muhidin, Zakariah Muis Mbue Ntama dan Basir Puuwatu.

Piagam penobatan ini merupakan landasan terhadap penobatan raja Kabaena dan juga menjadi penguatan bagi masyarakat atas proses penobatan yang telah dihelat cukup paripurna.(B)

 


Reporter : Muhammad Jamil
Editor : Abdul Saban

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini