ZONASULTRA.COM, LAWORO-Kehadiran PT Wahana Surya Agro di Muna Barat, Sulawesi Tenggara (Sultra) guna membangun perkebunan tebu sekaligus pabrik gula, belum sepenuhnya mulus. Warga Kecamatan Wadaga, kawasan yang terdampak investasi ini protes, bahkan menggelar unjuk rasa di DPRD Mubar.
Bupati Muna Barat, LM Rajiun Tumada sudah berulang kali menyampaikan bahwa investasi itu tidak akan merugikan daerah dan warga Wadaga. Bahkan, bakal ada implikasi positif jika perusahaan itu sudah berdiri dan berjalan nantinya.
“Saya tegaskan sekali lagi, rencana pembangunan pabrik gula itu tidak merugikan warga sekitar,” kata LM Rajiun, Bupati Mubar, di Laworo, Selasa (18/9/2018). Ia mengatakan, lahan yang selama ini ditempati masyarakat di Kecamatan Wadaga dari turun temurun adalah hutan produksi konversi yang beririsan dengan Kecamatan Sawerigadi dan Tiworo Selatan.
Hanya saja, saat ini diberikan ijin dari Kementerian kepada investor untuk masuk di Kabupaten Muna Barat. “Jadi pihak investor diberikan ijin 4003 hektar dengan berbagai persyaratan. Dari syarat itu, saya meminta 20 persen diberikan kepada masyarakat,” kata Rajiun saat ditemui di Kantor Bupati Mubar.
Kata Rajiun, dirinya sempat bertanya kepada masyarakat sekitar, bahwa yang berkebun di dalam kawasan hutan tersebut ada berapa orang dan berapa hektar digunakan. Lanjut dia, dari pertanyaan itu diperoleh bahwa yang digunakan masyarakat berkebun di hutan tersebut sekitar 200 hektar.
Kemudian dirinya membandingkan dengan usulan 20 persen dari 4003 hektar, masyarakat ternyata bisa dapat 800 hektar. “Jadi masyarakat sudah untung lahan 600 hektar,” tambah mantan Kasat Pol PP Sultra itu.
Dengan 600 hektar itu ternyata tidak membuat Rajiun berpuas diri. Ia meminta pihak investor dan Kementrian untuk ditambah dan direstui sampai 1400 hektar lahan yang kemudian diturunkan statusnya dari hutan negara menjadi Area Penggunaan Lain (APL).
“Itu rekomendasi Bupati dan diberikan langsung kepada masyarakat yang sudah berkebun di kawasan tersebut,” jelasnya.
Terkait demo menolak kehadiran pembangunan perkebunan tebu dan pabrik gula, menurut Rajiun, bahwa demo tersebut ada unsur kepentingan politik didalamnya. Sebab, selama dirinya menjabat, tidak pernah membuat masyarakatnya sengsara.
“Ini adalah program pemerintah pusat yang ditindaklanjuti melalui investor untuk penanganan swasembada gula nasional, salah satunya di Kabupaten Muna Barat ini. Jadi kita fasilitasi semua,” ungkapnya.
Terkait persoalan kawasan ini, kata Rajiun, pihaknya sudah menjelaskan bahwa hutan tersebut adalah kawasan hutan produksi konvesri yang diturunkan statusnya menjadi APL. Rajiun menegaskan, tidak ada masyarakat yang dirugikan justru masyarakat yang mendiami kawasan tersebut justru diuntungkan.
“Kita ketahui, hak pakai yang diberikan ke investor kurang lebih sampai 25 tahun saja, setelah itu kembali diserahkan lagi kepada negara. Jadi pembangunan pabrik oleh investor ini sebenarnya tidak ada persoalan,” jelasnya.
Rajiun menambahkan, terkait aksi yang dilakukan oleh masyarakat itu, hanya disoalkan oleh pihak-pihak tertentu. Padahal ini sangat cukup jelas, tidak ada masyarakat yang dirugikan apalagi masyarakat tidak ada yang di serobot lahannya. “Kalau bicara di serobot tanahnya, berarti kita harus menindaklanjuti sertifikatnya,” tegasnya.
Seperti diketahui, Kamis (12/9/2018) lalu, sekelompok massa yang mengaku sebagai warga dari Kecamatan Wadaga, mendatangi kantor DPRD Mubar dan menyampaikan aspirasi, menolak kehadiran perusahaan gula berbendera PT. Wahana Surya Agro.
Mereka mendesak wakil rakyat untuk menyampaikan aspirasinya atas penolakan perusahaan itu kepada Pemerintah Kabupaten Mubar.
Kordinator aksi, Safar menuding rencana masuknya investor ini adalah modus korporasi untuk mengambil alih tanah -tanah masyarakat. Harusnya pemerintah meninjau ulang program tersebut karena dapat mengancam dan menyengsarakan anak cucu mereka.
Luasan lahan yang akan digunakan untuk perkebunan tebu itu sekitar 4.000 hektar. Jadi lahan yang selama ini dimanfaatkan masyarakat akan diambil alih perusahaan.
Tokoh masyarakat Desa Wakontu, Kecamatan Wadaga, Mubar, La Fentagho menyampaikan bahwa perusahaan tebu tersebut mulai masuk di Mubar, khusus di Kecamatan Wadaga sejak tahun 2015. Sejak itu banyak tanah masyarakat yang dikopling tanpa sepengetahuan masyarakat setempat.
“Dari awal masuknya perusahaan ini sudah tidak baik, makanya kami kecewa dengan kelakuan perusahaan tersebut. Makanya kami menolak keras masuknya perusahaan itu di Wadaga,” tegasnya.
Fentagho mengatakan, dirinya telah berkomunikasi langsung dengan Bupati Mubar LM Rajiun Tumada terkait persoalan ini. Namun hal itu tak ditanggapi serius. Kata dia, perusahaan tebu di Wadaga tidak akan memberikan manfaat yang banyak bagi masyarakat.
Selain itu masuknya perusahaan akan berdampak pada kondisi lingkungan karena Kecamatan Wadaga merupakan sumber mata air yang ada Di Mubar.
“Petaka ini kalau sudah masuk perusahaan tebu di Wadaga karena di wilayah tersebut sumber mata air sekabupaten Mubar. Salah satunya Kali yang di Kambara itu pusatnya di Wadaga,” terangnya.(B)