ZONASULTRA.COM, KENDARI – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah memberlakukan sistem rujukan online berjenjang bagi pesertanya yang ingin mendapatkan layanan kesehatan.
Dilansir dari laman Tempo.co, BPJS Kesehatan telah mewajibkan seluruh peserta untuk menggunakan sistem rujukan online per 1 September 2018. Di mana sistem ini diatur dalam aplikasi bernama Primary Care BPJS Kesehatan pada portal pcare.bpjs-kesehatan.go.id.
Primary Care merupakan aplikasi yang digunakan oleh petugas atau dokter fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas dan klinik untuk pengecekan data peserta yang mendaftar. Selain itu, dalam aplikas ini juga petugas akan mengisi riwayat pengobatan dari seluruh pendaftar.
Deputi Direksi Bidang Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Arief Syaifuddin menjelaskan bukan hanya data peserta BPJS Kesehatan saja, para petugas di puskesmas pun bisa melihat secara langsung data rumah sakit tujuan rujukan mulai dari informasi dokter spesialis atau sub-spesialis apa yang tersedia, hingga jadwal praktek masing-masing dokter, dari rumah sakit yang masuk dalam jangkauan terdekat puskesmas.
Saat ada yang akan dirujuk, petugas atau dokter di puskemas tinggal mendaftarkan peserta tersebut langsung ke rumah sakit tujuan. Dan penggunaan sistem online ini bisa membuat peserta mengetahui berada di antrean berapa dan jadwal dokter yang akan memberikan pengobatan.
Proses rujukan ini pun dinilai bisa lebih baik karena adanya data lengkap dari rumah sakit tujuan rujukan. Sehingga, proses rujukan antara rumah sakit tipe A, B, dan C, bisa lebih terukur dan tepat sasaran.
Namun aturan ini nyatanya memberikan dampak terhadap pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Direktur Utama (Dirut) RSUD Bahteramas dr. Yusuf Hamra mengatakan, sejak aturan ini berlaku layanan pendaftaran di gedung poli rumah sakit mulai terlihat sepi karena kurangnya pasien yang datang ke rumah sakit.
Awak zonasultra.id yang berkunjung langsung ke lokasi bersama Dirut RSUD Bahteramas, Selasa (25/9/2018) di Gedung Poli terlihat suasana dan kursi tunggu di layanan pendaftaran sepi, tak terlihat aktivitas pelayanan pasien yang akan berobat, baik itu pasien lama ataupun pasien baru.
“Kita bisa liat langsung pak, kita sekarang kesepian pasien. Sebelumnya tidak pernah seperti ini rame terus kita. Tapi adanya rujukkan online ini berimbas seperti ini,” kata Yusuf.
Saat kami mendatangi salah satu petugas rumah sakit di meja pendaftaran BPJS Kesehatan mengatakan, ada salah satu pasien dari Benua, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) yang merupakan pasien lama RSUD Bahteramas menderita penyakit jantung. Saat mengurus rujukan baru di puskesmas setempat ia langsung di rujuk ke RS Bhayangkara Kendari.
“Ya aturannya seperti itu, harus berjenjang sebelum masuk ke RS tipe B. Jadi harus dibawahnya dulu RS tipe C atau D, nanti mereka tidak mampu atau sudah full layanan baru dirujuk lagi ke kita secara online,” tukasnya.
Akan tetapi Yusuf menyayangkan aturan ini. Pasalnya tidak ada jaminan saat pasien dirujuk ke rumah sakit tipe C atau D di hari itu pula pasien akan langsung mendapatkan pelayanan kesehatan di sana. Jika akhirnya tetap akan dirujuk kembali ke RSUD Bahteramas sebagai rumah sakit rujukan tipe B, hal ini akan merugikan pasien.
“Ongkos perjalanan pasien dan keluarga pasien yang harus bolak-balik mengurus rujukan itu. Pertanyaannya, apakah layanan dokter jantung di Bhayangkara misalnya setiap hari dan dokternya standby, apakah kelengkapan obat dan alatnya selengkap yang kita punya,” jelasnya.
Belum lagi, ditemukan kasus pasien yang dirujuk di RSUD Bahteramas melalui rujukkan manual karena fasilitas kesehatan tingkat pertama tidak dapat mengakses sistem BPJS Kesehatan. Saat menyetorkan rujukan tersebut di RSUD Bahteramas, pihak RS tidak dapat memberikan pelayanan karena tidak terdaftar dalam sistem.
“Nah kalau kasus seperti ini kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kita tidak bisa memberikan pelayanan karena sekarang rujukan harus online dan ini terpantau dalam sistem. Jadi kami tidak pernah tidak melayani pasien hanya saja sistem yang berlaku seperti itu,” tegasnya.
Ia pun berharap, aturan rujukkan online ini dapat dikaji kembali dan tidak serta merta di laksanakan di seluruh wilayah di Indonesia. Pasalnya, pemerataan fasilitas kesehatan di setiap daerah itu tidak sama.
Selain itu, dari segi pendapatan rumah sakit, Yusuf mengatakan omset dari RSUD Bahteramas sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) akan menurun dengan adanya aturan rujukan online ini.
“Kami sudah berusaha melengkapi seluruh fasilitas rumah sakit mulai dari perbaikan gedung poli, meningkatkan kapasitas dokter spesialis serta fasiltas kesehatan lain yang setara dengan rumah sakit nasional untuk masyarakat. Tapi dengan adanya aturan ini sepertinya sia-sia,” tukasnya.
Salah satu pasien poli penyakit dalam yang kami temui di RSUD Bahteramas Abdul Kadir Yahya mengatakan, ia dapat langsung ke rumah sakit tersebut karena rujukannya masih berlaku hingga hari itu. Akan tetapi, setelah itu ia harus mengurus rujukan baru di Puskemas Poasia.
“Saat mau urus rujukan baru saya dikasih pilihan RSUD Kota Kendari, Bhayangkara dan Santaana, tapi saya tidak mau karena saya sudah lama berobat di sini, kalau ke sana lagi pasti ujungnya akan dirujuk lagi ke sini,” kata Abdul.
Ia pun meminta pihak BPJS Kesehatan dapat melihat ulang aturan ini dan dicarikan solusi terbaik agar pelayanan kesehatan masyarakat berjalan dengan baik.
“Saya sempat disuruh juga ke kantor BPJS Kesehatan untuk mengurus itu tapi saya menolak, karena kalau saya ke sana saya pasti marah-marah di sana,” ucap pria paruh baya itu.
BPJS Kesehatan sendiri saat ini masih melakukan uji coba sistem rujukan online dalam tiga fase dari 15 Agustus 2018 hingga 30 September 2018. Fase pertama untuk sosialisasi, fase kedua untuk penerapan rujukan online secara luas, dan fase ketiga untuk pengaturan rumah sakit rujukan dari para peserta nantinya.
Setelah seluruh fase uji coba rampung, sistem ini pun ditargetkan beroperasi penuh pada 1 Oktober 2018. (A)