ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Anggota DPR RI Haerul Saleh angkat bicara soal penolakan gerakan 2019 ganti presiden di Sulawesi Tenggara (Sultra). Haerul menegaskan bahwa gerakan 2019 ganti presiden tersebut bukanlah makar seperti yang dituduhkan oleh Koalisi Masyarakat Cinta NKRI di Kota Kendari beberapa waktu yang lalu.
Politisi Gerindra ini menyatakan bahwa momen pemilihan presiden (Pilpres) menjadi ruang bagi masyarakat yang menghendaki pergantian presiden. Sehingga bukan tindakan makar bila terdapat ajakan kepada masyarakat untuk mengganti presiden dan wakil presiden mengingat saat ini telah masuk tahapan kampanye.
“Yang bilang tagar 2019 ganti presiden makar malah itu namanya provokator, jelas provokator!” tegas Haerul saat dikonfirmasi awak zonasultra.id, Rabu (17/10/2018).
Menurutnya, gerakan teman-teman yang menggaungkan 2019 ganti presiden tidak melanggar konstitusi. Kata Haerul dalam undang-undang mengatur satu periode jabatan presiden dan wakil presiden adalah lima tahun, bisa dilanjutkan satu periode lagi jika masyarakat menghendaki dalam pilpres.
“Yang dibilang makar itu kalau sementara dia menjabat lalu dipaksa untuk melepaskan jabatannya dalam periodenya. Selama dia selesai berkuasa kita ajak orang-orang untuk mengganti apa masalahnya,” jelas anggota Komisi XI DPR RI ini.
Haerul menyayangkan pernyataan Koordinator Koalisi Masyarakat Cinta NKRI, Jamaluddin dalam konferensi persnya yang mengungkapkan bahwa “Kami tidak ikhlas gerakan itu terjadi, maka kami tidak akan membiarkan satu jengkal pun tanah di Sultra dipakai untuk deklarasi #2019gantipresiden”. Menurut Haerul hal ini adalah bentuk provokasi yang dapat memecah belah masyarakat Bumi Anoa.
“Janganlah persoalan seperti ini memecah belah kita. Demokrasi ini sudah mengamanahkan kepada kita semua untuk bersama-sama memperjuangkan apa yang menjadi kepentingan-kepentingan bersama,” pungkasnya. (A)