ZONASULTRA.COM, KENDARI – Ratusan masyarakat Konawe Kepulauan (Konkep) mendatangi gedung DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (29/10/2018). Kedatangan mereka di gedung dewan untuk menghadiri hearing yang dilakukan oleh panitia khusus (Pansus) penertiban pertambangan DPRD Sultra bersama Dinas ESDM, Dinas Kehutanan, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sultra. Turut hadir dalam hearing ini Wakil Bupati Konkep Andi Muhammad Lutfi.
Hearing dimaksud untuk menyamakan pandangan antara DPRD Sultra dan pemerintah provinsi, terkait aspirasi masyarakat Konkep yang meminta pemerintah provinsi untuk mencabut izin usaha pertambangan (IUP) dan mengusir penambang keluar dari daerah mereka.
Wakil Bupati Konkep Andi Muhammad Lutfi yang mewakili masyarakat mengatakan, ada 15 IUP masih aktif di Konkep yang diterbitkan sebelum kabupaten pulau kelapa itu mekar dari Kabupaten Konawe.
Dikatakan, awal penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Konkep tidak memuat pertambangan, melainkan hanya untuk kawasan pertanian dan perikanan.
“Awal penyusunan RTRW Konkep itu tidak memuat pertambangan, tapi kami disomasi oleh investor dan kalah sehingga itu direvisi. Jadi itu sebelum Konkep mekar. Olehnya itu kenapa di tempat ini tidak dihadirkan pihak ketiga yang punya izin IUP. Supaya ditanya apa sebenarnya keinginan mereka melakukan ekplorasi pertambangan di Konkep,” kata Andi Muhammad Lutfi di hadapan anggota Pansus penertiban pertambangan DPRD Sultra.
Atas dasar tersebut, Lutfi meminta kepada DPRD Sultra untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat Konkep, agar pemerintah provinsi mencabut IUP perusahaan tambang yang ada di Konkep.
“Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konkep sudah bersurat ke gubernur untuk pencabutan 15 IUP ini. Pasalnya, legalitas formal pencabutan IUP tersebut, bukan menjadi wewenang Pemkab Konkep, tapi menjadi kewenangan pemerintah provinsi,” ungkapnya.
Pernyataan wakil bupati ini disambung oleh salah satu perwakilan masyarakat Wawonii. Menurutnya, daerah Konkep tidak layak untuk aktivitas pertambangan. Apalagi jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perencanaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang kurang dari 2.000 kilo meter persegi.
Di mana bunyinya melarang penambangan pasir dan mineral pada wilayah teknis, ekologis, sosial, budaya yang akan menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan dan merugikan masyarakat.
“Masyarakat tidak menginginkan aktivitas pertambangan masuk di Pulau Wawonii, sebab eksploitasi pertambangan membawa bencana untuk masyarakat Wawonii. Apalagi pulau ini kecil dan tidak layak dijadikan daerah pertambangan. Maka dari itu, IUP yang ada di Konkep harus dicabut,” ujar salah seorang perwakilan masyarakat.
Apa yang disampaikan oleh masyarakat dan Wakil Bupati Konkep langsung disetujui oleh Ketua Pansus penertiban pertambangan DPRD Sultra Suwandi Andi. Ia menegaskan, Konkep sangat tidak layak untuk dilakukan aktivitas pertambangan.
“Pulau Wawonii ini hanya diperuntukan untuk pertanian dan perikanan dan ini tidak bisa ditambang. Saya kira tepat jika masyarakat menolak hadirnya tambang masuk di Wawonii. Kami sebagai wakil rakyat juga ikut menolak,” tutur Suwandi.
Dikatakannya, setiap perusahaan yang melanggar ketentuan RTRW merupakan pidana dan harus dihentikan.
“Olehnya itu kami dari Pansus penertiban pertambangan DPRD Sultra setuju untuk menindaklanjuti surat Bupati Konkep Nomor 337/1454/2018 kepada Gubernur Sultra untuk pencabutan IUP yang ada di Konkep. Karena ini adalah penanaman modal asing (PMA) yang merupakan kewenangan pemerintah pusat maka segera disampaikan kepada presiden melalui kementerian terkait,” ujar Suwandi disambut tepuk tangan masyarakat Konkep yang hadir. (A)
Reporter: Ramadhan Hafid
Editor : Kiki