Memiliki buah hati tentu dambaan setiap orang tua. Hadirnya buah hati di tengah-tengah keluarga, melengkapi kesempurnaan dan kebahagian rumah tangga. Karenanya, idealnya mereka harus mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya seutuhnya.
Namun, acapkali sebagian orang tua belum dapat menunaikan kewajiban ini sepenuhnya. Kewajiban yang juga sekaligus menjadi hak dari anak-anak kita. Terlebih lagi pada sebagian masyarakat urban, tingginya aktivitas pekerjaan mereka, berdampak langsung pada pola pengasuhan anak dalam keluarga. Tulisan ini lebih difokuskan pada fenomena orang tua yang bekerja fulltime di kantoran. Saban hari, mereka harus melakoni aktivitasnya dengan penuh kesibukan. Sejak pagi buta mereka sudah harus bergegas menuju ke tempat kerja. Pun, mereka harus pulang setelah matahari terbenam. Entah karena jalanan macet, jadual meeting yang padat atau dengan sederet alasan lainnya. Bahkan tak jarang pula orang tua keluar daerah berhari-hari, bahkan berbilang purnama.
Alhasil, komunikasi dengan anak menjadi terganggu. Intensitas pertemuan dengan keluarga menjadi terbatas, bahkan sangat kurang. Komunikasi dan interaksi dalam keluarga pun menjadi terhambat. Di sisi lain, hak-hak anak juga menjadi terabaikan. Baik hak untuk bermain maupun hak anak untuk mendapatkan perhatian dari orang tua. Padahal proses interaksi ini sangat diperlukan dalam rangka perkembangan psikologis anak dan membangun kualitas kebahagian keluarga.
David D. Burns M.D seorang professor dari fakultas psikologi di University of South Florida, menjelaskan bahwa pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang berlangsung terus-menerus dan mempengaruhi bukan hanya bagi anak juga bagi orang tua. Ternyata interaksi ini diperlukan bagi keduanya secara timbal balik. Karena bisa berdampak secara psikologis tidak saja bagi anak, tapi juga bagi orang tua itu sendiri. Bagi anak, tentu mereka membutuhkan kasih sayang, perhatian, dekapan yang dapat memberikan ketenangan dan rasa nyaman yang itu hanya dapat ditemukan dari kedua orang tuanya. Interaksi dan komunikasi ini tentu akan berdampak positif bagi perkembangan psikologis anak. Demikian pula sebaliknya bagi orang tua. Mereka dapat bekerja dan beraktivitas dengan tenang tanpa terbebani dengan perasaan bersalah.
Ada banyak riset yang menelusuri hubungan interaksi antara orang tua terhadap anak. Di antaranya adalah sebuah studi di SDN Curug 05 Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor, dimana terdapat pengaruh yang signifikan antara perhatian orang tua terhadap hasil belajar siswa sebesar 20,25%. Riset yang lain ditemukan pada siswa kelas VI Sekolah Dasar (SD) Impres Malalayang II tahun ajaran 2017/2018 di Kota Manado bahwa perhatian orang tua memiliki pengaruh positif terhadap motivasi belajar dengan total sebesar 10.9%. (Selfie Dumanauw, 2017). Pengaruh positif ini bermakna bila orang tua memberikan perhatian yang besar pada anak untuk belajar maka motivasi belajar akan meningkat. Tak dapat disangkal lagi betapa interaksi dan perhatian orang tua sangat diperlukan dalam mendukung perkembangan fisik, emosi, sosial, intelektual, dan spiritual sejak anak dalam kandungan sampai dewasa.
Quality Time di hari libur
Tidak memiliki banyak waktu, bagi orang tua yang salah satu atau kedua-duanya bekerja dengan aktivitas yang sangat tinggi memang konsekuensi yang tidak dapat terhindarkan. Namun, bukan berarti pengasuhan anak ini menjadi tidak dapat dilakukan. Sebetulnya ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk menyiasati minimnya pertemuan dalam keluarga. Salah satu di antaranya dengan memanfaatkan momentum quality time. Bagaimanapun juga keharmonisan dan kehangatan dalam keluarga adalah hal yang mesti mendapatkan prioritas utama.
Meskipun dengan waktu yang sangat minim, maka memanfaatkan hari libur adalah hal yang paling menyenangkan. Misalnya di akhir pekan dapat dilakukan dengan dengan bersepeda bersama, liburan ke tempat-tempat wisata, atau sekedar membaca sekaligus berbelanja bersama di toko buku.
Dewasa ini kawasan Care Free Day (CFD) menjadi tempat alternatif bagi sebagian masyarakat untuk berkumpul bersama keluarga sambil berolahraga. Meskipun waktunya singkat, namun quality time diyakini mampu mengisi kekosongan waktu akibat minimnya intensitas pertemuan dalam keluarga. Quality time juga dapat menghangatkan kembali ruang keluarga yang sekaligus menebus hak-hak anak yang sempat hilang karena kesibukan orang tua. Momentum ini dapat dinikmati bersama keluarga untuk saling berbagi, bercerita, bermain bersama buah hati.
Manajemen Waktu
Orang tua yang bijaksana harus mampu menatakelola waktu dengan sebaik-sebaiknya. Ia paham saaat mana ia harus beraktivitas urusan pekerjaan, dan saat mana pula ia harus membagi waktu untuk keluarga. Waktu-waktu tersebut semestinya tidak boleh dicampuradukkan. Artinya urusan kantor sebisa mungkin tidak lagi dibawa ke dalam rumah tangga, sehingga saat ia berada dalam keluarga, mereka benar-benar menikmati kebersamaan dengan keluarga.
Saat makan malam juga dapat diisi dengan saling berinteraksi antara anggota keluarga. Demikian pula selepas sholat magrib dapat digunakan untuk berkomunikasi, dan mengerjakan PR bersama mereka. Karenanya, waktu tersebut adalah waktu yang paling tepat untuk menunaikan hak anak yang hilang. Mengajak buah hati bermain bersama. Bisa bermain petak umpet, bermain kuda-kudaan atau yang lainnya.
Jauhkan Sementara dari Gawai
Untuk lebih menjaga kualitas kehangatan dan keceriaan bersama buah hati, alangkah lebih baik untuk sementara waktu gawai dijauhkan dari jangkauan mereka. Sehingga momen tersebut hanya benar-benar dapat dinikmati tanpa harus terganggu dengan hal lain. Gawai hanya dapat digunakan apabila mereka sudah tidur.
Jika pun terpaksa harus menggunakannya karena alasan emergency¸sebaiknya digunakan di tempat lain dengan waktu yang tidak terlalu lama. Fokuslah bersama mereka, meskipun dengan waktu yang singkat namun sangat berkualitas agar hak-hak mereka yang sempat terabaikan untuk bermain bersama orang tua benar-benar dirasakan dan tidak lagi terampas akibat rutinitas pekerjaan kita.
Oleh : Irwan Samad
Penulis adalah Citizen Journalism dan Penggiat Pendidikan