ZONASULTRA.COM, KENDARI – Inflasi Sulawesi Tenggara (Sultra) tahun 2018 berada pada tingkat yang terjaga. Hingga November 2018, inflasi tercatat sebesar 2,95 persen year on year (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 3,23 persen (yoy). Dan selama tahun 2018 diperkirakan akan relatif stabil pada kisaran 2,7 persen – 3,1 persen (yoy).
Kepala Perwakilan (KPw) BI Sultra Minot Purwahono mengatakan, kondisi ini dipengaruhi oleh cuaca yang lebih kondusif dalam mendukung hasil produksi bahan makanan, perdagangan antar daerah yang lebih lancar dan upaya pengendalian inflasi oleh Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di tingkat provinsi, kabupaten dan kota.
Gerakan MAS KENDARI atau Masyarakat Kenali dan Sadar Inflasi pun cukup berhasil dalam mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pasokan sayur-sayuran dari luar daerah yang dijual di pasar.
“Alhamduliah dengan adanya gerakan ini, masyarakat tidak tergantung lagi sama sayur di pasar, hanya sesekali saja mereka ke sana,” kata Minot dalam acara pertemuan tahunan BI di Grand Claro Hotel Kendari, Selasa (18/12/2018).
Dengan pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi dan inflasi yang terjaga, stabilitas sistem keuangan di Sultra juga cenderung mengalami perbaikan.
Terjaganya stabilitas sistem keuangan didukung oleh kinerja perbankan yang meningkat. Dana Pihak Ketiga (DPK) dapat tumbuh sebesar 13,5 persen (yoy) dan kredit dapat tumbuh sebesar 10,5 persen (yoy).
Fungsi intermediasi dari perbankan juga menunjukkan proses perbaikan. Hal tersebut tercermin dengan terjaganya Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan III 2018 sebesar 116 persen. Selain itu, Non Performing Loan (NPL) pada triwulan III 2018 juga tercatat mengalami penurunan dengan capaian sebesar 2,42 persen dan merupakan capaian NPL terendah sejak tahun 2015.
Kegiatan perekonomian yang meningkat dan terjaganya stabilitas sistem keuangan pun didukung oleh sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar baik secara tunai maupun nontunai.
Aliran uang keluar dari BI sepanjang 2018 (cash outflow) tercatat sebesar Rp3,27 triliun sementara aliran uang masuk (cash inflow) tercatat sebesar Rp3,14 triliun. Sementara transaksi melalui Real Time Gross Settlement (RTGS) mencapai Rp3,78 triliun dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mencapai Rp6,93 triliun.
Minot mengakui, perkembangan positif dari perekonomian Sultra tersebut tidak lepas dari koordinasi dan upaya dari seluruh pihak terkait untuk memajukan daerah ini.
BI Sultra sebagai mitra strategis bagi seluruh stakeholders di daerah turut berupaya melakukan berbagai kegiatan untuk mendorong peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat
Upaya tersebut melalui pelaksanaan tugas pada bidang ekonomi dan keuangan, sistem pembayaran baik secara tunai maupun nontunai, pengembangan sektor riil dan UMKM, serta peningkatan akses keuangan masyarakat. Hal ini sesuai dengan visi Bank Indonesia yang baru, yaitu “Menjadi Bank Sentral yang Berkontribusi Nyata Terhadap Perekonomian Indonesia dan Terbaik Diantara Emerging Markets”
Di bidang ekonomi dan keuangan, BI secara rutin melakukan survei dan liaison kepada para pelaku usaha, instansi pemerintah, perbankan, dan masyarakat serta berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait permasalahan di bidang ekonomi dan keuangan regional untuk menghasilkan asesmen terhadap kondisi ekonomi dan keuangan daerah yang berkualitas.
Dalam melaksanakan pengendalian inflasi di daerah, Bank Indonesia senantiasa mendorong penguatan kelembagaan maupun koordinasi kegiatan TPID yang telah terbentuk di 17 kabupaten/kota.
Sinergi dengan Satgas Pangan juga senantiasa dilakukan untuk menjaga stabilitas harga di daerah. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dapat disinergikan dengan roadmap tersebut dalam mendukung pengendalian inflasi melalui program 4K. Program 4K adalah Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Produksi, dan Komunikasi Efektif
Di bidang sistem pembayaran tunai, BI senantiasa menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat melalui layanan di kantor BI dan kas keliling hingga daerah terpencil.
Selama tahun 2018, Bank Indonesia telah melakukan kas keliling sebanyak 59 kali. Kegiatan tersebut tidak terbatas di Kota Kendari saja, namun hingga pulau terluar, yaitu Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang tunai dengan memperhatikan kecukupan kuantitas, kualitas dan jenis pecahan, Bank Indonesia telah bekerjasama dengan Bank BRI dan Bank BNI di 3 daerah, yaitu Baubau, Kolaka dan Raha melalui kegiatan kas titipan.
Selain memastikan ketersediaan Uang Layak Edar di masyarakat, BI Sultra juga berupaya meningkatkan transaksi nontunai. Salah satunya melalui launching kartu berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan terlibat dalam penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kendari dan Baubau sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas penyaluran bantuan sosial secara tepat waktu dan tepat guna.
“Elektronifikasi keuangan juga gencar dilakukan sepanjang tahun 2018, antara lain e-parking di RSUD Kendari,” ujarnya.
Selain fokus pada bidang moneter dan sistem pembayaran, BI Sultra juga terlibat aktif dalam pengembangan sektor riil melalui pembinaan klaster UMKM. Pembinaan pada klaster tersebut dikelompokan menjadi 2, yaitu klaster ketahanan pangan dan klaster pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas unggulan daerah. Saat ini, Bank Indonesia memiliki 8 klaster yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara.
Pengembangan ekonomi syariah juga menjadi salah satu fokus BI sepanjang tahun 2018 melalui pelatihan pemberdayaan pada 26 Pontren yang dilanjutkan dengan pilot project di 2 pondok pesantren yaitu Pondok Pesantren Al Muhajirin di Konawe dan Pondok Pesantren Al Bukhori di Kolaka Timur.
Selain pengembangan usaha pondok pesantren, BI juga berkoordinasi dengan perbankan syariah, akademisi dan pelaku usaha membentuk Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Sultra. Pembentukan MES Sultra tersebut diharapkan mampu menjadi akselerator pengembangan perekonomian syariah di Bumi Anoa. (a)