Apa kabar para pemilih ?sudahkah anda menetapkan hati untuk memilih pada bulan april mendatang ?
Telah menjadi kententuan bahwa seorang warga Negara yang baik harus mengupayakan memilih sesuai harapan pribadi dan tentu saja berkaitan dengan cita – cita besar bangsa Indonesia dalam arti berpegang teguh pada amanat konstitusi negara.
Sejak runtuhnya rezim orde baru, masyarakat Indonesia dapat memilih pemimpinnya secara lansung tanpa perlu diwakili. Catatan sejarah sudah tiga kali bangsa Indonesia melaksanakan pemilihan lansung yang berjarak lima tahun sekali, demikian pun diikuti dengan tiga kemenangan pasangan calon presiden yakni diantaranya, pertama kali pada tahun 2004 kemenangan pasangan Susilo Bambang yudhoyono – Jusuf Kalla, kemudian pada tahun 2009 pasangan Susilo Bambang yudhoyono – Budiono, dan terakhir pada tahun 2014 pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla.
Berdasarkan jejak sejarah tersebut, maka sebagai pemilih barangkali sedang didera rasa jenuh ataupun gairah baru yang timbul dalam benak untuk menetapkan pilihan pada bulan april kedepan. Bagi team sukses, pendukung maupun simpatisan proses ini merupakan sirkus yang menantang adrenalin, sebab adu siasat maupun taktik praktisakan meguras energy bahkan sampai usainya pemilihan umum.Namun bagaimana dengan pemilih yang tidak terlibat didalam proses adu siasat tersebut ?
Focus opini ini ialah memberi gambaran mengenai kepekaan terhadap system politik yang sedang berjalan. satu pihak kita akan menyuarakan persepsi keberpihakan terhadap subyek tertentu dan dilain pihak berbenturan dengan realitas politik yang menolak permintaan umum karena kolonisasi kepentingan kelompok. Faktanya, seperti kasus korupsi BLBI yang sampai sekarang belum menemukan titik temu dan juga kasus warisan dari rezim orde baru. Poin fundamennya adalah tentang keadilan yang belum tuntas pasca meletusnya gelombang reformasi serta keberpihakan pemerintah kepada masyarakat pinggiran disegala aspek meskipun siklus kebijakan terus mengurai dari hulur sampai hilir.
Dalam empat bulan mendatang, utamanya para pemilih perlu menggali hingga mendata sedalam mungkin, bukan berdasarkan hasil riset para surveytor politik ataupun persepsi politisi, apalagi ditenggelamkanoleh euforia yang samar – samar dan kehilangan subtansi. Esensinya menyangkut pekerjaan rumah negara yang belum usai, antara lain menurunkan angka kemiskinan sampai pada taraf maksimal, memustukan kesenjangan social dan ketimpangan pendidikan diberbagai wilayah, meyelamatkan asset Negara, membangun ekonomi berbasis kerakyatan, menuntaskan kasus HAM masa lalu, dan sebagainya.
Pada intinya mewujudkan harapan kolektif bangsa Indonesia yang termaktub dalam pembukaan undang – undang dasar alinea ke empat ;
“Kemudian Daripada itu untuk membentuk satu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang – Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan Negara Rebublik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyarawatan/Perwakilan, serta dengan Mewujudkan suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. ”
Sumber : Buku Pedoman Resmi UUD 1945 & Perubahannya, Tahun 2014
Perhatikan tulisan yang terblok hitam, sungguh jelas tugas seorang Warga Negara tanpa memandang kapasitasnya sebagai apapun. Berkenaan amanat Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat dengan periodik lima tahun sekali, bahwa seorang warga Negara dalam kondisi apapun diwajibkan menjalankan perintah Pembukaan UUD 1945 termasuk dalam menentukan pilihannya pada pesta demokrasi mendatang.
Tentu secara inheren perlu pikiran yang mengakar atau akal kerja sehat yang mendalam,agar tidak keliru dalam mengambil kesimpulan sewaktu pencoblosan danakan berdampak pada sistem pemerintahan lima tahun kedepan, baik dan buruknya menjadi kosekwensi logis dari keputusan akhir saat di TPS. Sebagai rakyat kita sangat mengharapkan hasilnya dapat berdampak positif dalam segala aspek kehidupan bernegara dan berbangsa.
Olehnya penulis berupaya menguraikan letak kewarasan sebagai golongan pemilih cerdas yang tidak mempunyai keterkaitan visi dengan lembaga politik.
Pertama, Melakukan Eksperimen Singkat
Media meanstream kerap menyiarkan para pendukung dari keduabelah pihak, dengan kata lain narasumber merupakan peserta pemilu ( calon Legislatif ) dan juga stake holder yang menyelenggarkan Pemilu. Dari siaran tersebut, masyarakat mempunyai kesempatan memaknai visi besar para peserta pemilu. Sayangnya seringkali bersifat normatif, tidak menjelaskan se-eksplisit mungkin menyangkut poros utama dalam menentukan kebijakan kedepan ketika kelompok mereka terpilih untuk memimpin, perdebatannya pun terkesan berjalan kacau dan hambar.
Kendati demikian, itulah satu – satunya cara visual untuk menelaah konsepsi mereka secara utuh dilihat dari sisi argumentatif. Para pendebat berupaya untuk mengiring pandangan penonton agar dapat sepakat dengan nilai yang disampaikan, olehnya melalui kesempatan tersebut kita dapat menakar baik secara factual maupun value mana pendapat yang memperjuangkan amanat kontitusi Negara.
Penulusuran selanjutnya adalah dengan mencermati opini peserta pemilu yang ia ditulis sendiri di media online atau cetak yang mana bukan hasil liputan jurnalis. Peninjuan ini bertujuan agar kita dapat membedakan politisi yang mempunyai gagasan besar dan politisi yang hanya mencari kedudukan. Adapun conten tulisannya menyangkut perubahan sistem yang hendak ia perjuangkan. Karena melalui tulisannya pula kita mengetahui justifikasi mendasar mengapa ia terjun ke dunia politik sehingga dikemudian hari ia pantas menyandang status sebagai wakil rakyat dan memperoleh suara wakil Tuhan (suara Rakyat). Dilain pihak membaca synopsis dari si calon wakil rakyat agar kita mengetahui tingkat pemahamannya mengenai persoalan bangsa beserta bagaiamana cara mengentaskannya dan juga menjadi alat pengontrol saat merekamenjabat.
Kedua, Membentuk Aliansi Kecil
Teoritik dari berkembangnya alam literasi ialah, membaca, menulis, dan berdiskusi. Untuk itu bagian kedua ini senafas dengan tradisi literasi agar hendaknya membentuk lingkaran kecilterdiri dari kerabat dekat yang juga mempunyai kepedulian terhadap realitas politik dan amanat perjuangan kemerdekaan republik. Tidak perlu banyak – banyak, apalagi sampai mengklaim menjadi sebuah organisasi.Membangun dirkusus ilmiah yangberiklim santai, persis seperti budaya ngopi masyarakat Indonesia pada umumnya dan mengkedepankan penalaran kritis, bukan perbincangkan kusir yang tak mempunyai arah dan subtansi.
Melalui Basis dirkusus ilmiah kita akanmemperkaya referensi pada satu sisi, dapat mengenal para peserta pemilu lebih jauh, dan yang terpenting membedah visi – misi baik Pasangan calon presiden maupun caleg partai tertentu. karena metode dirkusus mengalamatkan untuk membandingkan tiap pikiran dan memproteksi implikasi dari visi – misi tersebut.
Dampaknya lainnya dari dirkusus, ialah terbentuknya unit diskusi yang mempunyai peluang berjalan dengan konsisten dan berkelanjutan. Factor penyebabnya, karena mitra diskursus kita merupakan orang yang terlampau sering bertemu, sehingga tak perlu membuat agenda resmi dan repot – repot dalam tataran teknis. lansung pada saripati issue dan terakhir jika berkenan membuat draf opini yang perlu disalurkan kepada masyarakat luas, entah mediumnya apa, barangkali sosmed atau media konvensional.
Pesan penulis jangan pernah menyelepehkan dirksusus yang bersifat Informal, menurut sejarah kejadian monumental di semua penjuru mata angin berasal dari forum diskusi informal. Peran besar terebut dapat dilihat dari kemenangan para pemimpin bangsa di beberapa Negara terlepas dari kontroversialnya dan juga dididik oleh forum berskala kecil.
Ketiga, Mengevaluasi Kesadaran Politik
beberapa ilmuan ternama dunia sangat mengapresiasi ajaran budha mengenai meditasi atau penyadaran diri sebagai penanaman moralitas mendalam dengan memutuskan hubungan nafsu yang bersifat duniawi. Tentu proses penyadaran diri disemua agama mengajarkannya dengan norma yang diberlakukan, dalam islam disebut tassawuf serta nasrani dilaksanakan oleh pendeta dan biarawati, dan agama lainnya tentu menghimbau umatnya untuk menjauhi nafsu yang memabokkan.
Nah sama halnya dengan kesadaran politik yang perlu dievaluasi terus – menerus. Dari kedua risalah diatas, merupakan proses membangun kesadaran politik secara cerdas, namun belum sama sekali menyentuh unsur nurani atau jiwa yang meneguhkan prinsip hidup. Sebagai makhluk sosial kita kerap melupakan nilai utama dalam kehidupan karena fantasi dunia yang dahsyat. Persis dengan realitas politik yang sedang meramaikan pemberitaan nasional, mungkin kita akan hanyut oleh pendapat keduabelah pihak team sukses sampai tidak ingin melihat dari persefektif berbeda, akibatnya terjadi pemadatan yang kontraproduktif dalam proses penalaran dikepala.
Maka dari itu evaluasi kesadaran politik perlu dilakukan dengan cara menyesuaikan antara kognitif dan intuitif sehingga perdebatan pun juga terjadi dalam internal diri dan pada kesimpulannya akan menjatuhkan pilihan yang murni serta layak diamanahkan untuk bekerja memakmurkan negeri. Implikasi kedepannya juga kita tidak dapat dibeli oleh amplop yang bergentanyangan pada subuh hari menjelang pemilu dan sesungguhnya memberantas money politik dimulai diri sendiri dengan tujuan membangun pemerintahan dan parlemen yang hanya focus kepada kesejahtraan rakyat, budaya koroptif diberantas secara radikal.
Singkat kata, percaturan politk bukan semata untuk memanangkan pasangan calon presiden maupun calon legistaif partai tertentu. Adalah melainkan proses kita sebagai masyarakat untuk memenangkan diri, visi serta tujuan kolektif demi menjamin berjalannya perintah yang menuruti pembukaan UUD 1945 atau dengan kata lain memenangkan konstitusi Negara. Semantara pasangan calon presiden dan calon legislatif partai tertentu merupakan representasi haluan perjuangan yang kita percayakan agar ia perjuangakan dalam sistem tata Negara. Penulis percaya dari ribuan orang yang mencalonkan diri, diantaranya pasti tersimpan individu yang mempunyai visi sosial dan pantas mendapatkan kepercayaan rakyat.
Terakhir penulis mengutip kalimat bapak pendiri bangsa yakni Dr. (HC). Drs. H. Muhammad Hatta atau lebih akrab kita menyebut Bung Hatta, Bahwa ;Kurang Cerdas Dapat Diperbaiki Dengan Belajar. Kurang Cakap Dapat Dihilangkan Dengan Pengalaman. Namun Tidak Jujur Itu Sulit Diperbaiki. Untuk itu memilihnya sesuai dengan nilai kejujuran, Kepantasan dan Kepatutan.
Oleh : Muhammad Zulkifli Mustafa
Penulis Adalah Youtuber (Akun Youtube ; Zulkifli Mustafa) dan Mahasiswa Fakultas Teknik UNISSULA, Semarang