ZONASULTRA.COM, KENDARI – Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yakni Eva Yustisiana dan Muftih menyampaikan tanggapan terhadap pembelaan terdakwa Bupati Buton Selatan (Busel) nonaktif Agus Feisal Hidayat, dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kendari, Senin (28/1/2019).
JPU KPK tersebut menolak seluruh pembelaan Agus Feisal Hidayat yang disampaikan pada sidang sebelumnya, Rabu (23/1/2019). Pembelaan atau pledoi Agus yang disampaikan sendiri dan kuasa hukum dianggap tak sesuai dengan fakta-fakta selama persidangan.
Dalam tanggapan itu, jaksa KPK tetap pada tuntutannya yakni Agus terbukti melakukan praktik suap dengan menerima uang fee proyek dari pengusaha Tony Kongres alias Achucu dan Simon Liong alias Chencen dengan total Rp 578 juta. Sehingga Agus dituntut 10 tahun penjara, dan pidana tambahan uang pengganti Rp 578 juta (subsider 2 tahun pidana).
Berita Terkait : Pledoi Agus Feisal, Minta Dilepaskan dari Tuntutan KPK
Eva mengatakan saksi-saksi persidangan menerangkan bahwa uang yang diberikan kepada Agus merupakan fee proyek. Berbeda dengan pembelaan Agus yang menyatakan bahwa uang yang diterimanya adalah uang pinjaman dari pengusaha Tony Kongres.
Dalil soal utang piutang dianggap sebagai alibi Agus Feisal untuk mengaburkan praktik suap dalam bentuk fee proyek di Buton Selatan. Apalagi, dalam persidangan yang menyatakan bahwa utang hanyalah Agus sedangkan saksi lainnya menyatakan bahwa itu adalah fee proyek.
“Saksi-saksi juga menerangkan bahwa uang itu adalah uang proyek bukan uang pinjaman seperti yang dikatakan oleh pembela baik penasihat hukum maupun terdakwa,” ujar Eva kepada zonasultra.id usai persidangan.
Soal uang yang dipinjam Agus kepada Tony hingga mencapai Rp 5 Miliar, Eva mengatakan ada ketidak sesuaian keterangan di persidangan. Dalam keterangan kuasa hukum bahwa uang itu dipinjam dari Bank oleh Tony Kongres kemudian dipinjamkan kepada Agus Faisal untuk keperluan maju Pilkada.
Namun demikian kata Eva, faktanya uang Rp 5 miliar itu diberikan pada 2017, setelah Agus Faisal memenangkan Pilkada atau sudah jadi bupati. Sehingga alasan peminjaman untuk biaya Pilkada tidak sesuai.
“Jadinya apakah ini ada tindak pidana lain, gitukan, sehingga perlu diselilidiki lebih lanjut lagi seandainya ada pidana lain karena tanggalnya tidak cocok (pengajuan pinjaman Agus). Tapi itu hanya untuk menangkis pledoi penasihat hukum yang tidak matching (sesuai) bukti yang dia ajukan,” ujar Eva.
Untuk diketahui, sebelumnya Agus didakwa dengan pasal pasal 12 Huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001. Atas dakwaan itu, Agus dituntut 10 tahun penjara.
Kemudian jaksa KPK juga memasukan dakwaan baru sesuai undang-undang itu, yakni pasal 17 dan 18 tentang uang pengganti. Olehnya dalam tuntutan itu jaksa juga memasukan tentang uang pengganti kerugian negara sesuai nominal suap (Rp 578 juta).