ZONASULTRA.COM, KENDARI – PT Virtue Dragon National Industry (VDNI) dituding melakukan diskriminasi terhadap upah para pekerjanya. Gaji pekerja dari dalam negeri tidak sebanding dengan gaji pekerja asing yang lebih besar.
Hal itu disuarakan oleh puluhan pekerja PT VDNI yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Buruh (Lembur). Mereka melakukan aksi demonstrasi di halaman kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (11/2/2019). Selain itu aksi juga dilakukan di DPRD Sultra.
Massa aksi mempersoalkan sistem pengupahan yang diterapkan oleh manajemen PT VDNI. Menurut mereka, apa yang dilakukan perusahaan yang beroperasi di Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe itu sangat merugikan pekerja dalam negeri.
“Gaji sopir angkutan berat untuk pekerja lokal hanya Rp 2,5 juta, sementara pekerja asing Rp 25 juta. Bobot kerja kami tidak sebanding dengan upah kerja. Kami bukan buruh toko, tapi buruh mekanikal,” ujar kordinator aksi Sugianto Fara.
Sugianto menyebut sistem perjanjian kontrak kerja yang diterapkan oleh PT VDNI merugikan pekerja. Mereka meminta sistem perjanjian kerja harus direvisi sesuai undang-undang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2013.
“Supaya dikemudian hari tidak ada lagi oknum yang memainkan sistem upah dan kesejahteraan pekerja yang itu sangat merugikan kami. Kami yakin, ada oknum yang memainkan sistem upah tersebut,” ujar Sugianto.
Pihaknya meminta dimediasi dalam sebuah hearing (rapat dengar pendapat) di Dewan Perwakilan Rakyat Sultra (DPRD) Provinsi Sultra, dengan menghadirkan pihak terkait seperti PT VDNI, Disnakertrans Sultra, Disnaker Kabupaten Konawe, Kantor Wilayah (Kanwil) Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kumham), Imigrasi Kelas IA Kendari, dan BPJS Ketenagakerjaan.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan Kesehatan Kerja Disnakertrans Provinsi Sultra, Makner Sinaga mengatakan akan menyampaikan persoalan itu ke pimpinannya.
“Kami sendiri dari pemerintah melakukan pengawasan terhadap norma, yaitu tidak boleh ada gaji dibawah upah minimum, sekarang upah minimum itu sekitar Rp 2,3 juta, mereka mengatakan Rp 2,5 juta, berarti sudah diatas upah minimum,” ujar Makner di kantornya.
Di lain pihak, Komisi IV DPRD Sultra berjanji akan menyelesaikan permasalahan yang dialami pekerja PT VDNI. Hal itu disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Sultra, Yaudu Salam Ajo ke perwakilan massa aksi Lembur Sultra.
“Kita akan memanggil PT VDNI, pihak terkait lain seperti Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sultra, Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kumham) Sultra, Imigrasi Kelas IA Kendari, Perusahaan Jamsostek, perwakilan pekerja,” ujar Yaudu Salam Ajo saat menerima aksi Lembur di DPRD Sultra, Senin (11/2/2019).
Lebih lanjut, politisi PKS ini mengatakan agenda hearing tersebut tinggal menunggu waktu yang tepat. Ia meminta diberi waktu hingga 18 Februari 2019 untuk melakukan hearing dengan para pihak terkait tersebut.
Ditempat yang sama anggota Komisi IV DPRD Provinsi Sultra Sudarmanto Saeka menuturkan, terkait masalah diskriminasi gaji antara pekerja dalam negeri dengan tenaga kerja asing (TKA), ia meminta agar pendemo menyertakan bukti dalam hal ini slip gaji.
“Saya minta bukti berupa slip gaji dan akan mengklarifikasi dengan pihak perusahaan. Perusahaan wajib hukumnya mengadakan serikat pekerja dan harus memasukan karyawannya Jamsostek karena ini menjadi hak karyawan,” tegas Sudarmanto.
General Manager (GM) PT VDNI Rudi Rusmadi saat dikonfirmasi pihak zonasultra melalui sambungan WhatsApp Mesengger sekitar pukul 13.45 wita, Senin (11/2/2019) belum memberikan komentar atau klarifikasi perihal kejadian tersebut. (A)