ZONASULTRA. COM, TIRAWUTA – Proyek pembangunan Bendungan Ladongi, Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) diduga menggunakan bahan material ilegal, khususnya tambang galian golongan C (batu gunung). Bendungan itu dikerjakan oleh PT Hutama Karya (HK) dan PT Bumi Karsa yang menjalin kerja sama operasional (KSO).
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Barisan Rakyat Anti Korupsi (BARAK) Sultra Cabang Kolaka Timur, Beltiar mengungkapkan sesuai investigasi lembaganya selama ini bahwa bahan material yang dimasukkan ke proyek bendungan berasal dari para penambang yang tidak memiliki izin lengkap. Misalnya izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), izin pengolahan/produksi, izin reklamasi serta izin usaha pertambangan (IUP).
Para penambang tersebut mengambil material ilegal dari 9 titik lokasi di Koltim. Tiga titik berada di Desa Putemata, tiga titik berada di Desa Woikondo (jalan produksi), dan tiga titik lagi berada di Desa Pangi-pangi.
“Sampai hari ini belum ada satu pun izin yang dikantongi penambang. Ini hasil investigasi kami dari salah satu penambang galian C yang berada di Kabupaten Koltim. Dan itu sudah berjalan selama dua tahun,” jelas Beltiar via telepon kepada Zonasultra.com, Kamis (14/2/2019).
Disamping tak mengantongi izin, Beltiar juga meragukan kualitas batu gunung yang disuplai ke lokasi proyek sebab tidak sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan dalam konstruksi proyek.
“Pengambilan material berupa batu gunung harus memenuhi uji material standarisasi. Yang jelas dalam kontrak waduk sendiri ada jarak kuari yang sudah ditetapkan oleh pihak balai. Saya khawatir ketahanan bangunan tidak akan lama sehingga akan menelan korban jiwa ke depan,” katanya.
Dia berharap, dinas terkait dan penegak hukum Kepolisian Daerah (Polda) Sultra bisa segera turun menertibkan dan memeriksa para penambang galian golongan C di Koltim yang tidak memiliki izin lengkap. “Kami juga akan segera menyurat ke Mabes (Markas Besar) Polri, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Mentri PU dan Mentri ESDM terkait masalah ini,” tegasnya.
Sementara itu, pihak PT Hutama Karya-Bumi Karsa melalui Health Safety Environment (HSE), Muhammad Ansar Baharuddin membatah bila perusahaan membeli material ilegal.
Menurutnya, material yang dibeli perusahaan telah dilengkapi izin atau dokumen oleh pihak penambang. “Ilegal bagaimana pak. Saya rasa tidak ilegal karena mereka punya izin. Ada lampiran dokumen-dokumen dari mereka, jadi saya rasa tidak ilegal. Kami sudah punya dokumen mereka untuk pengelolaannya. Izin eksplorasi sama IUP, ada tadi saya liat,” ucapnya, Kamis (14/2/2019).
Mengenai izin reklamasi, Ansar mempersilahkan berhubungan dengan penambang. Sebab dari pihak perusahaan hanya membeli batunya saja. “Saya tidak terlalu tahu dengan masalah izin reklamasi karena bukan bidang saya,” ujar Ansar.
Sekedar diketahui, Bendungan Ladongi dikerjakan oleh PT Hutama Karya (HK) dan PT Bumi Karsa, untuk tahun anggaran 2016-2020. Proyek tersebut mulai dikerjakan pada Januari 2017.
Nilai kontrak proyek tahap pertama sebesar Rp 844.175.085.000,- dengan sistem kontrak tahun jamak. Konsultan pengawas adalah PT Binatama Wirawredha-PT Arga Pasca Rencana (KSO), serta Konsultan perencana PT Wecon. Waktu pelaksanaannya 1.460 hari kalender. (A)
Kontributor : Samrul
Editor: Muhamad Taslim Dalma