Diduga Ada Indikasi Kongkalikong Material di Proyek Bendungan Ladongi

Diduga Ada Indikasi Kongkalikong Material di Proyek Bendungan Ladongi
LOKASI TAMBANG - Salah satu lokasi penambangan batu gunung yang ada di wilayah Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra) yang tidak memiliki izin produksi. Ironinya, meskipun tanpa dokumen lengkap pihak perusahaan PT Hutama Karya (HK) - Bumi Karsa KSO (Kerjasama Operasi) tetap melakukan pembelian material batu gunung ke penambang. (ISTIMEWA)

ZONASULTRA.COM, TIRAWUTA – Pernyataan atau yang digelontarkan oleh pihak PT Hutama Karya (HK) – Bumi Karsa KSO (Kerjasama Operasi) melalui Health Safety Environment (HSE), Muhammad Ansar Baharuddin bahwa dokumen para penambang lengkap justru dianggap tidak rasional.

Bahkan pernyataan tersebut terkesan ada permainan ‘kongkalikong’ dengan para penambang. Demikian disampaikan Ketua LSM Barisan Rakyat Anti Korupsi (BARAK) Sulawesi Tenggara (Sultra) Cabang Kolaka Timur (Koltim), Beltiar.

Menurut Ichy, sapaan akrab Beltiar, kalau pun para penambang mengantongi dokumen berupa Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tetapi itu tidak cukup untuk melakukan kegiatan produksi bahkan sampai pada tahap penjualan material ke perusahaan.

“IUP yang sekiranya ada sama para penambang hanya sebatas melakukan kegiatan penyelidikan umum kawasan penambangan, eksplorasi, dan studi kelayakan pertambangan bukan izin produksi,” tegas mantan Ketua Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Kabupaten Koltim tersebut kepada zonasultra.id, Jumat (15/2/2019).

(Baca Juga : Proyek Bendungan Ladongi Diduga Gunakan Material Ilegal)

Dikatakan, dalam Pasal 99 UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) bahwa setiap pemegang IUP dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) wajib menyerahkan rencana reklamasi, dan rencana pasca tambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.

Diduga Ada Indikasi Kongkalikong Material di Proyek Bendungan Ladongi“Pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan pasca tambang. Hal ini dicantumkan dalam perjanjian penggunaan tanah antara pemegang IUP atau IUPK dengan pemegang hak atas tanah. Pemegang wajib menyediakan dana jaminan reklamasi (jamrek) dan pasca tambang,”ujarnya.

Dijelaskan, selama para penambang di Koltim tidak mengajukan jaminan reklamasi dan memegang izin produksi maka para penambang tidak boleh melakukan kegiatan produksi ataupun penjualan material.

“Nah, yang terjadi disini (Koltim) adalah para penambang tidak mengantongi izin produksi tetapi menjual material kepada pihak perusahaan. Berarti ini kan ilegal. Kalau penambang melakukan kegiatan ilegal berarti perusahaan kan membeli material ilegal pula,”tandas Ichy.

Sementara HSE PT HK, Muhammad Ansar Baharuddin ketika dikonfirmasi via telepon, bersikukuh bahwa para penambang memiliki kelengkapan legalitas seperti izin produksi dan reklamasi.

“Kami dari pihak perusahaan sudah memegang izin dari pihak kuari (penambang). Kami sudah menyampaikan masalah pemberitaan ke pihak kuari bahwa bapak tidak ada izin, makanya pihak kuari agak keberatan. Bukti izinnya sudah kami pegang dari pihak penambang, kita lengkap semua kok,” sanggahnya.

Anshar mempertanyakan kepada Beltiar terkait investigasi yang dilakukannya sampai mengeluarkan pernyataan bahwa sembilan titik tidak memiliki izin.

Diduga Ada Indikasi Kongkalikong Material di Proyek Bendungan Ladongi

“Kami kan punya semua dokumennya. Kalau mau lebih jelasnya, pak Beltiar ketemu langsung sama pihak kuari. Karena agak bertentangan, dari investigasi pak Beltiar si pemilik tidak punya izin sementara kami memiliki dokumen-dokumen izin. Dari kami berbeda karena kami tanyakan juga pada pihak penambang dan mereka katakan punya izin. Jadi penambang mana yang dimaksud,” kata Ansar.

Disisi lain, pernyataan Muhammad Ansar berbeda dengan pernyataan dari pemilik CV Berkat Terang, salah seorang penambang di desa Putemata, Gunaryo. Ketika dikonfirmasi via telepon, Gunaryo mengakui kalau dirinya belum memiliki izin produksi sampai sekarang.

Dijelaskan Gunaryo, ia hanya memiliki izin eksplorasi, izin lingkungan UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).

“Justru itu yang saya kesalkan sampai sekarang tidak mau urus izin produksi. Kalau masalah jaminan reklamasi saya sudah bayar ke Pusat melalui link BPD. Ada semua nota-nota saya. Kenapa saya tidak mau lanjut sampai izin produksi karena banyak penambang liar dibiarkan sama pihak Pertambangan. Kalau begitu kan masa bodoh berarti. Urus izin produksi biaya besar. Sementara yang lain tidak pakai izin kok dibiarkan menambang. Jadi saya vakum,”ucapnya.

Sejak awal lanjut Gunaryo, dirinya sudah berupaya mengurus kelengkapan legalitas penambangan. Akan tetapi pihak pertambangan tidak menindaklanjuti.

“Saya tidak tahu kok tiba-tiba muncul penambang baru. Izinnya juga sampai dimana saya tidak tahu. Kalau saya yang ngomong nanti dikira cemburu sosial. Kalau mau dikasi clear, dikasi clear karena saya sudah melapor ke ombudsman juga tentang mekanisme izin kemarin. Sekarang begini saja, masing-masing kuari tunjukkan mereka apa dasarnya melakukan penambangan,”tukas Gunaryo.

Sekedar diketahui, pihak PT Hutama Karya-Bumi Karsa melalui Health Safety Environment (HSE), Muhammad Ansar Baharuddin pada Kamis (14/2/2019) membantah bila perusahaan membeli material ilegal. Menurutnya, material yang dibeli perusahaan telah dilengkapi izin atau dokumen oleh pihak penambang. (b)

 


Kontributor : Samrul
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini