Jerit Warga Wungguloko Koltim di Tengah Luapan Banjir

Jerit Warga Wungguloko Koltim di Tengah Luapan Banjir
BANJIR - Sudah 10 hari ini, banjir masih menggenangi pemukiman, perkebunan dan persawahan warga Desa Wungguloko, Kecamatan Ladongi, Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Banjir terjadi akibat jebolnya tanggul sungai Wungguloko. (Samrul/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, TIRAWUTA – Hujan yang mengguyur wilayah Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra) sejak awal Februari ini menyisakan duka tersendiri bagi warga dusun IV dan dusun V Desa Wungguloko, Kecamatan Ladongi, Kabupaten Kolaka Timur (Koltim).

Sudah sekitar 10 hari warga dua dusun itu masih menikmati genangan air banjir. Ratusan pemukiman dan lahan perkebunan maupun persawahan juga masih terendam. Setiap tahun dua dusun ini memang menjadi daerah langganan banjir bercampur lumpur, akibat luapan Sungai Wungguloko, tembusan Taman Rawa Aopa.

Banjir terparah terjadi di dusun V. Sedikitnya ada 20 Kepala Keluarga (KK) terpaksa harus mengungsi ke dusun IV. Itu dilakukan menyusul ketinggian air hingga mencapai dada orang dewasa.

Warga mengungsi lantaran jembatan kayu sebagai akses menuju dusun IV sudah lenyap dibawa arus banjir beberapa waktu lalu. Jembatan kayu sepanjang 50 meter itu dibangun dengan swadaya masyarakat.

“Kami terpaksa mengungsi karena air masih tinggi. Baru jembatan kayu sudah tidak ada juga. Apalagi kami punya anak sekolah. Bagaimana kalau mereka mau ke sekolah sementara jembatan sudah tidak ada. Kami takut kalau tinggal di sana (dusun V),” kata Hayani (38), warga dusun V kepada Zonasultra, Selasa (19/2/2019).

Menurut ibu tiga anak ini, ketika banjir datang, ia bersama suami dan anaknya terpaksa menyeberang ke lokasi pengungsian menggunakan jembatan drum rakitan (darurat) yang dibantu dengan tali.

Jerit Warga Wungguloko Koltim di Tengah Luapan Banjir

“Kita hindari banjir tak tahunya kita juga mengungsi di daerah banjir (dusun IV). Tapi lumayan, anak-anak sudah tidak jauh ke sekolah. Seandainya masih di dusun V, tidak tau bagaimana,” ucapnya.

Duka warga dusun V memang begitu mengiris. Setiap tahun, warga harus berurusan dengan banjir. Hayani sudah 14 tahun tinggal di dusun V. Setiap banjir datang mereka terpaksa harus mengungsi. Namun keluarga ini tetap bertahan karena tak ada pilihan lain.

Luapan jerit bercampur harapan juga diutarakan Darmawati (46). Wanita yang bermukim di dusun V sejak 2012 lalu mengungkapkan, banjir kali ini membuat dua hektar tanaman jagungnya terendam.

Ia pun masih enggan kembali ke dusun V karena dipastikan akan kesulitan mendapatkan air bersih. Sebab, pascabanjir, air di dusun tersebut bercampur lumpur. Wanita ini hanya bisa berharap agar pemerintah memperhatikan rakyatnya.

Wanita yang dikaruniai 7 anak itu menyebutkan, banjir yang terjadi saat ini baru sebatas permulaan. “Ini baru ekstranya pak. Tunggu lagi nanti di bulan 6 (Juni) itu baru aslinya. Kalau tahun lalu, banjirnya parah juga. Saya sampai mau menangis karena tidak bisa pergi ke pasar. Kita mau lewat di mana, nah air tinggi sekali,” ungkapnya.

Warga dusun IV, Dg Masua (51), saat ditemui mengatakan, banjir kali ini sedikit berbeda dengan banjir sebelumnya. “Habis turun sedikit, banjir naik lagi. Asal hujan biar sedikit banjir lagi,” bebernya.

Tanggul Sungai Jadi Sumber Petaka

Banjir berkepanjangan yang dialami warga Desa Wungguloko itu disebabkan oleh luapan air lantaran tanggul sungai Wungguloko jebol. Ironinya, jebolnya tanggul sungai itu sudah lama terjadi. Dan seperti terabaikan dari perhatian para pencetus kebijakan.

Dg Masua
Dg Masua

Dg Masua, salah satu warga yang pemukimannya paling dekat dengan bantaran sungai. Jaraknya kurang lebih 250 meter saja. Dia mendiami lokasi itu sudah 15 tahun lamanya. Sepengetahuannya, tanggul sungai jebol sejak 3 tahun lalu. Panjang jebol sampai 7 meter.

Selain tanggul jebol, banjir juga disebabkan pendangkalan sungai serta banyaknya tumpukan kayu dan sampah yang menyumbat di ujung sungai.

“Saya juga pernah memeriksa ujung sungai memang sangat dangkal. Sekitar satu kilometer buntu. Mana lagi banyak kayu-kayu,” sebut Dg Masua.

Pria dengan anak 7 ini sebetulnya sudah lelah dengan peristiwa banjir. Terlalu banyak derita yang dialaminya dan warga lainnya tatkala banjir datang. Tahun lalu air sungai bahkan meluap sampai empat kali. Saat itu bertepatan dengan bulan puasa, sehingga warga salat tarawih menggunakan perahu.

Dg Masua membeberkan dirinya sudah berkali-kali menyampaikan persoalan banjir pada pemerintah desa maupun pemerintah kecamatan. Setiap ada rapat ia selalu mengusulkan agar tanggul diperbaiki, namun tetap tak ada reaksi. “Waktu banjir tahun lalu pak camat sempat turun. Tapi dia hanya menyaksikan saja. Tidak ada solusi sampai sekarang,” ujarnya.

Jerit Warga Wungguloko Koltim di Tengah Luapan Banjir

Jalan swadaya guna mensterilkan kondisi sungai teramat berat dilakukan. Itu karena penghasilan warga yang tidak menentu. Dg Masua pun tetap berharap agar pemerintah mau memperbaiki tanggul dan mengerok wilayah sungai yang dangkal dengan alat berat sehingga rumah dan tanaman warga tidak kebanjiran lagi.

Kepala Desa (Kades) Wungguloko, Lapati yang ditemui di lokasi banjir, Selasa (19/2/2019) mengaku telah melakukan koordinasi dengan Camat Ladongi terkait masalah yang dihadapi warganya.

Lapati menyebutkan, banjir memang sudah menjadi langganan warganya setiap tahun. “Sebelum jadi kades sungai sudah banjir. Memang tanggulnya jebol. Dan tidak ada saluran pembuangan. Jadi begitu banjir datang maka pasti meluap ke rumah warga,” tukasnya.

Lapati mengaku tidak bisa mengagendakan dana desa ke masalah ini sebab Sungai Wungguloko masih masuk dalam tanah kawasan. “Saya akan mencoba membicarakan hal ini dengan warga dan pemerintah daerah untuk mencari solusinya karena kasian juga warga tiap tahun kebanjiran,” ungkapnya. (SF/*)

 


Kontributor: Samrul
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini