ZONASULTRA.COM, RAHA – Kopi dan politik pekan ini mulai seirama bagi penikmatnya. Menjadi teman mesra mereka yang asyik berbincang soal situasi politik, apalagi jelang hitung mundur pesta demokrasi yang menyita perhatian jutaan warga Indonesia.
Dua pekan jelang hari H pemilihan umum (pemilu) 17 April 2019, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) sudah menyiapkan segudang ‘amunisi’ untuk menyongsong suksesi pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Di salah satu studio kopi di bilangan Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Katobu, yang belum lama ini dikenalkan kepada para penikmat kopi di Muna, menjadi wahana bagi KPU menyusun strategi mensukseskan pemilu tahun ini melalui bingkai coffee morning.
Sejumlah pihak yang terlibat ikut ambil bagian memberikan sumbangsih ide dan gagasan. Mulai dari aparat kepolisian, TNI, kejaksaan, tokoh politik, tokoh pemuda, tokoh agama, sejumlah organisasi, bahkan tak ketinggalan para jurnalis yang mengabadikannya lewat berita.
Semua kalangan duduk bersama membahas suksesi pemilu 2019 sambil menyeruput hangatnya kopi.
Dua pekan lagi, geliat suhu politik di daerah yang dijuluki ‘sarang politiknya Sultra’ ini, mulai ramai lancar. Tarung ide dan gagasan sejumlah elit politik demi meraup suara, mulai tersaji di sejumlah panggung.
(Baca Juga : KPU Sultra Gelar Sosialisasi Pemilu di Daerah Rawan Konflik)
Tak ayal, bayang-bayang konflik yang tersaji di Pemilihan Bupati (Pilbup) Muna 2015 lalu pun menjadi perhatian KPUD dan pihak kepolisian. Apalagi keresahan sejumlah pihak soal dugaan masifnya politik transaksional yang kian variatif.
Tak hanya itu, pemilih tambahan dan aturan baru soal pemilih khusus yang bisa nyoblos sehari jelang hari H, bahkan kesiapan logistik yang hingga saat ini masih mengalami kekurangan semua dibahas di forum.
Salah satu politisi PDIP Akhirullah mengeluhkan daftar pemilih tetap (DPT) di RSUD Muna dan di Rutan Muna yang berpotensi bermasalah. Kondisi mereka sebagai petugas kesehatan yang harus menjaga pasien, bahkan status kependudukan para narapidana (napi) di rutan banyak tidak valid.
“Masalahnya kalau saat pencoblosan mereka harusnya berada di TPS namun jika ada tugas menjaga pasien, mereka pasti tidak mencoblos. Itu berlaku juga untuk para napi yang didominasi belum terdaftar sebagai DPT,” ujarnya.
Ketua KNPI Muna Laode Andi Murad juga mengurai potensi golongan putih (golput) bagi pemilih lanjut usia dan pemilih pemula. Pria yang juga maju sebagai calon anggota legislatif ini mengaku mendapat keluhan dari sejumlah pemilih lansia di Muna yang kesulitan mencoblos dengan model serta jenis surat suara yang ada.
“Ada studi kasus yang saya temui di lapangan. Dengan banyaknya lembar surat suara mereka kesulitan mengidentifikasi bakal calon yang akan dicoblos. Beda dengan tahun lalu. Kebanyakan yang saya temui mereka yang sudah lanjut usia. Mohon ini menjadi perhatian dari penyelenggara untuk intens melakukan sosialisasi,” ujarnya.
(Baca Juga : Ketua KPU Muna Sebut 70 Juta Surat Suara dari China Hoaks dan Menyesatkan)
Pengakuan mengejutkan datang dari salah kalangan tokoh adat di Muna. Ia mengaku disodorkan uang mulai Rp300 ribu hingga Rp500 ribu per orang oleh sejumlah caleg di Muna jika dia dan keluarganya memilih caleg tersebut.
“Ada yang mau berikan saya uang Rp500 ribu. Mereka datang di rumah saya sekitar tiga caleg. Mereka minta dipilih dan akan memberikan uang, tapi itu saya tolak,” aku AS Hamudin F, Sekretaris Lembaga Adat Muna.
Pria yang pernah menjabat anggota parpol ini mengaku politik uang atau yang dikenal money politik tersebut sudah mewabah di wilayahnya.
“Cara mereka halus, dia datang siang. Agar tidak dicurigai, kalau malam kan pasti diikuti orang dan nanti ditangkap basah,” jelasnya.
Soal potensi kerawanan pemilu, tantangan juga dihadapi aparat kepolisian. Apalagi belajar dari pilkada 2015 yang sarat akan ketegangan.
Kasat Intelkam Polres Muna Iptu Kaharudin Kaendo pun merunut potensi kerawanan jelang pemilu tahun ini.
Menurut Kaharudin, usai pemilihan gubernur (Pilgub) 2018, kategori di Muna cukup kondusif. Dari pemetaan yang dilakukan tahun ini, tidak ada kategori sangat rawan.
“Pemilu kali ini tidak ada kategori sangat rawan. Mudah-mudahan semua lancar agar tercipta pemilu sejuk,” jelasnya.
Namun pemicu konflik itu terjadi pada mereka yang pindah memilih. Mereka akan kehilangan hak memilih.
Menurut Kaharudin, akan ada komplain di masyarakat jika ada warga baru tiba-tiba datang memilih di TPS mereka. Ini akan ada protes bahkan konflik bisa saja terjadi jika tak segera ditangani.
Sama halnya soal suket yang pernah menjadi biang PSU pilkada 2015 lalu. “Ini perlu diantisipasi jangan sampai ada mobilisasi soal kepemilikan suket. Kita harus mengantisipasi kesalahan seperti yang terjadi pada saat Pilbup 2015 lalu,” harapnya.
Namun yang paling menentukan semua itu bagaimana sebenarnya kesiapan penyelenggara pemilu.
KPUD Siap Selenggarakan Pemilu
Secara umum KPUD Muna menegaskan pihaknya sudah siap menyelenggarakan pesta demokrasi Pemilu 2019 secara langsung umum bebas rahasia (luber).
Ketua KPUD Muna Kubais optimis dengan 6764 personel yang ada mulai dari tingkat atas hingga tingkat bawah, pesta demokrasi bakal berjalan lancar.
Meski begitu, ada beberapa kendala yang dihadapi KPU yakni uji UU PKPU Pemilu soal DPTb di Mahkamah Konstitusi (MK). Jika dikabulkan, maka potensi pemilih tambahan hingga berkurang sangat besar.
“Kalau tahun lalu pakai aturan DPPH. Pemilih pindahan bisa memilih sehari jelang pencoblosan. Tahun ini 30 hari sebelum pencoblosan, pendaftaran DPTb sudah tutup. Makanya sekarang lagi dijudical review soal aturan DPTb itu,” urainya.
Di Muna jumlah DPTb masuk sebanyak 465 orang, rinciannya laki-laki 315 orang dan perempuan 150 orang. Sedangkan pemilih keluar sebanyak 618 dengan rincian laki-laki 375 pemilih dan perempuan 243 pemilih.
Surat suara rusak didominasi dari DPD RI 9757 lembar dan 94 lembar dari DPR RI, DPRD kabupaten dan provinsi utuh. Sementara surat suara capres pihaknya belum mengumumkan dengan alasan yang tak jelas.
Komisioner KPUD Muna Bidang Divisi Program dan Data Juliana Rita juga menegaskan dengan jumlah personel yang memadai pihaknya telah siap menyelenggarakan Pemilu tahun ini.
Hal itu didukung dengan kesiapan personel KPU di lapangan. Semua kekurangan terus akan diperbaiki hingga jelang hari H. Saar ini KPU Muna masih kekurangan formulir C dan C-1 berhologram.
Menurut Juliana soal pemilih di RSUD, rutan dan korban bencana alam, KPU tidak bisa jamin.
“Mereka belum memiliki status kependudukan. Bahkan mereka tidak memberi identitas valid di rutan. Mereka cuma memberi nama inisial saja,” keluhnya.
Maka upaya yang dilakukan KPU berkoordinasi dengan PPS guna mengidentifikasi di setiap daerah untuk mendata warga setempat yang ditahan di rutan.
“Saat ini di rutan hanya sekitar 40 orang yang sudah terdaftar di DPT. Kami tidak bisa masukan mereka di DPT apalagi ajak mereka lakukan perekaman KTP di capil. Mereka kan tahanan,” ungkapnya.
Kesulitan Mencoblos
Komisioner KPUD Muna Koordinator Divisi Partisipasi dan Sosialisasi Masyarakat, Nggasri Faeda juga tak menampik soal pemilih lanjut usia yang mengaku kesulitan mencoblos.
Diakuinya masih banyak pemilih, khususnya yang sudah berusia lanjut kesulitan menyalurkan hak suaranya. Hampir semua mereka tuna aksara atau tak bisa baca tulis.
Mereka bahkan tidak tahu penyebutan angka satu. Ditambah banyaknya pilihan warna dari surat suara yang tersedia. Maka langkah sederhana yang mesti disosialisikan kepada mereka dengan penggunaan bahasa daerah.
“Tapi coba sampaikan kepada mereka bahasa daerah pasti mereka paham dan tahu angka satu,” cetusnya.
Seperti yang terjadi di UPT Kotano Wuna Kecamatan Tongkuno. Pendidikan masyarakat di sana hampir semua hanya tamatan SD, bahkan ada yang tidak pernah mengeyam pendidikan.
Melalui tim relawan demokrasi (relasi) pihaknya sudah melakukan sosialisasi tata cara pencoblosan bagi segmen lansia. (SF/*)