ZONASULTRA.COM, KENDARI – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Penguatan Peran Masyarakat (Prankat) Sulawesi Tenggara (Sultra) menilai hasil survei Parameter Strategi Indonesia (PSI) menyesatkan dan tidak kredibel. Lembaga survei PSI mensurvei elektabilitas (tingkat keterpilihan) Pemilu 2019, khususnya elektabilitas calon legislatif (caleg) DPRD Sultra.
Ketua Prangkat Sultra Dahris Al Djuddawie mengatakan PSI sudah membuat opini yang berlebihan, subjektif dan menjadi alat politik caleg tertentu dalam kontestasi Pilcaleg DPRD Sultra 2019. Karena ini menyangkut penyesatan opini, maka Prangkat Sultra berkewajiban untuk menyikapi hasil survei tersebut agar publik Kota Kendari tidak terkecoh dengan tingkah lembaga survei yang berwajah akademik tapi sarat kepentingan politik yang mengabaikan prinsip-prinsip metodologi riset yang akuntabel.
Lebih lanjut, Dahris mengatakan awalnya ia tidak pernah mengenal ada lembaga survei yang bernama Parameter Strategis Indonesia (PSI) itu. Selain namanya masih asing dalam panggung riset politik di Indonesia, profil lembaga PSI pun cenderung tertutup dan tidak terpublikasi secara terbuka.
“Kita tidak tahu siapa pendirinya, tahun berapa berdirinya, para penelitinya yang kompeten sehingga rekam jejaknya diragukan. Mungkin ini lembaga musiman yang memang hadir untuk menjadi lembaga penyalur bagi siapa yang memakainya. Coba search di internet, tidak jelas profil lembaga survei ini,” ujar Dahris di salah satu Warung Kopi Kendari, Sabtu (6/4/2019).
Berdasarkan data yang ditemukan Prangkat Sultra, salah satu aspek yang bisa dikonfirmasi tentang PSI adalah keterlibatannya dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun 2018 silam. Pada Pilgub Sulsel, PSI mengeluarkan rilis hasil survei yang semuanya meleset dari real count (perhitungan semua suara TPS) dengan data yang sangat mencolok.
“Misalnya data PSI untuk pasangan Prof. Andalan adalah 29,8 persen namun fakta real countnya adalah 43,87 persen. Sebuah angka yang tentunya jauh dalam membuat perkiraan ilmiah. Karena itu, saya tentunya meragukan kredibilitas lembaga ini karena jam terbangnya masih berbau kencur dan prediksinya cenderung tidak tepat dalam batas-batas toleransi metode ilmiah,” tutur Dahris.
Berita Terkait : Cari hasil su Hasil Survei, AJP Menang di Kendari
Selain itu, Dahris juga menyebut PSI juga tidak tercatat sebagai anggota Persatuan Survei Opini Publik Indonesia (PERSEPI). Dari 29 anggota lembaga Survei yang bergabung dalam PERSEPI, PSI tidak tercatat di dalamnya. Padahal dalam Persepi itu, ada lembaga survei lokal yang tercatat seperti The Haluoleo Institute (Sultra), CRC (Sulsel), Losta Institute (Yogyakarta) dan LKPI (Sumsel).
Terkait dengan hasil survei yang dilakukan di Sultra, Dahris mengingatkan kepada PSI untuk tidak merusak nama baik lembaga survei dan tidak menjadi alat politik yang berlebihan. Kata Dahris, PSI harus menjelaskan pengambilan sampelnya secara ilmiah, khususnya multistage random sampling yang digunakan tentang sejauh mana sampel acak bertingkat itu diterapkan pada unit-unit populasi yang homogen.
Dahris mengamati riset PSI dilakukan dengan dua subjek sekaligus yaitu tentang Capres dan tentang caleg DPRD Sultra di Kota Kendari pada waktu dan tanggal yang sama yakni 20-30 Maret 2019 dengan area 10 Kecamatan dan 64 kelurahan serta 440 responden.
“Coba bayangkan tim surveinya membawa dua daftar pertanyaan yang berbeda, sekali jalan dua substansi terlampui. Hal ini juga harus dijelaskan kepada publik yang tidak hanya pada hasil-hasil akhirnya agar publik mengetahui kredibilitas lembaga ini,” papar Dahris.
Selain itu, Dahris menilai perwakilan PSI dalam rilisnya cenderung mengomentari pribadi-pribadi yang secara tekstur kalimatnya dapat dikatakan sebagai tim sukses dengan membangun opini tentang prototype (bentuk dasar) caleg “new comer” atau pendatang baru yang berhadap-hadapan dengan caleg “incumbent” atau pemain lama.
“Padahal caleg new comer yang didewakan belum memiliki investasi politik sama sekali di daerah ini, terkecuali provokasi yang tidak membangun. Harusnya PSI melalukan riset di DPRD Provinsi jika ingin mengetahui sejauh mana peran politik incumbent itu di daerah ini, ketimbang membuat statemen yang akan dicibir oleh publik,” ujar Dahris, yang juga merupakan Staf Ahli di DPRD Sultra.
Prangkat Sultra merupakan LSM yang berdiri sejak tahun 2001. Dalam menjalankan pergerakannya, Prangkat pernah bergabung dengan Pro Demokrasi (ProDEM). LSM Prangkat biasa melakukan pengkajian di bidang sosial politik, dan kebijakan-kebijakan strategis di tingkat lokal.
Sebelumnya, PSI merilis hasil survei pasangan calon presiden dan caleg DPRD Provinsi Sultra. Khusus caleg DPRD Sultra, Hasilnya, Caleg yang diusung Partai Golongan Karya (Golkar) Aksan Jaya Putra (AJP) unggul 8,2 persen. Berturut- turut Iqbal Abdullah Bafadal 4,4 persen, Sudarmanto Saeka 4,2 persen, La Ode Umar Bonte 3,8 persen, Abdurrahman Saleh 2,8 persen. Muhammad Nasir Andi Baso 2,4 persen.
Kemudian, Hasan Basri Usman 2,0 persen, Ahmad Rivai Budiman 2,0 persen, La Ode Aca 1,6 persen, Suri Syariah Mahmud 1,2 persen, Sulkhani 1,2 persen, Asrum Tombili 1,2 persen, caleg lain 10,5 persen, hanya memilih partai 27,0 persen dan tidak memilih siapapun 27,3 persen.
Menajer PSI menjelaskan, AJP unggul dipengaruhi karena dua hal, yakni karena personaliti dan kemampuan. Secara personal AJP merakyat, dekat dengan masyarakat. Dan secara kemampuan dia punya komunikasi yang baik dan latar belakang pendidikan.
“AJP unggul karena faktor mesin-mesin partai yang aktif melakukan sosialisasi. Lalu faktor keterkenalan dan kedekatan figur AJP ikut turun ke masyarakat, sehingga responden menentukan pilihan kepada Caleg Golkar ini,” papar Basri Kajang di Hotel Horison, Kamis (4/4/2019).