Economic Reposition Rights dan Perempuan dalam Rumah Tangga

Oleh Evi S. Moehiddin
Oleh Evi S. Moehiddin

Mendorong isu mutakhir tentang keperempuanan adalah hal yang tidak ada habisnya dan juga bukan perkara mudah. Itu juga menjadi sebab perempuan sebagai makhluk terunik dan terpenting di jagat raya. Silakan saja tidak setuju, tetapi saya yakin dan percaya bahwa sebagian besar insan yang berdiam di planet ini, akan mengalami stagnasi dan atropi lahir-batin tanpa makhluk yang sungguh luar biasa ini.

Ekonomi memandang perempuan sebagai modal seperti ekonomi memandang laki-laki. Tetapi sesungguhnya ekonomi sendiri belum melihat lebih jauh kontribusi yang dimilki perempuan, dan sekaligus tidak dimiliki laki-laki. Saya mengerucutkanya dalam bentuk hard skill dan soft skill yang dimiliki perempuan sejak aqil-balik dan berumah tangga

Perempuan dalam Rumah

Sejak terlahir, perempuan sudah dibebani banyak harapan sekaligus kekhawatiran. Harapan mengangkat derajat keluarga dengan menikahi pria yang tepat dan memberikan keturunan yang membanggakan. Harapan ini juga sekaligus kekhawatiran pada sisi yang berlawanan. Sangat jarang diketahui bahwa ini sekaligus beban menjadi seorang perempuan hingga terkuak di masa-masa sulit pertumbuhan dan perkembangan hidupnya.

Dibanyak kultur dan juga keyakinan yang diterapkan secara pragmatis serta lacur menjadi pandangan sosial sebagai tolok ukur; perempuan tidak diutamakan untuk berpendidikan tinggi dan diberi kebebasan berfikir, bahkan tidak jarang perempuan mendapat perlakuan represif dalam mendapatkan pengajaran. Dapat membaca dan berhitung, mampu bertatakrama yang baik, pandai memasak dan merapikan rumah, sudah dianggap cukup sebagai modal untuk tujuan akhir yaitu mendapatkan suami dan hidup yang layak. Dalam hal ini—secara ekonomi dalam rumah—perempuan dianggap modal dengan hard skill.

Perempuan dalam Rumah Tangga

Saat berumah tangga pun, ekonomi melihat posisi perempuan masih sebagai modal dengan hard skill, yaitu; perempuan yang bekerja dan memiliki penghasilan tetap maupun tidak tetap. Ekonomi menghitungnya sebagai tambahan modal dalam Ekonomi Rumah Tangga.

Peranan perempuan dalam mengelola rumah tangga, seperti menyiapkan kebutuhan makanan keluarga, berpakaian yang bersih, rumah dan lingkungan rumah yang nyaman, pendidikan budi pekerti anak, dan menghadirkan rumah yang penuh cinta kasih tidak dianggap sebagai modal dalam Ekonomi Rumah Tangga. Belum tersedia pilihan dan besarannya dalam rumus Ekonomi Rumah Tangga.

Perempuan dan Economic Reposition Rights

Sungguh kontradiktif bahwa biaya-biaya untuk pengasuh anak, mobilisasi (antar-jemput) ke sekolah, tukang kebun, asisten rumah tangga, penatu, tukang masak, guru privat, guru mengaji; dianggap sebagai komponen pengeluaran dalam rumah tangga. Sementara itu, ekonomi tidak pernah menghitung bahwa semua aktifitas ini dikerjakan seorang perempuan di dalam rumah tangganya.

Telah terjadi ketidakadilan perlakuan (false position) dalam menghitung nilai ekonomi terhadap aktivitas perempuan dalam rumah tangga. Dimana hasil, dampak, manfaat, dan akibat telah diperoleh dan dirasakan oleh semua anggota keluarga dan lingkungan sekitar, tetapi tidak dapat dihargai sebagai sebuah kontribusi dalam perhitungan ekonomi. Sementara bila dikerjakan oleh pihak lain, ekonomi menghitungnya sebagai pengeluaran rumah tangga.

Dari dasar pemahaman itu kita perlu meluruskan kembali beberapa hal terkait hak-hak posisi perempuan dalam ekonomi (Economic Reposition Rights): 1) Pekerjaan Menata Laksana Rumah Tangga bukan semata-mata kewajiban isteri, ibu, dan perempuan dalam rumah tangga, tetapi lebih penting untuk dianggap sebagai kontribusi yang bernilai ekonomi; 2) Keterampilan ini yang kemudian dapat dinyatakan dalam hard skill tidak akan terwujud tanpa kehadiran soft skill yaitu pemahaman akan tugas, tanggung jawab, dan hak perempuan dalam rumah tangga, berikut target, keinginan, dan cita-citanya untuk menjadi perempuan yang berhasil dalam menjalankan perannya tersebut; 3) Penghargaan selayaknya dapat diberikan kepada perempuan yang mengabdikan seluruh hidupnya kepada rumah tangga dan keluarganya. Pengabdi seperti ini kadang lahir tidak dari institusi yang besar, tinggi dan mahal. Dengan modal hard skill yang terbatas tetapi memiliki soft skill yang kuat, maka hasil yang diperoleh akan sesuai dan bahkan melampaui ekspektasi ekonomi.

Ekonomi harus mengubah paradigma dengan menghitung semua kontribusi perempuan, selayaknya menghitung penghasilan terhadap pekerjaan rumah tangga yang dapat digantikan dengan tenaga orang lain ataupun mesin. Bukan hal yang tidak mungkin, laki-laki  harus menyerahkan sebagian penghasilannya kepada isteri atas kontribusinya, di luar kewajibannya memberi nafkah lahir-batin kepada isteri dan anggota keluarganya yang lain.

Tetapi, banyak perempuan yang sudah merasa cukup dengan seikat mawar, hadiah kecil yang berkesan, dan makan malam yang romantis sebagai “reward” dari apa yang telah dia lakukan. Sekali lagi, perempuan memang makhluk unik, penting, dan luar biasa. (*)

 

Oleh Evi S. Moehiddin
Penulis Merupakan Pemerhati Perempuan dan Sosial

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini