Jelajah Muara Lanowulu, Surga Bagi Burung Air

Muara Lanowulu
Muara Lanowulu

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Pagi itu cuaca tidak begitu terik. Waktu yang tepat untuk menelusuri salah satu keindahan alam yang terletak di selatan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra). Tempat itu bernama Muara Lanowulu, ekosistem yang masih sangat alami.

Cukup merogoh kocek Rp200 ribu, kami sudah bisa menyewa satu unit kapal bermuatan 7-10 orang untuk mengantarkan kami ke Muara Lanowulu. Pihak TNRAW menyediakan setidaknya dua unit kapal yang bisa digunakan pengunjung.

Saat tiba di dermaga, tak begitu jauh dari Balai TNRAW, kami disambut hutan mangrove yang masih sangat alami. Suara khas mesin perahu sudah berbunyi. Tandanya, perahu dengan ukuran sedang itu sudah siap mengantarkan kami menelusuri Muara Lanowulu.

Sepanjang perjalanan menuju Muara Lanowulu, kita akan disajikan panorama indah hutan mangrove. Kita juga bisa mengenali beberapa keanekaragaman hayati, mulai dari jenis Rhyzophora (mangrove), pohon tangir, serta beberapa tumbuhan lainnya. Nama dari tumbuhan juga bisa terlihat ditempel pada pohon sepanjang perjalanan.

Baca Juga : Taman Wisata Alam Keakea, Pilihan Destinasi Saat Libur Akhir Pekan

Ditemani pemandu wisata yang sangat ramah, tentunya sangat membantu untuk mengetahui lebih jauh tentang Muara Lanowulu. Pihak pemandu juga memberikan penjelasan-penjelasan ringan selama perjalanan.

Saat itu, laju perahu berukuran sedang atau biasa disebut katinting yang kami tumpangi melaju dengan kecepatan sedang. Sehingga, kami bisa menikmati suguhan-suguhan alam, seperti tanaman mangrove, serta anak-anak sungai.

“Di anak-anak sungai ini biasanya para nelayan menangkap kepiting,” ungkap Polhut Pelaksana TNRAW, Indra yang saat itu mengantar kami menuju muara pada Minggu, 31 Maret 2019.

Sekilas terlihat beberapa nelayan tengah beraktivitas, entah memancing atau memasang alat tangkap kepiting. Rumah-rumah singgah para nelayan juga terdapat di beberapa titik. Setelah mengarungi arus sungai yang tenang selama kurang lebih 45 menit, akhirnya kami sampai di muara. Jarak dari dermaga menuju muara kurang lebih 7 kilometer.

Tidak jauh dari rumah yang terdapat di muara, terdapat togo. Indra menjelaskan togo sendiri merupakan alat tangkap yang dibuat secara tradisional dan ramah lingkungan oleh warga. Togo biasa digunakan warga Muara menangkap udang-udang kecil atau udang rebon. Udang ini biasanya dimanfaatkan untuk membuat terasi.

Posisi pemasangan togo terbilang cukup unik. Pemasangan dilakukan secara selang seling. Menurut warga Muara, hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan udang-udang beregenerasi di masa mendatang. Hal ini mengingat togo menggunakan jaring yang mampu menangkap ikan maupun udang berukuran kecil. Dengan metode ini maka penangkapan udang kecil tidak mengganggu kemampuan udang untuk berkembang biak kembali.

Petani Rumput Laut di Muara Lanowulu

Di Muara Lanowulu juga terdapat beberapa rumah semi permanen. Rumah ini milik petani rumput laut yang mayoritas Suku Bugis. Biasanya para petani menetap kurang lebih dua minggu untuk mengolah rumput lautnya. Setelah itu, mereka baru kembali ke daratan apabila rumput laut mereka siap dipasarkan.

Petani Rumput Laut di Muara Lanowulu

Baca Juga : Air Terjun Wawondiku Konut, Wisata Alam Penguji Adrenalin

Seperti halnya kampung nelayan, rumah-rumah mereka menyerupai rumah panggung yang berdiri di atas air dengan menggunakan batang bakau. Batang pohon dengan diameter besar digunakan sebagai tiang penyangga. Sedangkan batang dengan diameter kecil digunakan sebagai lantai.

Selama berkeliling perumahan, ada kalanya kita berhati-hati. Sebab, beberapa kayunya sudah mulai rapuh. Jika terjatuh, tak menutup kemungkinan akan langsung ke air.

Setelah berkeliling sambil mengamati lautan lepas yang dapat disaksikan langsung dari perumahan, terlihat seorang wanita bersama dua orang anaknya tengah mengolah rumput laut.

Ridayani (21) adalah satu petani rumput laut, yang hari itu terlihat tengah beraktivitas mengikat bibit rumput laut dengan tali, untuk ditanam kembali dengan cara diletakan di laut, pada tempat tertentu yang sudah menjadi tempat Ridayani menanam rumput lautnya. Penanaman biasanya dilakukan oleh sang suami.

“Biasanya ini kita ikat panjangnya sampai 30 meter. Kalau yang sudah kering harganya Rp20 ribu per kilo,” kata Ridayani di sela aktivitas mengikat rumput laut.

Dalam sekali panen, Ridayani biasanya bisa memperoleh sekitar 100 kilo rumput laut. Hasil panen rumput laut, biasanya langsung ia bawa ke penadah. Oleh penadah itu pula rumput laut lalu dibawa ke Makassar.

Taparang Lanowulu, Surganya Burung Air

Pada bagian belakang perumahan nelayan, terdapat Taparang. Taparang yang terhampar luas itu bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari perumahan nelayan jika air surut. Lokasinya dilewati sungai yang menuju Muara Waemata.

Taparang Lanowulu
Taparang Lanowulu

Taparang ini digadang-gadang menjadi surga bagi burung air karena menyimpan ketersediaan makanan yang melimpah. Jenis-jenis burung air yang dapat ditemukan di TNRAW diantaranya jenis alcedinidae yang nama ilmiahnya Halcyon chloris atau cekakak sungai atau nama lokal tasuke motai berwarna ungu, atau ada juga cekakak yang berwarna merah disebut Halcyon coromonda.

“TNRAW juga menjadi perlintasan dan lokasi persinggahan sementara bagi burung migran. Biasanya, menjadi persinggahan burung yang melakukan migrasi dari Australia ke Indonesia,” ungkap Pengendali Ekosistem Hutan TNRAW, Putu Sutarya.

Taparang Lanowulu, Surganya Burung AirSalah satu jenis burung migran yang sering dijumpai di TNRAW adalah burung biru laut ekor hitam (L.limosa). Burung ini merupakan jenis pemakan krustasea, cacing, moluska, larva serangga yang memiliki habitat di daerah pantai berlumpur, pinggiran sungai, dan danau.

Migrasi adalah perpindahan satwa dari suatu tempat ke tempat lain disebabkan adanya sifat migran, baik antar benua, dalam benua, ataupun dalam arfeal regional dari benua asia ke Australia dan sebaliknya.

“Taparang Lanowulu merupakan salah satu jalur persinggahan burung migran dari Siberia – Semenanjung Korea – Vietnam – Italia – Indonesia,” kata Putu. (*)

 


Kontributor: Sri Rahayu
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini