Berbagai kontestasi yang mewarnai konflik politik bangsa ini telah memiliki sifat keberlanjutan dalam kategori konflik ketegangan maupun eskalasi tak unjuk usai dalam setiap periode 6 tahun masa pemilihan.Adegan konstalasi demokrasi untuk memilih mereka yang mencalonkan diri baik pusat maupun daerah, telah menjadi pusat perhatian public yang begitu mempehatinkan.Berbagai langkah di laga setiap aktor elit politik yang memainkan peran politik (strategi)dimasa pemilihan tidak mengenal pandang bulu, berkiblat pada diluar jalur prosedur sistem demokrasi, baik politik uang, isu sara maupun penuduhan-penuduhan yang tidak berdasar.
Kerusakan moral yang di lakukan setiap aktor elit politik untuk mendapatkan kedudukan atau kekuasaan terjangkir pada mereka yang di anggap kelompoknya, bahkan di masa pencalonan pemilihanpenerapan perilaku untuk membatasi hak demokrasi orang lain yang dianggap lawan poltiknya-pun dilakukan, danpublic-pun demikian terombang-ambing oleh pesta memabukan. Siaran stasiun televise maupun media-media cetak maupun elektronik jika dilihat pada politik tingkat nasionaldi penuhi oleh gejolak polemic sengketa, berbagi jempol maupun makian yang didapatkan. Tidak kalah pentingnya juga dengan kontestasi politik lokal dalam pemilihan legislative. Berbagi dinamika yang dimainkan oleh aktor elit politik lokal untuk mendapatkan kursi legislative berefek pada pemorosotan moral dan etika, belum lagi dengan Pemilihan tingkat Gubernur, Bupati bahkan ditingkat pemilihan kepala desa serta BPD.
Pemetaan-pemetaan yang memunculkan konflik ketegangan begitu berkepanjangan, sifat kemajemukan, gotong royong, persaudaraan (adat) telah terkikis bahkan lenyap di telan oleh jaman jika dilihat pada sisi negative jalanya demokrasi, siapa yang di salahkan atas semua ini/siapa yang bertanggung jawab?, bukankah tubuh demokrasi telah diperkasai item-item aturan pasal undang-undang yang kemudian dipercayakan oleh hadirnya lembaga demokrasi ketika masa pemilihan seperti: KPU, Bawaslu, sampai jajaran kebawah seperti PPK, KPPS pada tingkat kecamatan maupun desa untuk memonitoring jalanya pemilihan, yang jadi pertanyaan adalahbagaimana kalau mereka ikut terlibat menyuarakan salah satu figure/kandidat,bukankan mereka juga telah gaji dan dipercayakan untuk menjaga martabaktubuh demokrasi agar lembaga tersebut memiliki integritas, namun secara realitas/keanyataan sangat membingunkan, apalagi ditambah dengan permainanmereka yang sudah PNS (pegawai negeri sipil) di negara ini.
Sungguh begitu kompleks penyakit yang di derita oleh mereka aktor elit politik, dan public-pun ikut terbawa arus pada banjir yang begitu parah. Ada begitu banyak para aktor yang menjadi pengamat, baik bidang politik mengarang proses pemilihan, bidang hukum mengarang kekuatan hukum disaat masa pemilihan, bidang ekonomi mengarang dampak pemilihan dari segi ekonomi, bahkan di bidang budaya-pun ikut terlibat menceritkan jalanya pemilihan tak sedikit memiliki dampak negative oleh terkikisnya kebudayaan/adat di masyarakat di tubuh bangsa ini, lagi-lagi siapa yang bertanggung jawab untuk memperbaiki dampak tersebut, bahkanlebih mensuplai/memperbaiki jalanya demokrasi tidak berdampak pada sisi negative untuk kedepanya.
Bukankah tujuan demokrasi untuk menciptkan good government (Pemerintahan yang baik) bahwa lahirnya sebuah pemerintah saat ini adalah bagian dari pelayan public/ (masyarakat adalah raja, pemerintah adalah pelayan). Jika proses demokrasi di warnai dengan Tarik ulur kaum elit calon pemilihan yang memiliki sifat/perilaku politik (behavioralis) dengan pandangan demokrasi tidak dewasa, maka penerapandemokrasi akan menjadi salah kaprah, dan kepemerintahan yang di jalankan-pun akan menjadi kekuasaan monarki, imbasnya adalah masyarakat.
Resolusi Konflik Politik
Ada beberapa konsep untuk memperkuat proses jalanya demokrasinormativeyang harus di jadikan sebagai rujukan politik dalam pesta demokrasi baik pusat maupun daerah di tubuh bangsa ini:
Pertama,Mengevaluasikinerja Lembaga demokrasi seperti: kinerja lembaga Komisi Pemilihan Umum(KPU) Pusat, tingkat Provinsi, Kabupatenmaupun lembaga turunanya yang ada di tingkat Kecamatan dan Desaseperti (PPK dan KPPS) dalammenjalankan tugasnya apakah sudah sesuai dengan koridor procedural kaidah yang telah di tentukan ataukah mereka juga ikut terlibat dalam politik praktik dengan salah satu kandidat paslon politik. Sebaliknya mengevaluasi kinerjaBadan Pengawas Pemilihan Umum(Bawaslu) di tingkat nasional maupun dearah,agar tidak terjadi kecurangan dalam menjalankan tugasnya di masa pemilihan, fungsi ini bertujuan agar lembaga-lebaga tersebut yang di percayakan oleh negara dapat memiliki integritas yang kuat serta memiliki kepercayaan oleh public.
Kedua,memperkuat pemahaman nasionalis/kebangsaan (nation character building) kepadapublic dalam menjaga keutuhan NKRI, memperbaiki pada dampak kerusakan moral oleh mereka para paslon pemilihan, tidak berdampak pada keutuhan budaya yang sifatnya gotong rotongyang telah lama tertatanam di masyarakat, dan tidak berdampak pada pemetaan-pemetaan konflik sosial, serta dapat tercipta kerukunan persatuan dalammenghargai beda pendapat baik mereka yang mencalonkan diri masa pemilihan maupun public.
Ketiga,Menjalankan aturan/hukumyang sebaik-baiknya dalam proses demokrasi. Bahwa penerapan aturan-aturan demokrasi tersebut dapat dijalankan tampa pandang bulu, hai ini bisa dilakukan oleh mereka yang masuk pada lembaga demokrasi seperti yang terdapat pada poin pertama (KPU, Bawaslu) agar proses pemilihan setidaknya dapat mengikis politik uang terhadap para paslon politik dan tidak berimbas pada masyarakat.Kesemuanya itu, dapat di manfaatkan melalui program-program media cetak maupun elektronik.
Oleh Erfain, S.Sos., MA
Penulis adalah Peneliti Politik