Pekan lalu, anggota DPRD Kendari periode 2019-2024 dilantik. Dari 35 legislator, 22 di antaranya merupakan anggota baru, dan hanya 13 incumbent yang mampu bertahan. PPP dan Hanura tersingkir dari parlemen, sedangkan Perindo –pendatang baru– merengkuh dua kursi.
Fakta lainnya, hanya 10 perempuan dari 12 orang pada periode sebelumnya. PDIP menyumbang legislator perempuan terbanyak dengan meloloskan tiga orang kadernya dari lima kursi yang diraihnya. Sedangkan PKS menyumbang dua kader perempuan –yang semuanya adalah petahana– dari tujuh kursi yang dikuasainya.
Realitas paling penting bahwa kursi ketua dewan akan diduduki oleh PKS, yang berhasil menumbangkan dominasi PAN.
Ulasan ini akan membatasi tiga isu mengenai wajah perpolitikan Kota Kendari yang porosnya ada di parlemen kota.
Pertama, isu-isu terkait perempuan. Selama berperiode-periode, Kota Kendari tidak memiliki agenda politik yang jelas tentang perempuan atau isu yang relevan dengan kepentingan perempuan.
Pun tidak ada tokoh perempuan yang lahir di parlemen yang mampu memberi warna lain dari maskulinnya wajah politik di kota ini. Legislator perempuan di Kota Kendari seperti tenggelam. Ada tapi tak memberi arti penting.
Dicalonkannya Siska Karina Imran sebagai calon wakil walikota, yang sama sekali tidak memiliki jejak di lintasan politik (minimal politik pergerakan), kecuali bahwa ayahnya politisi –dan belakangan juga suaminya– adalah contoh betapa keringnya figuritas politisi perempuan di ibukota provinsi ini. Jika dibandingkan dengan Wakatobi dan Baubau, Kendari masih kalah dari sisi ketokohan kaum perempuannya.
Karenanya, ada pesimisme ketika meihat wajah legislator perempuan Kota Kendari pada periode ini. Beberapa adalah incumbent. Sisanya adalah pendatang baru yang jejaknya di dunia politik masih gelap.
Saya ingin menyisipkan semoga. Bahwa kali ini, satu dua di antara mereka bisa tampil lebih berarti.
Kedua, wakil walikota. Dengan perubahan konfigurasi kekuatan politik di parlemen, wakil walikota yang akan mendampingi Walikota Sulkarnain di sisa masa jabatannya, kemungkinan akan mengerucut ke legislator PKB satu-satunya Rahman Tawulo.
PKS sebagai mitra koalisi PAN saat mengusung ADP-Sul kini beralih sebagai pemegang kendali. PKS akan lebih memilih Rahman.
Ada dua alasannya. Pertama, bahwa politisi PKB ini lebih steril dari konflik kepentingan ketimbang jika memilih Siska.
Kedua, Sulkarnain akan lebih leluasa menjalankan agenda politiknya memimpin Kendari, sebab Rahman tidak ditopang oleh kekuatan politik besar di belakangnya. Dia mirip seperti Boediono di periode kedua pemerintahan SBY.
Dari sisi pengelolaan pemerintahan, akan lebih efektif karena dinamika akan lebih minim. Walikota akan lebih konsen mengurusi hal-hal substansial pembangunan ketimbang kompetisi pengaruh dengan wakilnya.
Adakah potensi bahwa PKS akan memilih selain Rahman –dan tentunya bukan Siska? Peluangnya tetap terbuka meski sangat kecil mengingat usulan Rahman-Siska merupakan keputusan “final” yang telah disetujui PKS.
Kecil kemungkinan PKS kembali bermanuver untuk menjegal Rahman, lalu “berpikir-pikir” menunjuk kadernya sendiri untuk mendampingi sang ketua. Jadi kesimpulannya, caleg di bawah Rahman perlu siap-siap untuk menjadi PAW.
Meski belakangan kemudian, PKS membuka penjaringan ulang dan menemukan tiga nama Alamsyah Lotunani, Adi Jaya Putra, dan HS Al Jabar.
Di DPRD, akan muncul friksi apakah paket Rahman-Siska atau Trio A (Alamsyah, Adi Jaya, Al Jabar). PAN kemungkinan akan melakukan “perlawanan”.
Isu ketiga, politik pembangunan yang dijalankan PKS. Bagaimana Kendari di bawah kendali PKS? Paling tidak dipengaruhi dari siapa ketua dewan yang ditunjuk. Apakah kader muda atau tua. Sebab, PKS memiliki keduanya.
Subhan, ketua sementara, mewakili kelompok kedua. Sisanya, memilih yang muda atau malah mencoba membuat gebrakan dengan ketua DPRD perempuan. PKS punya stok dua orang. Kita tunggu sebentar lagi.***
Oleh : Andi Syahrir
Penulis Merupakan Alumni UHO & Pemerhati Sosial