ZONASULTRA.COM, UNAAHA – Pemerintah Kecamatan dan Kepolisian Sektor (Polsek) Puriala, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) sepakat untuk bersama-sama menolaka aktifitas jual beli lahan antara oknum masyarakat di Desa Mokaleleo, Unggulino, Laloonaha, dan Wawosanggula dengan PT Agri Cassava Makmur (ACM) tepatnya di Desa Unggulino.
Kesepakatan ini dibuat setelah dilakukan diskusi terbuka antara pemerintah Kecamatan, Kapolsek, Koramil, Mahasiswa, dan tokoh masyarakat ke empat desa tersebut di Aula kantor Camat Purialai.
Camat Puriala, Lisain Ponde menyebutkan pihaknya tidak mengetahui adanya aktifitas jual beli lahan di Desa Unggulino, sebab Kepala Desa Unggulino tidak pernah melakukan koordinasi terkait proses itu.
Untuk itu dalam waktu dekat pihaknya akan segera memanggil Kepala Desa Unggulino guna meminta keterangan terkait proses jual beli lahan serta Surat Keterangan Tanah (SKT) yang telah ia keluarkan sebagai syarat administrasi penjualan lahan.
“Saya tidak pernah tau tentang adanya jual beli lahan ini, saya baru tau setelah adanya surat dari Hippma Mulawa untuk diskusi hari ini. Setelah mendengar semua saya pastikan hal ini tidak akan pernah saya setujui,” kata Lisain usai dialog bersama warga, Rabu (16/10/2019)
Di tempat yang sama, Kapolsek Puriala Ipda Hamsar sudah bertemu dengan Kepala Desa Unggulino, Yabas, untuk membahas hal ini. Sebab proses jual beli lahan yang dilakukan oleh oknun masyarakat dengan cara mencaplok lahan orang lain dapat menimbulkan konflik sosial antar warga.
(Baca Juga : Berpotensi Konflik, Masyarakat Minta Pemerintah Menghentikan Penjualan Lahan di Unggulino)
Ia juga akan memanggil oknum-oknum yang diketahui berperan sebagai pengurus alias cukong perusahaan agar segera menarik dokumen SKT, dan menghentikan seluruh upaya penjualan lahan.
“Kita akan minta dengan cara baik-baik, kalau mereka tidak mau cara seperti itu maka kita pakai cara lain sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar Hamsar.
Kata dia, berdasarkan informasi dan bukti-bukti yang didapatkan, terdapat hal-hal yang berpotensi pidana. Namun dirinya belum mau membeberkan apa saja yang masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum, baik yang dilakukan pengurus maupun pihak notaris.
Pria dengan satu balak di pundak itu mengakui, saat ini ada gejolak di masyarakat khususnya di Desa Mokaleleo, Unggulino, Laloonaha, dan Wawosanggula. Dan jika terus dibiarkan maka akan menimbulkan konflik sosial.
“Untuk meredam itu solusinya adalah menghentikan seluruh proses penjualan lahan. Kami juga akan sampaikan ke pihak perusahaan untuk tidak memaksakan atau meneruskan proses jual beli lahan ini,” Imbuhnya.
Usai melakukan dialog dengan masyarakat, semua pihak bersepakat untuk menolak dan menghentikan seluruh aktifitas jual beli lahan. Kesepakatan itu dituangkan dalam bentuk nota kesepahaman yang ditandatangani di atas kertas bermaterai.
Hadir dalam kegiatan tersebut Camat Puriala Lisain P, Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Inspektur Polisi Dua (lpda) Hamsar, SH, Komandan Pos Rayon Militer (Danposramil) Puriala Sersan Mayor (Serma) Taherong, dan Sekretaris Camat (Sekcam) Puriala Masrik.
Sebelumnya, Wakil Ketua II Hippma Mulwa Aprianto menyebut ada pihak yang sedang berupaya melakukan penjualan lahan di empat desa tersebut secara besar-besaran kepada pihak perusahaan industri pertanian. Berdasarkan data yang ada, sedikitnya ada 360 hektar lahan yang akan dijual ke PT Agri Cassava Makmur.
Aprianto mengatakan, proses pembuatan SKT yang tidak sesuai dapat menimbulkan konflik sosial ke depannya. Sebab kata dia, lahan yang dijual oleh beberapa oknum masyarakat tidak mendapatkan persetujuan dari pemilik lahan yang sebenarnya.
Menurut Rian sapaan akrabnya, hal tersebut dapat menimbulkan gejolak yang berpotensi konflik di tengah-tengah masyarakat.
“Jika tidak segera dihentikan maka konflik sosial bisa saja terjadi kapan pun,” sebut Rian, Selasa (15/10/2019)
Sementara itu, Kepala Desa Unggulino, Yabas mengakui telah menandatangani SKT sebagai syarat administrasi proses penjualan lahan tersebut. Namun, Yabas tidak mengetahui jika terdapat oknum-oknum masyarakat yang mengklaim sebagai pemilik lahan hingga puluhan hektar.
“Karena waktu saya tandatangani SKT itu saya tidak periksa satu-satu. Sebab sebelumnya saya sudah verifikasi data yang ada dan ternyata mereka selipkan lagi,” ujar Yabas.
Menurut Kades Unggulino itu, dirinya baru sadar setelah adanya kelompok masyarakat dan juga Hippma Mulwa, yang memprotes kebijakannya yang dilengkapi dengan data pemilik lahan.
“Setelah ada data yang diberikan itu, maka saya langsung membuat surat kuasa kepada Aprianto untuk menarik seluruh SKT dan juga dokumen pendukung yang ada di perusahaan melalui notaris,”jelasnya.
Yabas mengatakan, selaku pemerintah desa, dirinya tidak akan pernah mengintervensi masyarakat yang ingin menjual lahan maupun sebaliknya. Sebab, hal itu merupakan kewenangan pemilik lahan, dengan syarat masyarakat yang akan menjual merupakan pemilik yang sebenarnya. (a)