ZONASULTRA.COM,TIRAWUTA– Prosesi pelantikan atau pengambilan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra) periode 2019-2024 yang berlangsung hari ini, Senin(28/10/2019) menjadi momentum yang terlewatkan oleh penyelenggara pemilu yaitu, KPU dan Bawaslu.
Dua lembaga penyelenggara tersebut memilih aksi walk out (meninggalkan ruangan) sebelum acara pelantikan dimulai. Sebab, ada rasa ketidaknyamanan dan ketersinggungan.
Ketua KPU Koltim, Suprihaty Prawaty Nengtias yang datang bersama rekan komisionernya terpaksa angkat kaki meninggalkan ruang paripurna akibat penempatan kursi undangannya yang tidak sesuai.
Nengtias beserta empat komisoner, Ashari Malaka, Murhum, Anshar, Sutomo datang pada pukul 09.00 Wita dengan menggunakan setelan jas yang rapi. Begitu pula dengan unsur pimpinan Bawaslu Koltim, juga terlihat rapi menghadiri pelantikan anggota DPRD.
“Begitu saya datang, perlihatkan undangan. Saya diantar ke tempat duduk saya. Sempat saya bertanya kepada yang mengantar saya, sudah cocok mi kah tempat duduk saya di sini karena saya liat di situ tempat duduk saya dan Ketua Bawaslu di belakang jajaran kedua dari Pak Kapolres dan Pak Dandim. Umumnya seharusnya kan harus sejajar atau berdampingan duduk tapi kami ditempatkan di belakang,” kata Nengtias, Senin (28/10/2019).
(Baca Juga : 25 Anggota DPRD Koltim Resmi Dilantik)
“Tapi kenyataannya, posisi duduk saya ada di belakang bersama Ketua Bawaslu. Ok saya duduk, tapi dalam hati saya kok seperti ini pengaturannya. Bahkan anak anggota DPRD duduk di depan kami. Usianya, usia SD-lah. Ada juga pakaian darma wanita duduk juga di depan kami. Dari pada nanti kami duduk dengan posisi tidak elok, maka lebih bijak kalau kami keluar,” tambahnya.
Nengtias mengungkapkan, sebagai penyelenggara pemilu mereka tidak meminta dihargai secara berlebihan. Namun memporsikan tempat duduk pada tempatnya, semestinya sesuai aturan protokoler.
“Saya pikir KPU, Bawaslu, Dandim, Kapolres, itu selalu sama-sama. Hari ini baru pertama kali saya dapat di Koltim. Saya tidak tahu bagaimana tata tertibnya di internal kepanitiaan DPRD. Kalau masalah kesengajaan barangkali tidak. Apakah mereka sudah paham atau tidak. Apalagi mereka itu sudah mengikuti bimtek (bimbingan teknis). Janganlah melihat kami secara pribadi tapi lihatlah kami secara kelembagaan. Tempatkanlah sesuai dengan aturan protokoler,” tutupnya.
Senada dengan itu, salah seorang komisioner KPU, Murhum mengungkapkan, pelantikan anggota DPRD priode 2019-2024 merupakan puncak dari hasil pemilu bulan april 2019 lalu. Sebagaimana diketahui bersama bahwa penyelenggara tunggal dari pemilu itu sendiri adalah KPU dan Bawaslu.
“Sehingga kehadiran KPU atau Bawaslu, apakah itu dalam posisi sosial maupun tata keprotokoleran harusnya ditempatkan pada posisi yang bijaksana. Lembaga kami adalah leg spesialis, tidak masuk dalam muspida. Artinya, menempatkan kami setara dengan muspida,” tegasnya.
Murhum menambahkan bahwa dengan adanya peristiwa seperti itu maka perlunya peningkatakan aturan keprotokoleran.
“Daerah kita memang baru berkembang tapi perlu diingat kesalahan dalam tata keprotokoleran tidak bisa ditolerir, kenapa pada saat pelaksanaan acara kan sudah diatur. Mulai dari pengundangan, rencana siapa yang mau diundang itu, orang protokoler sudah tahu. Siapa dan duduk di mana itu sudah jelas,” katanya.
“Perlu juga dingat,dalam proses pemilu kemarin, KPU dan Bawaslu ibarat ibu kandung dari DPRD itu sendiri. Sebab, mereka berproses secara politik, kemudian dicalonkan oleh partai. Secara profesional prosesnya di tingkat penyelenggara. Jadi proses politik dikawinkan dengan profesionalisme lembaga penyelenggara maka lahirlah itu anggota DPR. Dalam proses penyelenggara, kami luar biasa bekerja keras bahkan di tempat lain berjatuhan korban. Itu juga yang perlu dilihat,” tambah Murhum.
Sementara itu, Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu Koltim, La Golonga menyatakan, walk out-nya di ruang paripurna juga disebabkan ketidaksesuaian tempat duduk mereka yang telah diatur oleh panitia peripurna pelantikan.
“Posisi duduk Bawaslu dan KPU di belakangnya para kapolsek dan rohaniawan. Posisi kami tidak mungkin ada di belakangnya kapolsek atau rohaniawan. Seharusnya kan harus sejajar dengan Pak Kapolres, Dandim atau kejaksaan. Nah, secara etika lembaga kami tidak dihargai makanya kami keluar. Semestinya pihak panitia itu sudah bisa membacanya tapi saya lihat tidak ada respon. Kami pribadi tidak jadi masalah, tapi hargailah lembaga kami. Saya berada di ruangan kurang lebih 5 menit karena gaya bahasa tubuh saya sudah tidak nyaman,” ujar La Golonga.
La Golonga berharap agar hal-hal seperti ini bisa diperhatikan dengan baik terutama bagi Sekretaris Dewan (Sekwan). Apalagi sudah pernah mengikuti pelatihan atau bimtek tentang keprotokoleran.
Di lain pihak, Sekretaris DPRD Koltim, Muhammad Isa Benhur menyampaikan permohonan maaf atas keteledoran anggotanya dalam menempatkan posisi duduk bagi Ketua KPU beserta anggota serta Bawaslu dan anggota.
“Sebagai orang yang dituakan disini, kalaupun ada kesalahan dari pengaturan kursi kami mohon dimaafkan. Sebagai manusia biasa tidak selamanya kita benar, pasti ada sisi salahnya. Di sinilah keteledoran anggota saya dalam menempatkan posisi tempat duduk. Tolong dimaafkan. Insyaallah ke depan kami akan lebih memperbaikinya,” ucapnya.
Dijelaskannya, terjadinya hal seperti itu akibat kondisi ruangan yang tidak memungkinkan.
“VIP A untuk memang diperuntukan juga kepada Ketua KPU dan Bawaslu. Sedangkan VIP B untuk anggotanya atau instansi vertikal sejajar dengan kapolsek. Seandainya kondisi tempat memungkinkan maka semuanya kita akan simpan di VIP A walaupun sampai di jajaran kedua. Seandainya juga tidak dipakai MC di tempat ini (seraya menunjuk) maka kami bisa tempatkan di sini, sisi kanan,” katanya.
Isa Benhur mengaku tidak tahu-menahu apabila komisioner KPU dan Bawaslu meninggalkan ruang paripurna hari ini.
“Saya tahunya nanti teman-teman wartawan datang konfirmasi. Pantasan, waktu dipanggil foto bersama saya sudah tidak melihat mereka,” tandasnya. (A)