Warga Sekitar UHO Resah dengan Ulah Mahasiswa Kerap Tutup Jalan

Pengunjuk Rasa dan Polisi Kembali Bentrok, Satu Mahasiswa Diamankan
BENTROK - Situasi demonstrasi ratusan mahasiswa di persimpangan depan Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (28/10/2019) kembali bentrok dengan polisi. (Fadli Aksar/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Demonstrasi yang dilakukan ratusan mahasiswa hingga berujung bentrok dan kerap memblokade jalan yang dilakukan selama satu bulan terakhir membuat masyarakat Anduonohu dan sekitar Kampus Baru Universitas Halu oleo (UHO), Kota Kendari mulai resah.

Salah seorang warga, Oni (nama samaran) menuturkan dirinya yang kerap melintas hendak pulang ke rumah merasa terganggu hingga ketakutan dengan ulah oknum pengunjuk rasa bertahan di bundaran tank Anduonohu usai dipukul mundur polisi dari depan Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sulawesi Tenggara (Sultra).

“Yang pastinya terganggu, kita jadi takut keluar karena mereka kadang kala main hadang. Jadi itu sangat mengganggu aktivitasnya kita,” ungkapnya saat ditemui di Anduonohu, Rabu (30/10/2019).

Dia berharap agar mahasiswa ketika melakukan demo tidak anarkis karena meresahkan masyarakat. Ia khawatir masyarakat lain yang tidak ikut dalam demonstrasi itu bisa jadi korban.

“Bisa jadi nanti orang yang tidak ikut jadi korban aksi demo yang anarkis. Demo yang baik dan damai sajalah,” tegasnya.

Tak hanya warga, pedagang yang berada di kawasan pertigaan kampus UHO juga merasa terganggu. Salah seorang pedagang makanan yang enggan disebutkan namanya mengalami kerugian hingga jutaan rupiah akibat jalan yang kerap ditutup.

“Rugi pastinya, karena aktivitas jual beli tidak berjalan. Omset biasa Rp 800 ribu per hari, dikalikan saja sudah berapa kali jalan ditutup, itu sudah jutaan,” keluhnya.

Karena aksi yang tidak patut itu, selain merugi pria ini juga mengaku sampai saat ini sudah tidak nyaman berjualan di kawasan itu, hingga terpaksa menutup lapak, bahkan pindah berjualan. Hal itu sangat mengganggu perekonomian bagi pelaku usaha seperti dirinya.

“Sangat mengganggu perekonomian dari wilayah pertigaan kampus – bundaran tank dengan adanya demo dan blokade jalan. Dengan terpaksa pelaku usaha yang ada di sekitaran tersebut tutup jualan karena ketidaknyamanan,” jelasnya.

Senada dengan itu, seorang honorer di salah satu kantor dinas di Kota Kendari yang juga tak ingin disebutkan identitasnya mengaku resah. Ia khawatir ketika demo bisa berdampak ke dirinya dan pegawai yang lain. Namun, tidak jadi masalah bagi dirinya jika tidak anarkis.

“Kami resah, karena khawatir kacau dan dampaknya ke kami dan juga ke kantor. Pernah ketika demo, kami terkurung di dalam kantor, tidak bisa ke mana-mana. Tapi Kalau marah tidak, karena mereka sedang perjuangkan keadilan jadi tidak masalah selama mereka tidak anarkis,” tandasnya.

Kendati demikian, wanita berhijab ini mendukung mahasiswa yang berdemo walaupun dirinya harus berputar jauh mencari jalur pulang, hal itu tidak jadi masalah. Pasalnya, oknum pengunjuk rasa tidak setiap hari memblokir jalan.

“Karena tidak tiap hari juga mereka blokir jalan dan masih ada jalan alternatif lain. Seandainya sudah tidak ada jalan alternatif lain kita juga akan anarkis,” candanya.

Ia juga mengkritik Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sultra Brigjen Pol Merdisyam. Menurutnya, pimpinan polisi itu seharusnya bisa lebih peka dengan secepatnya menyelesaikan proses pengungkapan kasus terbunuhnya dua mahasiswa Randi dan Yusuf.

“Tapi kembali lagi ini juga bukan maunya mahasiswa tapi sikap polisi yang tidak beri kejelasan kasus sampai detik ini. Jadi mau tidak mau mahasiswa berusaha agar mendapat perhatian. Tapi pimpinan polisi tidak peka kalau mahasiswa itu butuh kejelasan,” tegasnya.

Beberapa Warga Kota Kendari lainnya juga mengaku cukup terganggu dengan aksi unjuk rasa yang dibarengi dengan pemblokiran jalan. Menurut mereka, hal tersebut menyebabkan aktivitas warga yang ingin berpergian dan melewati jalan yang ditutup sementara karena aksi.

Erlina misalnya, salah satu warga di sekitar pertigaan kampus. Dirinya mengaku tidak masalah jika ada mahasiswa atau masyarakat yang ingin melakukan aksi, apalagi itu untuk menuntut keadilan. Hanya saja, sebisa mungkin diharap jangan sampai mengganggu masyarakat lain.

“Kan beberapa waktu yang lalu ada yang demo depan kampus itu pertigaan kampus ditutup, jadi kita harus cari jalur lain. Kalau yang sedang tidak ada urusan genting mungkin tidak apa-apa harus cari jalur lain. Tapi bagaimana dengan yang ada kepentingan mendesak. Mau marah juga mereka biasa lebih banyak,” ujarnya saat dihubungi, Senin (29/10/2019).

Sementara itu, salah seorang mahasiswa yang juga enggan disebutkan namanya mengaku sedikit terganggu dengan adanya aksi yang dibarengi pemblokiran jalan. Padahal, jalan merupakan fasilitas umum.

“Kan kalau orasi itu menurutku nda perlu sampai larang orang lewat di sana. Kan kalau kita lalu lalang disitu pun tidak akan ganggu mereka yang lagi orasi. Kalau tutup jalan begitu justru bikin susah lagi kita masyarakat yang ingin lewat,” kata dia.

Sedangkan salah satu pekerja di toko yang berada di sekitar depan kampus juga berbagi cerita soal kekhawatirannya saat terjadi pemblokiran jalan mulai dari depan lorong Lumba-lumba hingga depan kampus Mandala Waluya pada 28 Oktober lalu, pada malam hari.

Pria yang enggan disebutkan namanya ini mengaku tidak tahu pasti perihal apakah yang melakukan pemblokiran jalan itu mahasiswa atau oknum lain. Hanya saja, akibat pemblokiran yang terjadi ia harus berjaga di toko, takut jika ada hal yang tidak-tidak.

Untuk diketahui, beberapa waktu belakangan jalan di sekitaran kampus UHO sempat ditutup oleh massa yang sedang melakukan aksi. Tak hahya pertigaan kampus, beberapa jalur yang juga kerap ditutup saat terjadi aksi unjuk rasa adalah jalur sekitar Mapolda Sultra. (A)

 


Kontributor: Fadli Aksar & Sri Rahayu
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini