ZONASULTRA.COM, BAUBAU – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengalokasikan anggaran sebesar Rp16 miliar untuk nelayan skala kecil. Program ini akan dimulai tahun depan hingga 2021.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sultra, Askabul Kijo mengatakan, untuk mendapatkan porsi anggaran tersebut nelayan diminta berkelompok. Tiap kelompok diberi jatah beragam, bisa mencapai Rp200 juta per kelompok, tergantung permintaan pada proposal.
Syarat untuk memperoleh bantuan yang berasal dari APBD 2020 itu yakni punya kelompok nelayan dengan keanggotaan yang jelas, mencantumkan hasil tangkapan kelompok per bulan, serta merincikan kebutuhan yang harus dilengkapi untuk melaut.
Hal ini diungkapkan Askabul Kijo dalam acara ngobrol bersama di sebuah kafe di Kota Baubau, Selasa (10/12/2019). Acara ini diselenggarakan oleh Rare, organisasi yang bergerak di bidang kelautan dan perikanan.
Dikatakan Askabul, nelayan kecil yang dimaksud yakni mereka yang area tangkapan ikannya mencakup 0-2 mil laut, terhitung dari daratan.
Jika pemberdayaan kelompok nelayan ini sukses maka akan terus berkelanjutan. Dalam program ini, DKP Sultra menargetkan dapat menciptakan 22 kelompok nelayan, tersebar di 11 kabupaten-kota.
Agar program ini seimbang, kata Askabul, juga akan disiapkan pasar tempat jualan hasil tangkapan nelayan. Pemprov Sultra akan mendatangkan investor untuk hal itu.
“Intinya sekarang bagaimana nelayan dapat berkelompok dan bekerjasama dalam mengelola sumber daya perikanan,” ujarnya dalam giat yang bertajuk makna 0-2 mil laut bagi perikanan skala kecil di Sultra itu.
Program bidang kelautan dan perikanan ini dibenarkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sultra, Eka Paksi. Bahkan pemerintah provinsi sudah membuat Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).
“Diharapkan agar para nelayan kecil dapat memiliki keleluasaan dalam mengelola potensi kelautan dan perikanan di area 0-2 mil laut yang telah ditetapkan. Karena secara hukum telah mendapatkan dukungan dari pemerintah,” terangnya.
Hal paling penting yang ingin dicapai lewat program ini yakni keberlanjutan tangkapan nelayan kecil. Sehingga nelayan diminta ramah lingkungan dalam menangkap ikan.
Terkait pembentukan kelompok ini, Adianto selaku ketua kelompok nelayan Poasi turut berbagi pengalaman. Poasi merupakan kelompok nelayan di Wakatobi yang sudah berjalan selama puluhan tahun.
Menurutnya, kebanyakan nelayan kecil tidak sadar kalau penghasilannya yang menurun diakibatkan ulahnya sendiri. Katanya, dalam membentuk kelompok nelayan yang perlu dilakukan adalah meyakinkan sesama soal potensi ekonomi sektor perikanan, di sisi lain harus menyadarkan terkait penangkapan yang ramah lingkungan.
“Karena kalau melakukan pemboman pada ikan, serta cara-cara tidak ramah lingkungan lainya, hasil yang banyak cepat diperoleh. Itu kenapa lumayan susah menyadarkan sesama bahwa cara-cara itu salah,” jelasnya.
Ketua Lembaga Rare, Imanda Hikayat Pradana turut memberi pandangan terkait masalah yang menimpa nelayan skala kecil saat ini. Menurutnya saat ini area tangkapan nelayan mengecil. Ini bisa terjadi karena ulah nelayan itu sendiri, atau pengembangan infrastuktur dari pemerintah.
“Ini terjadi di seluruh Indonesia. Setidaknya saat kami menyambangi teman-teman di daerah, itu yang diungkapkan para nelayan,” ujarnya. (b)