Modal Gembira, Tafdil Suskes Bebaskan Bombana dari Status Daerah Tertinggal

Modal Gembira, Tafdil Suskes Bebaskan Bombana dari Status Daerah Tertinggal
HUT BOMBANA - Semarak HUT ke-16 Kabupaten Bombana di halaman kantor bupati setempat, Rabu (18/12/2019). (MUHAMMAD JAMIL/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, RUMBIA – Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) kini genap berusia 16 tahun setelah mekar dari Kabupaten Buton tahun 2003 silam. Hanya dengan bermodalkan Gembira atau yang dikenal Gerakan Membangun dengan Rida Allah SWT, daerah yang terletak di jazirah tenggara Pulau Sulawesi ini bebas dari status daerah tertinggal sejak pertengahan 2019 lalu.

Status daerah tertinggal telah dirasakan oleh sedikitnya lima pemimpin daerah sejak awal pemekaran sebagai daerah otonomi baru (DOB). Mereka kerap mendapat sorotan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Mereka dituntut mampu merubah wajah Bombana untuk bisa berkembang dan bahkan menjadi daerah maju dengan tetap merujuk pada indikator pembangunan di desa. Namun, tidak semudah itu menuntaskan ketertinggalan karena usia Bombana yang masih seumur jagung kala itu.

Lima pemimpin di antara mereka ada yang berstatus bupati dan penjabat (Pj) bupati. Mereka adalah Syafiuddin Dullah dan Djaliman Mady yang menjabat sebagai pejabat Pj Bupati di tahun 2004-2005 silam. Lalu, Atikurahman sebagai Bupati Bombana di periode 2005-2010. Setelah itu, Hakku Wahab mengisi kekosongan jabatan bupati sebagai Pj di tahun 2010-2011, hingga masuk pada masa kepemimpinan H. Tafdil untuk periode pertamanya sejak ia dilantik pada 22 Agustus 2011 dan berakhir 22 Agustus 2016.

Saat masa jabatan Tafdil berakhir, Bombana dipimpin Siti Saleha sebagai Pj bupati Bombana hingga berakhir pula saat H. Tafdil kembali menduduki jabatannya ketika dilantik 22 Agustus 2017 sebagai kepala daerah. Ia berhasil memenangkan kontestasi Pilkada Bombana 2017.

Di periode pertama Tafdil memimpin, status Bombana masih sangat tertinggal. Berdasarkan penilaian dari Kemendes PDTT saat itu, hanya ada 22 desa dari 121 desa di daerah itu yang dikategorikan berkembang. Sementara 98 lainnya diklaim tertinggal.

Ketertinggalan itu pun masih terus menghantui hingga pemerintah desa dianggap kurang inovatif. Berkat adanya alokasi dana desa (ADD) yang dikucurkan sejak 2015, seluruh desa mulai berbenah hingga masuk di periode kedua Tafdil memimpin.

Memasuki tahun 2018 atau satu tahun masa kepemimpinannya di periode kedua, Tafdil bersikeras menekan laju pembangunan di desa dengan penambahan dana insentif melalui dana APBDes sebanyak Rp500 juta. Setiap desa wajib berinovasi dengan tidak asal-asalan. Namun, seluruh desa mampu menyeleksi program yang disediakan dalam bursa inovasi desa (BID) dari kementerian dan sesuai dengan potensi di desa.

Hasilnya, belum terjadi perubahan yang cukup signifikan dan masih diklaim tertinggal.

Modal Gembira, Tafdil Suskes Bebaskan Bombana dari Status Daerah Tertinggal
H. Tafdil

“Saat itu, status daerah kita diklaim tertinggal, yaa tidak bisa dipungkiri, satu-satunya jalan adalah dengan cara gotong royong melibatkan seluruh desa dan instansi terkait. Kita keroyok dan lebih menekan pembangunan di desa,” kata Tafdil usai memimpin upacara HUT Bombana ke-16 tahun 2019 di halaman kantor bupati setempat, Rabu (18/12/2019).

Tafdil tidak pernah menampik dan bahkan tidak pula menyembunyikan status Bombana sebagai daerah tertinggal. Ia bahkan menjadikan status itu sebagai cambuk untuk mengejar ketertinggalan itu. Ia tetap optimis melalui program Gembira yang mencakup delapan item, yaitu Gembira Terang, Gembira Taskin, Gembira Sehat, Gembira Cerdas, Gembira Desa, Gembira Tani, Gembira Kerja, dan Gembira Sejahtera.

Menurut dia, seluruh item gembira tersebut digenjot saling berkolaborasi mengejar ketertinggalan itu, hingga secara bertahap terjadi perubahan yang signifikan di tahun 2019. Gembira desa pun menjadi ujung tombak atas keberhasilan mengejar status desa tertinggal di daerah itu.

Modal Gembira, Tafdil Suskes Bebaskan Bombana dari Status Daerah Tertinggal

“Perubahan wajah desa semakin nampak lebih baik setelah dua tahun periode kedua digenjot. Makanya 2019 ini status Bombana sudah berubah bukan lagi tertinggal, tapi daerah berkembang,” ungkapnya.

Keseriusan Bupati Tafdil memang tak perlu diragukan. Ia bahkan punya jurus jitu dan berani mengambil risiko dengan memberi target ke seluruh pemerintah desa yang berstatus tertinggal untuk lebih berinovasi dan harus serentak berkembang di tahun 2020 nanti. Sebab, ia sama sekali tidak menginginkan salah satu desa yang vakum kegiatan meski telah mendapat kucuran anggaran.

“Bagi desa yang tidak bisa berubah tentuya kami sudah melakukan upaya pembinaan khusus, kalau memang tidak bisa dibina maka dibinasakan saja, jangan kasi anggaran. Sebab dana itu bukan untuk disimpan lalu kembalikan ke kas negara tapi mesti digunakan sebaik-baiknya untuk membangun desa,” jelasnya.

Tafdil menyarankan ke seluruh pemerintah desa di Bombana bahwa membangun desa tidak mesti harus mengikuti kemauan desa itu sendiri. Namun membuka ruang bagi instansi terkait, mulai dari pemerintah kecamatan, saran dari lembaga dan lainnya, guna melihat sejauh mana capaian atas indeks desa membangun (IDM), utamanya pada peningkatan indeks sosial, indeks ketahanan pangan, dan indeks lingkungan.

“Di usia pemekaran Bombana yang genap 16 tahun, seluruh desa terus menjalin koordinasi yang baik dengan pemerintah kabupaten, mampu mengelola ADD secara maksimal dan bekerja nyata,” ujarnya. (Adv/*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini