Kadaluarsa, Kasus Suap Pilkada Buton 2011 Ditutup

Kasi Pidsus Kejari Baubau, La Ode Rubiani
La Ode Rubiani

ZONASULTRA.COM, BAUBAU – Kejaksaan Negeri (Kejari) Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra) menutup kasus suap Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Buton 2011. Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) diterbitkan sejak 27 Desember 2019 dikeluarkan lantaran perkara sudah kedaluarsa. Akibatnya, pemberi suap kasus ini lolos dari jeratan hukum.

Kasus yang melibatkan mantan Komusioner KPU tahun 2011 ini sempat diungkit lagi beberapa bulan lalu oleh Kejari Baubau untuk mengetahui dalang penyuap. Tepatnya 28 Oktober 2019, surat perintah penyidikan (sprindik) kasus untuk menjerat tersangka pemberi suap dikeluarkan. Bahkan sempat dilakukan pemeriksaan saksi-saksi dan analis ketentuan-ketentuan hukum.

Kejari Baubau membuka kembali perkara ini karena sempat ada oknum yang melaporkan. Namun enggan disebutkan pelapor tersebut.

Histori kasus ini sendiri, yakni 2011 lalu, saat Pilkada, Sumarno diketahui menerima suap dari salah satu pasangan bakal calon (balon) Bupati dan Wakil Bupati Buton, Lauku dan Dani.

Uang yang diberikan kepada Sumarno saat berada di Jakarta sendiri untuk meloloskan pasangan Bolon Pilkada Buton periode 2011-2016 itu. Saat itu momen ferivikasi berkas pecalonan Balon Pilkada Buton.

Akibat perbuatan itu, Sumarno dihukum 1,6 bulan bui, sedang La Uku-Dani kena diskualifikasi pencalonan. Putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari sendiri kala itu cuma menghukum penerima suap, pemberi uang diabaikan.

Menurut Kasi Pidsus Kejari Baubau, La Ode Rubiani, jika terhitung dari 2012 saat kasus ini diketahui, maka pada 2018 lalu sudah kedaluarsa. Saat melayangkan Sprindik kasus ini sendiri, dia mengaku belum paham seluruhnya soal histori suap menyuap tersebut. Pasalnya kasus ini terjadi jauh sebelum dia menjabat Kasi Pidsus Kejari Baubau.

Jika terhitung dari 2012, maka ada tiga Kasi Pidsus yang menjabat di Kejari Baubau sebelum Rubiani. Pada serah terima jabatan pun, kasus ini tidak dicantumkan dalam berita acara. Sehingga dia tidak tahu menahu ada perkara korupsi yang belum tuntas di Kejari Baubaubau.

“Ternyata tersangka penerima suap pada kasus ini dijerat pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor itu ancaman maksimalnya tiga tahun penjara,” tuturnya dijumpai di ruang kerjanya, Selasa (14/1/2020).

Lanjut dia, dalam ketentuan pasal 78 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur, penuntutan ancaman 3 tahun penjara akan kedaluarsa setelah enam tahun sejak perkara diketahui. Dalam undang-undang nomor 21 tahun 2011 itu juga mengatur jeratan untuk pemberi suap. Di pasal 13 menerangkan, pemberi suap juga dihukum maksimal tiga tahun penjara. Maka itu, dalam periode 2012-2019 kasus ini harus ditutup.

Rubiani sempat disarankan menjerat tersangka pemberi suap dengan pasal 5 undang-undang tipikor, dengan ketentuan menjerat tersangka penyuap maksimal lima tahun. Tapi itu tidak dimungkinkan, sebab pasal itu mensyaratkan ada prestasi yang dilakukan penerima suap karena diberi hadiah.

“Pasal 5 itu tidak bisa kita jeratkan pada penyuap. Sebab pada saat itu Sumarno nyata-nyata tidak meloloskan La Uku dan Dani untuk menjadi calon Bupati Buton. Jadi prestasi apa yang dilakukan Sumarno untuk si pemberi uang?” urainya.

Dalam sprindik baru ternyata Suwarno yang saat ini sudah bebas dari hukuman, sempat dimintai kesaksian oleh Kejari. Namun tidak ada kesaksian yang berarti yang keluar dari keterangan Suwarno. Kata Rubiani, Suwarno bahkan tidak tahu menahu siapa orang yang memberi uang kepadanya saat di Jakarta kala itu.

“Orang itu cuma bilang, ini uang dari La Uku dan Dani, biaya di Jakarta tinggi, jadi pegan saja ini. Setalah itu dia pergi,” Rubiani menirukan kesaksian Suwarno.

Uang itu tenyata tidak dipakai oleh Suwarno. Setelah sampai di Buton ia mengembalikan pemberian itu di posko pemenangan La Uku-Dani. Saat itulah ramai isu di publik bahwa ada penyuapan di KPU oleh salah satu pasangan Balon Pilkada. Suwarno pun akhirnya dilaporkan kepihak berwajib. Fakta ini kata Rubani juga diungkapkan pada persidangan.

“Menurut Suwarno, dia tidak tega mengambil uang itu, sebab La Uku itu adalah pamannya sendiri. Selain itu dia juga takut menerima suap saat itu, maka uang itu dikembalilan,” ungkap Rubiani.

Dalam persidangan, sempat muncul rekaman pembicaraan dua orang yang mengaku sebagai orang yang memberi suap pada Suwarno. Dua orang itu sudah ditahu identitasnya, hanya saja saat dikonfirmasi, Kata Rubiani, Suwarno bersumpah bukan dua orang yang telah mengaku itu yang memberikan uang padanya. Jika salah satu dari mereka, saat itu harusnya Suwarno mengenalinya.

Kini, menurut Rubiani, kecil kemungkinan untuk menjerat penyuap dari kasus ini. Masih mungkin, jika ada fakta baru sehingga kasus ini bisa dilaporkan kembali.

“Tapi ketika faktanya sama. Lokus delucti (tempat dan waktu kejadian) juga itu-itu saja. Maka sudah tidak bisa lagi mengungkit kasus ini,” imbuhnya. (*)

 


Kontributor : Risno Mawandili
Editor : Abd Saban

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini