Mengenal Baby Blues Syndrome, Gangguan Emosi Pasca Melahirkan

Ilustrasi Baby Blues Syndrome
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Baru-baru ini masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra) dihebohkan dengan kasus seorang ibu di Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Malfia (21) yang tega menghabisi nyawa anaknya sendiri yang baru berusia 4 bulan.

Menurut keterangan kepolisian, Malfia (21) tega menghabisi nyawa anak keduanya serta menganiaya putra pertamanya yang berusia 2 tahun karena diduga memiliki riwayat baby blues syndrome. Lantas, apakah baby blues syndrome itu?

Menurut dosen Psikologi pada jurusan Psikologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Yuliastri, baby blues syndrome sendiri merupakan gangguan emosi pada ibu pascamelahirkan.

Kata Yuli, gangguan emosi yang menyerang ibu maksimal 2 minggu setelah melahirkan disebut baby blues syndrome. Namun jika lebih dari 2 minggu masih merasakan gejala maka bukan lagi baby blues syndrome, tetapi bisa masuk gejala depresi pascamelahirkan atau depresi postpartum.

(Baca Juga : Diduga Idap Baby Blues Syndrome, Ibu di Buteng Aniaya Anak Kandung Hingga Tewas)

Depresi postpartum sendiri merupakan masalah kesehatan mental umum yang biasanya terjadi pada wanita setelah persalinan. Walau melahirkan dapat memberikan kesenangan, kegembiraan, bahkan rasa takut dan gelisah, melahirkan juga dapat menyebabkan sesuatu yang tidak Anda duga, seperti depresi.

“Untuk gejala baby blues ini emosi yang menjadi labil, seperti mudah marah, gelisah, sedih, sangat sensitif, menangis tanpa sebab, merasa tidak berguna, dan sebagainya,” terang Yuliastri melalui layanan WhatsApp, Rabu (26/2/2020).

Untuk pencegahan syndrome ini sendiri banyak hal yang bisa dilakukan, seperti istirahat yang cukup, bila perlu ketika bayi tidur ibu juga istirahat, asupan gizi ibu hamil cukup, menghindari hal-hal yang bisa memicu stres, menceritakan tentang perasaan yang tidak menentu atau jika ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi sebagai ibu baru.

“Banyak hal yang bisa dicegah. Tapi sebenarnya yang utama adalah adanya dukungan sosial terutama dari suami, atau bisa juga orang tua, mertua, saudara dan teman,” jelasnya.

Menanggapi kasus yang dialami Malfia, Ketua Jurusan Psikologi UHO ini menilai dilihat dari usia bayinya maka sudah mengarah ke postpartum depresion (PPD).

“Jika memang benar PPD mungkin bisa karena faktor kelelahan mengurus dua anak, kurangnya dukungan suami atau keluarga, masalah ekonomi, tekanan sosial, dan lain-lain,” ujarnya.

Belum lagi, kata dia dilihat dari usia sang ibu yang masih muda, bisa jadi menyebabkan emosinya masih belum stabil.

Tentunya untuk menentukan apakah si ibu mengidap gangguan psikologis tertentu harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. (A)

 


Kontributor: Sri Rahayu
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini