Serka Anumerta La Ongge yang Gugur di Papua Dikenal Taat Beribadah

Serka Anumerta La Ongge bersama istri, Wa Ode Nurmiati
Serka Anumerta La Ongge bersama istri, Wa Ode Nurmiati

ZONASULTRA.COM,BAUBAU– Seorang lagi prajurit Tentara Republik Indonesia (TNI) angkatan darat (AD) harus berpulang pada Tuhan. Serka Anumerta La Ongge, mesti gugur gegara ulah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Peluruh senjata api KKB menyasar tepat di kepala Babinsa Koramil 1710-05 distrik Jila, Kabupaten Mimika, Papua itu.

Serka Anumerta La Ongge wafat di usia 44 tahun. Prajurit ini dikenal taat beribadah. Bahkan, La Ongge digugur ketika hendak menggambil air wudhu untuk shalat subuh, tepatnya Senin (9/3/2020) dini hari sekira pukul 05.30 WIT (waktu Indonesia timur).

(Baca Juga : Prajurit TNI Asal Baubau Gugur Usai Kontak Senjata dengan KKB di Papua)

La Hina (50), kakak almarhum mengaku tidak pernah melihat pria kelahiran Desa Laiba, Kecamatan Parigi, Kabupaten Muna itu bertikai, atau sekadar cekcok mulut dengan orang lain. Adik bungsunya itu kata, La Hina, bahkan cepat akrab dengan lingkungan dan warga sekitar.

“Merasa kehilangan segalanya, soalnya almarhum ini pantauan keluarga tidak pernah menyakiti orang, satu orang pun. Tidak tau kalau ada cerita lain di luar,” terangnya kepada zonasultra.id, di rumah duka Kelurahan Sulaa, Kota Baubau, Selasa (10/3/2020).

Pengakuan serupa juga diungkapkan, La Ode Ndiwolo (46), yang merupakan kakak dari istri Serka Amumerta La Ongge. Dia menyaksikan sendiri bagaimana La Ongge bertamu dari rumah – ke rumah untuk sekadar mengenal tetangga.

“Sangat mudah bergaul, paling baik orangnya, taat beragama. Bahkan kabarnya pun ini, entah benar atau tidaknya, dia lagi ambil air wudhu saat tertembak,” katanya.

“Saat pertama kali datang di lingkungan sini (Perumahan Betoambari Permai di Kelurahan Sulaa, Kota Baubau), dari blok satu sampai di bawah (blok terakhir), itu semua dikunjungi satu persatu,” kisah lelaki yang menjabat Babinsa di Koramil 14/16 Maligano, Kabupaten Muna.

La Ode Ndiwolo (kanan)
La Ode Ndiwolo (kanan)

La Ode Ndiwolo sendiri sudah mengenal La Ongge sejak lama. Mereka pernah tugas bersama dan tinggal bertetangga saat masih di Manokwari, Papua, tahun 1999 sampai 2006. Bahkan boleh dikata mereka merupakan sahabat.

Mereka kemudian pisah tugas saat dimutasi. Dari Manokwari La Ode Ndiwolo pindah di Kaimana, lalu ke kampung halamannya di Maligano, Kabupaten Muna. Sedangkan iparnya, La Ongge dari Manokwari, tiga kali berpindah, hingga akhirnya menjabat Babinsa di distrik Jila, Kabupaten Mimika, Papua.

Keluarga Tak Menyangka Akan Dapat Kabar Duka

Kabar duka dari Serka Anumerta La Ongge cukup mengagetkan keluarga. Pasalnya tidak ada berita awal sebelum sang prajurit gugur. Begitu juga pihak keluarga hanya terkulai lemah saat mendapat kabar tersebut.

La Ode Ndiwolo mengisahkan, daerah pedalaman Papua secara umum memang situasi sosial kadang berubah drastis. Sewaktu-waktu dapat berubah 360 derajat. Olehnya itu setiap prajurit diwajibkan untuk selalu waspada.

“Di sana itu, sesungguhnya kalau tidak ada kejadian apa-apa sebetulnya sama saja di Sulawesi Tenggara sini. Tapi ketika terjadi gejolak, pasti terjadi gejolak. Bedanya itu, kalau berkelahi, akan ada yang tewas. Pemicu gejolak tidak begitu beralasan. Mereka (KKB) kalau lihat kami (TNI) langsung spontan melakukan tembakan,” terangnya.

Ndiwolo memang belum pernah merasakan iklim di distrik Jila. Namun bagi TNI yang pernah tugas di pedalaman Papua, setidaknya begitulah gambaran situasinya.

Meski tidak menduga kejadian itu, namun bagi mereka yang punya kedekatan emosional, biasanya dapat tanda akan perginya seseorang ke sang pencipta. Ndiwolo mengaku 4 hari yang lalu, saat sedang memperbaiki rumah Serka Anumerta La Ongge di Kota Baubau, dia hanya menghabiskan waktunya untuk menatap foto teman seprofesinya itu. Saat itu, ia seperti melihat foto iparnya itu pucat pasi.

(Baca Juga : Tangis Keluarga Pecah Saat Jenasah Serka Anumerta La Ongge Tiba di Kediamannya)

“Jadi empat hari yang lalu, tiba-tiba saya merasa ingin lihat fotonya. Bahkan saat itu fotonya itu saya lihat begitu pucat. Hanya pikiran yang tidak-tidak itu dapat saya kontrol, saya berfikir karena kulit almarhum ini juga putih, Jadi saya anggap pucat itu hanya halusinasi saja,” tutur Ndiwolo.

Pengakuan serupa juga diungkapkan La Hina, kakak sulung almarhum. Ia menceritakan, hari di mana sang prajurit dikabarkan tewas, La Hina tiba-tiba mengigil usai salat subuh. Padahal sebelumnya, pria 50 tahun itu tidak merasakan sakit dan tidak ada aktifitasnya yang melelahkan sebelumnya.

Ayah Serka Anumerta La Ongge
Ayah Serka Anumerta La Ongge

“Kemarin pagi, saya sembahyang subuh, kenapa tiba-tiba langsung mengigil, kira-kira jam setengah 5. Mungkin itu sudah terjadi, pas juga itu almarhum menurut informasi jam 5 mau ambil air wudhu,” La Hina mengisahkan.

Ia mengaku hanya dapat meneteskan air mata saat mendengar kabar adiknya telah gugur. Dia menerima informasi itu siang hari pukul 11.00 WITA dari adiknya, La Ngkaali.

“Saya dengar ademu katanya sudah meninggal. Ditembak kepalanya. Akhirnya saya lepas hp itu. Saya tidak tau mau buat apa. Saya cuma lemas,” begitu cerita Langkaali sambil menirukan kata-kata dari orang yang mengabari lewat panggilan telepon dari Jila, Mimika, Papua.

La Ngkaali mendapat kabar itu saat berada di kebun. Dia bahkan tiak dapat melangkah sekadar untuk pulang memberi kabar kepada keluarga. Kemudian dia mengabarkan kabar duka itu kepada kakak pertamanya sembari meringis dan berlinang air mata.

Ada yang Gugur, Ada yang Ditinggalkan

Jasa Serka Anumerta La Ongge akan dikenang karena telah gugur di medan perang. Namun di balik itu, ada tangis dari mereka yang ditinggalkan. Keluarga, anak dan istri paling merasakan kehilangan.

Tahun 1999, pertama kali La Ongge berdinas di Manokwari. Dia menemukan cinta sejatinya di rumah sahabatnya, La Ode Ndiwolo saat bertugas di Manokowari. Kisah cinta antara Serka Anumerta La Ongge dan istri tercinta, Wa Ode Nurmiati merupakan asmara anak rantau.

“Ketemu di Manokwari. Sama-sama di perantauan. Kan ini adik saya ikut saya. Kemudian almarhum juga teman saya, setelah beberapa tahun tugas, mereka menikah,” ujar Ndiwolo.

La Ongge adalah angkatan 1999 di Manokwari. La Ode Ndiwolo merupakan senior satu tingkatan dari La Ongge. Selain itu mereka berasal dari Kabupaten Muna, bahasa yang sama mengakrabkan kedua prajurit itu.

Pernikahan La Ongge dan Wa Ode Nurmiati dianugerahi tiga orang putra. Anak pertama duduk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Pertama, anak ke dua kelas 6 Sekolah Dasar dan si bungsu belum sekolah.

Bersyukur La Ongge dan Wa Ode Nurmiati telah membeli rumah di Baubau tiga tahun yang lalu. Keluarga kecil sang prajurit itu baru tiga bulan tinggal di sana, saat cuti kerja. Rencananya rumah itulah yang akan ditempati istri dan anak-anak packa ditinggal pergi almarhum.

Sang istri sendiri memilih jenasah suaminya dimakamkan di taman makam pahlawan di Kota Baubau ketimbang tanah kelahirannya. Pasalnya kata Ndiwolo, agar dia dan anak-anak mudah berziarah. (SF/a)

 


Kontributor : Risno Mawandili
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini