Daya Beli Petani Sultra Belum Membaik

Kepala BPS Sultra, Adi Nugroho menjelaskan, NTP Sultra mengalami penurunan pada Maret ini disebabkan empat subsektor yang membangun NTP tersebut mengalami penurunan, yaitu subsektor holtikultura turu

Kepala BPS Sultra, Adi Nugroho menjelaskan, NTP Sultra mengalami penurunan pada Maret ini disebabkan empat subsektor yang membangun NTP tersebut mengalami penurunan, yaitu subsektor holtikultura turun sebesar 1,60 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 2,52 persen, peternakan sebesar 0,16 persen dan subsektor perikanan sebesar 1,33 persen.
 
“NTP subsektor holtikultura mengalami penurunan karena indeks harga yang diterima petani juga mengalami penurunan akibat turunnya indeks harga beberapa subkelompok seperti sayur-sayuran dan tanaman obat serta pengaruh turunnya beberapa komoditas seperti rambutan, bawang merah, tomat, cabai merah, cabai rawit, jahe, nanas, pisang dan terung panjang,” jelas Adi Nugroho di kantor BPS Sultra Jl Boulevard Kendari, Rabu (1/4/2015).
 
Begitu juga turunnya subsektor tanaman perkebunan rakyat yang dipicu oleh turunnya indeks harga yang diterima petani sebagai dampak dari turunnya beberapa komoditas barang seperti buah cengkeh, aren dan kakao.
 
Tak berbeda jauh dengan kedua subsektor di atas, NTP peternakan Sultra jug mengalami penurunan akibat naiknya beberapa komoditas seperti telur itik, telur ayam buras dan sapi potong.
 
Secara nasional 19 provinsi di Indonesia mengalami kenaikan indeks NTP dan 14 provinsi lainnya tercatat mengalami penurunan. Kenaikan tertinggi tercatat di Bangka Belitung sebesar 1,28 persen sedangkan penurunan terbesar tercatat di Jawa Timur sebesar 1,75 persen.
 
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani. Artinya, semakin tinggi NTP maka semakin kuat pula tingkat daya beli petani. (Jumriati)