ZONASULTRA.COM, KENDARI – Seorang ibu lima anak di Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) bernama Cahaya (bukan nama sebenarnya) menjalin hubungan terlarang dengan Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Mowewe Iptu BT. Hubungan keduanya hingga menghasilkan seorang bayi perempuan yang kini berusia 4 bulan.
Perselingkuhan itu bermula saat pertemuan keduanya dalam perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) 17 April 2019. Sang kapolsek kala itu melakukan pengamanan jalannya pemungutan suara, sementara Cahaya yang berusia 34 tahun bersuamikan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) ini menjadi petugas di salah satu lembaga penyelenggara pemilu.
Ketika itu perkenalan dimulai. Keduanya saling mengetahui masing-masing sudah berkeluarga. Namun, hal itu tak dipedulikan, hubungan pacaran pun menjadi titik awal hubungan gelap terjadi dan pengkhianatan terhadap pasangan sah dilakukan.
Hubungan terlarang itu juga, menjadi pemicu keretakan rumah tangga Cahaya dengan suaminya. Dia mulai mencari-cari persoalan agar hubungan dengan suaminya tidak rukun, bahkan ketika itu, Cahaya meninggalkan rumah.
“Karena saya sudah tinggalkan rumah, saya cari gara-gara mi sebelum hamil. Suamiku heran kenapa tiba-tiba saya tinggalkan rumah. Saya juga tinggalkan rumah karena takut ketahuan, otomatis dia tahu kalau saya hamil pas (di luar) tinggalkan rumah,” ucap Cahaya saat ditemui di Mapolda Sultra, Rabu, (13/5/2020).
Setelah hamil, usia kandungan menginjak sekitar 7 bulan, Iptu BT meminta Cahaya agar menceraikan sang suami sahnya secara resmi di Pengadilan Agama. Cahaya mengaku Iptu BT telah mengiming-imingi akan menikahi secara sirih dan tak akan menyia-nyiakan ibu lima anak itu.
Kesepakatan bersama pihak keluarga aparat berseragam cokelat itu pun terjadi. Tanpa pikir panjang, Cahaya menyambangi kantor Pengadilan Agama untuk menggugat cerai suaminya pada November 2019. Sang suami kaget bukan kepalang. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba sang istri minta cerai.
Proses sidang pun digelar dengan kondisi perut yang disembunyikan dengan memakai baju gamis besar. Hakim pengadilan belum menjatuhkan palu sidang, anak itupun lahir pada awal Januari 2020. Proses kelahiran anak dari hubungan gelap itu dipercepat.
“Seharusnya saya melahirkan di pertengahan Januari, tapi karena keadaan terdesak saya ke dokter diberi perangsang agar anak itu cepat lahir. Anak itu saya lahirkan secara sembunyi-sembunyi,” kata wanita berjilbab ini.
Sebulan kemudian, akta perceraian dikeluarkan oleh Pengadilan Agama. Namun kata Cahaya, ternyata janji tinggal janji, sang kapolsek muda lari dari tanggung jawab. Polisi berpangkat dua balak itu sudah tak bisa dihubungi, hingga akhirnya komunikasi tak terjalin lagi.
“Jadi begitu ada akta cerai, kita hubungi, sudah tidak bisa lagi dihubungi. Terpaksa saya ambil kesimpulan untuk melaporkan kasus itu ke Propam Polda Sultra,” tandas ibu ini sambil menggendong anaknya.
*Kapolsek Tak Dipecat dari Kepolisian
Sidang Kode Etik Profesi Polri (KKEP) digelar pertama kali, pada Senin (11/5/2020). Sebelum menjalani sidang, Iptu BT dicopot sebagai Kapolsek Mowewe dan dipindahkan ke bidang Pelayanan Markas (Yanma) Polda Sultra.
Sidang secara tertutup digelar. Keduanya diperiksa di ruang sidang secara bergiliran. Puncaknya, Rabu (13/5/2020), sidang putusan digelar pukul 10.00 Wita. Cahaya menyambangi Polda Sultra dengan menggendong bayi perempuan hasil hubungan dengan Iptu BT.
Cahaya juga ditemani oleh pihak keluarga, lembaga Aliansi Perempuan (Alpen) dan beberapa orang kerabat. Sidang pun dimulai, namun dia mengaku tak dihadirkan dalam ruang sidang ketika pembacaan putusan. Dia digiring ke sebuah ruangan dengan dalih mediasi.
“Saya tidak puas dengan putusan penundaan pangkat, masalahnya saya sudah korbankan rumah tangga karena janji-janjinya, kalau saya tahu dulu seperti begini, walaupun berbuat saya tidak mau buka meja (cerai),” sesal Cahaya.
Kabar putusan penundaan pangkat itu turut dibenarkan oleh Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sultra AKBP Ferry Walintukan. Selain dikenai sanksi etik, Iptu BT juga dijatuhi hukuman secara administrasi berupa pemindahan tugas ke fungsi yang berbeda dan mendapatkan penurunan jabatan yang lebih rendah (demosi) sekurang-kurangnya selama empat tahun.
Ferry menjelaskan, sanksi itu sudah sesuai dengan perbuatan pelaku tanpa dilakukan pemecatan karena sesuai dengan pertimbangan para hakim yang mengadili terlapor.
Selain itu, terlapor juga mengakui perbuatanya. Sementara untuk status anak yang diduga hasil hubungan gelap dengan wanita itu, terlapor masih menunggu hasil tes DNA. Jika hasilnya keluar maka BT wajib menafkahi anak dan wanita itu.
“Kalau tidak, kemungkinan akan dikenakan sanksi lainnya karena menelantarkan pelapor dengan anak itu,” beber AKBP Ferry Walintukan saat ditemui di Mapolda Sultra.
*Korban Bakal Lakukan Tes DNA
Meski sudah mendapat keputusan dari sidang KKEP Bidang Propam Polda Sultra, Cahaya diminta oleh Iptu BT untuk melakukan tes DNA terhadap anak itu. Hasil tes DNA itu bakal dipakai sebagai dasar ke proses hukum selanjutnya.
Selain itu, hasil tes DNA nanti, akan dijadikan sebagai dasar pertanggungjawaban IPTU BT agar anak biologisnya itu memiliki ayah yang jelas dan bakal dinafkahi jika hasilnya memang benar anak itu hasil hubungan mereka.
“Kalau tes DNA itu hasilnya positif, kapolsek harus memenuhi permintaan saya yang ada di BAP, pertama menikahi dengan izin istri. Kedua, siap nikah cerai tapi anak diasuh saya dan dia yang menafkahi anak ini. Permintaan saya sebanyak Rp200 juta,” tegasnya.
Katanya, Iptu BT yang bakal memfasilitasi tes DNA tersebut. Dia yakin bahwa anak itu buah cinta dari hubungan mereka.
“Insyaallah 100 persen saya yakin anak kami berdua, saya tidak akan berani maju ke ranah hukum kalau saya tidak yakin,” katanya.
“Kalau dia tidak ikuti permintaanku yang ada di BAP, bisa saya laporkan kembali untuk proses pidananya,” tukas dia. (SF)