Covid-19 Menggoyahkan Sayap Penerbangan Indonesia

Zulfikar Halim Lumintang
Zulfikar Halim Lumintang

Transportasi udara dikenal sebagai alat transportasi yang waktu tempuhnya paling cepat diantara yang lain. Namun, seiring dengan jaminan waktu tempuh tercepat tersebut. Konsekuensinya adalah biaya tiket yang tinggi.

Pemanfaatan transportasi udara di Indonesia sangatlah penting. Apalagi untuk perjalanan jarak jauh. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan negara yang luas, dan terdiri dari banyak pulau, hampir 17.500 pulau. Ketika yang dibutuhkan adalah efisiennya waktu perjalanan, maka transportasi udara jadi solusi.

Namun, saat ini dunia sedang dilanda wabah Covid-19. Tentu saja yang namanya wabah virus, harus diminimalisir penyebarannya. Selama belum ditemukan vaksinnya. Salah satu cara meminimalisir penyebarannya adalah dengan menghentikan sementara waktu perjalanan dalam maupun luar negeri. Tetap di rumah lebih baik. Oleh karena itu, kelesuan sektor transportasi, khususnya transportasi udara sepertinya tidak terelakkan lagi.

Evaluasi Bank Indonesia

Kontribusi subsektor transportasi udara terhadap PDB sebesar 1,21%. Angka tersebut turun dari triwulan IV 2019 yang mencapai 1,62%. Selain mengalami secara kontribusi, PDB subsektor transportasi udara pada triwulan I 2020 juga berkurang secara nilai. Dimana pada triwulan IV 2019 mencapai Rp 65.080,50 miliar. Kemudian pada triwulan I 2020 nilainya hanya mencapai Rp 47.445,80.

Efek lebih dalam lagi, turunnya kontribusi PDB subsektor transportasi udara, berimbas pada turunnya kontribusi sektor transportasi dan pergudangan. Dimana pada triwulan IV 2019 hanya mencapai 5,17%. Sedangkan pada triwulan I 2020 mencapai 5,63%. Dimana secara nilai mencapai Rp 226.174,20 miliar pada triwulan IV 2019. Dan pada triwulan I 2020 hanya mencapai Rp 202.820,40 miliar.

Hasil evaluasi Bank Indonesia pada triwulan I 2020 menunjukkan bahwa kegiatan usaha sektor transportasi mengalami kontraksi atau penurunan. Hal tersebut ditunjukkan oleh Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sektor transportasi yang menyentuh angka -0,57%. Angka tersebut lebih rendah dari triwulan IV 2019 yang terakselerasi dengan SBT0,78%.

Sejalan dengan kegiatan usaha yang menurun, realisasi penggunaan tenaga kerja sektor transportasi juga mengalami hal yang sama. Ditandai dengan SBT yang mengalami kontraksi, mencapai angka -0,06%. Realisasi tenaga kerja tersebut berbeda jauh dengan triwulan IV 2019, yang mengalami akselerasi di angka 0,13%.

Fakta Penumpang

Badan Pusat Statistik mencatat keberangkatan penumpang domestik pada lima bandara utama di Indonesia. Yaitu Polonia, Soekarno Hatta, Juanda, Ngurah Rai, Hasanuddin. Hasilnya, jumlah penumpang domestik yang berangkat dari lima bandara tersebut selama bulan Maret 2020 mengalami penurunan dibandingkan bulan Februari 2020.

Dimana pada Februari 2020 jumlah penumpang domestik yang berangkat mencapai
2.882.297 penumpang. Kemudian pada Maret 2020 turun 21% dari Februari 2020. Hingga jumlahnya hanya mencapai 2.277.010 penumpang pada Maret 2020.

Dari kelima bandara utama tersebut, jelas bandara Soekarno-Hatta menjadi bandara paling sibuk dengan 1.211.503 keberangkatan penumpang domestik pada Maret 2020. Kemudian bandara yang paling tajam penurunan jumlah keberangkatan penumpang domestik dari Februari 2020 adalah bandara Ngurah Rai dengan persentase mencapai 26,93%.

Selain penerbangan domestik, pemanfaatan transportasi udara di Indonesia juga mencakup penerbangan Internasional. Dan ini tidak kalah penting bagi kebutuhan masyarakat dan negara. Seperti kebutuhan kerja di luar negeri. Karena secara tidak langsung, masyarakat kita yang kerja di luar negeri akan menambah devisa bagi negara.

Sejalan dengan jumlah keberangkatan penumpang domestik. Jumlah keberangkatan penumpang internasional juga mengalami penurunan pada Maret 2020. Namun, penurunan jumlah keberangkatan penumpang internasional lebih tajam dari penumpang domestik. Hingga mencapai 49,32%.

Lebih dalam lagi, dari empat bandara utama yang memiliki keberangkatan internasional, bandara Juanda menjadi paling drastis. Hampir mencapai 70%, tepatnya di angka 68,87%. Sedangkan bandara Ngurah Rai menjadi paling rendah penurunannya yaitu mencapai 35,63%. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa Bali merupakan tujuan utama bagi wisatawan asing yang ingin berlibur ke Indonesia.

Dengan melihat penurunan jumlah keberangkatan penumpang internasional di bandara Ngurah Rai. Bisa dikatakan bahwa masih banyak wisatawan yang memilih untuk tinggal di Bali selama pandemi Covid-19. Demi memutus mata rantai penyebaran virus di bandara.

Saran Kebijakan

Ketika terjadi pandemi, yang paling utama adalah menjaga kesehatan sebaik mungkin. Agar tidak ikut-ikutan sakit sehingga menambah beban para petugas medis. Oleh karena itu, menjaga pola hidup bersih dan sehat tetap menjadi kebijakan yang paling utama untuk dilaksanakan.

Pola hidup bersih dan sehat di bandara bisa dimulai dengan tetap menjaga jarak di ruang tunggu, menggunakan masker dan sarung tangan, kemudian juga rajin mencuci tangan. Saat di dalam pesawat pun juga harus menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan. Pihak maskapai penerbangan pun diharapkan selalu mengecek status kesehatan calon penumpang mereka sebelum memasukipesawat.

Pengukuran suhu tubuh dan swab test menjadi kartu AS penumpang sebelum melenggang terbang ke tempat tujuan. Meskipun repot, kita harus sama-sama konsekuen untuk tetap melaksanakannya. Ya, demi kebaikan dan kesehatan bersama.

Kemudian, menilik hasil evaluasi BI mengenai realisasi pemanfaatan tenaga kerja yang menurun pada sektor transportasi, nampaknya kasus PHK bagi tenaga kerja outsourcing juga terjadi selama pandemi. Maskapai penerbangan tentu akan memilih untuk mem-PHK karyawannya, daripada menanggung biaya gaji mereka, disaat lesu pemasukkan.

Maka kebijakan yang perlu dipikirkan berikutnya adalah kebijakan perlindungan terhadap hak tenaga kerja outsourcing. Tenaga kerja outsourcing setidaknya diberikan pesangon yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka dan keluarga selama beberapa bulan ke depan. Mereka tentu tidak mudah untuk menemukan pekerjaan pengganti ditengah pandemi.

Ketika pihak maskapai kesulitan memenuhi, maka koordinasi dengan pemerintah pusat harus diperkuat. Misalnya dengan memastikan nama pegawai yang mereka PHK akan mendapatkan bantuan dari pemerintah. Baik itu berupa kebutuhan pokok maupun kartu prakerja.

Semoga pandemi Covid-19 segera berakhir.

 


Oleh : Zulfikar Halim Lumintang, SST
Penulis merupakan Statistisi Ahli Pertama BPS, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini