Menelusuri Keindahan dan Mitos Gua Waburi di Busel

Menelusuri Keindahan dan Mitos Gua Waburi di Busel
Lukisan - Di tebing pantai Desa Gaya Baru, Buton Selatan, Sultra terdapat gua cerukan, yang memiliki lukisan purbakala dan tulang-belulang manusia di sana. Tempat ini dikenal dengan nama Waburi, Sabtu (11/7/2020). (Risno Mawandili/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, BATAUGA – Bukti sejarah peradaban manusia dahulu di Pulau Buton begitu banyak dijadikan sebagai pusat wisata. Tak terkecuali Gua Waburi yang berada di Desa Gaya Baru, Kecamatan Lapandewa, Kabupaten Buton Selatan (Busel), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Awak zonasultra berkesempatan mengunjungi gua dengan panjang sekitar ratusan meter itu pada tanggal 11 Juli 2020 kemarin. Tempat yang dulu dikenal angker tapi kini mulai ramai dengan aktivitas nelayan sekitar. Warga lokal mengenalnya dengan sebutan Waburi.

Menjadi bukti peradaban karena pada dinding gua terdapat coretan-coretan kuno dan disebut angker karena dalam gua terdapat tengkorak manusia dan berbagai cerita mistis yang mengisahkan.

Tempat ini berada kurang lebih satu kilo meter dari pemukiman warga. Orang yang ingin berkunjung dapat menempuh jalur laut dengan perahu mesin dan jalur darat menggunakan sepeda motor. Dengan perahu mesin pengunjung langsung sampai tepat di Waburi, sementara menggunakan sepeda motor pengunjung mesti berjalan kaki lagi menelusuri bukit sejauh 300 meter untuk sampai.

Saat berkunjung kesana tim zonasultra ditemani sejumlah warga lokal yang bermukim di Desa Gaya Baru dan satu tokoh adat yang menjadi juru penerang.

Untuk melihat tulang tengkorak dan coretan-coretan di Gua Waburi harus memanjat tebing setinggi kurang lebih 6 hingga 10 meter. Gua terletak di pertengahan antara puncak dan dasar tebing. Saat memanjat pastikan alat keselamatan telah tersedia.

 

Menelusuri Keindahan dan Mitos Gua Waburi di Busel
Lukisan di tebing pantai Waburi menggambarkan sehelai daun kelapa, atau tumbuhan paku yang sering dibuat layanganan. Coretan ini disebut telah berumur ratusan tahun oleh warga setempat.

Nuansa mistis mulai terasa saat melihat tulang tengkorak manusia di dalam gua. Tulang itu telah diperkirakan berusia ratusan tahun. Sebagian sudah menjadi abu, namun beberapa tulang paha dan tulang lengan masih utuh. Di antaranya pun ada kulit kerang yang sebagian tinggal pecahan.

Tak hanya itu coretan berwanah merah menyerupai gambar daun kelapa dan tumbuhan paku yang sering digunakan untuk membuat layangan. Goresan lain terlihat menggambarkan lima garis horizontal. Ada juga menyerupai telapak tangan manusia.

Hampir setiap gua ceruk di sana terisi tulang belulang dan terdapat lukisan serupa. Setidaknya ada tiga ceruk yang diamati hari itu. Tulang tengkorak manusia dan coretan seakan menjadi bukti bahwa ratusan tahun silam manusia telah bermukim di sana.

Menelusuri Keindahan dan Mitos Gua Waburi di Busel
Dalam gua cerukan pada tebing pantai Waburi juga terdapat tulang belulang manusia. Disebut-sebut umurnya bahkan melebihi usia lukisan yang ada di sana.

Menurut La Danco (60), salah seorang tokoh adat desa menyebutkan wilayah Waburi berani untuk didatangi manusia sekitar tahun 70-an. Saat itu, Waburi awalnya merupakan hutan belantara dijadikan kebun oleh warga Desa Burangasi, Kecamatan Lapandewa yang kemudian kini sebagian warganya telah tinggal dan menetap di Desa Gaya Baru yang belum lama menjadi pemukiman warga.

“Sudah dari dulu masyarakat Desa Burangasi beraktivitas menangkap ikan di sini. Hanya kita tidak berani sampai berlama-lama seorang diri di tempat ini karena angker,” kata La Danco.

La Danco mengaku, pertama kali melihat coretan dan tulang dalam gua ceruk di Waburi saat dirinya muda dulu. Ia memberanikan diri memanjat tebing itu setelah banyak teman sebayanya melakukan hal serupa.

Untuk membuktikan usia lukisan dan tulang dalam gua itu butuh penelitian. Sudah ada beberapa peneliti yang datang untuk mencari tahu hal tersebut.

Cerita Rakyat tentang Waburi

Menelusuri Keindahan dan Mitos Gua Waburi di Busel

Waburi bersal dari nama seorang perempuan. Konon dia merupakan penguasa di tempat itu. Karena sosoknya tiba-tiba menghilang tanpa jejak di sana, kemudian namanya pun diabadikan di pantai itu.

Ada pula cerita bahwa kata Waburi bersal dari bahasa etnis Ciacia. Dari suku kata ‘buri’ yang berati tulisan atau coretan. Masyarakat Desa Gaya Baru, Desa Burangasi, dan atau Desa Lapandewa mayoritas etnis Ciacia.

“Tapi kata Waburi itu sudah ada jauh sebelum masyarakat mengenal tulisan. Sebelum kami Masyarakat Burangasi ini mengenal kata buri itu sendiri,” ucap La Danco.

Melanjutkan ceritanya, ia menyebutkan pernah ada beberapa orang yang dikenal sakti juga menghilang tanpa jejak di sana. Tak ada yang tahu mengapa mereka menghilang, diduga mereka diculik oleh penguasa di Gua Waburi.

Akibat dari cerita rakyat tersebut, warga sekitar takut untuk melakukan aktivitas di sekitar Gua Waburi dan ini telah menjadi cerita lisan turun-temurun yang dipercaya kebenarannya oleh warga lokal (mitos).

Dulu katanya, ada warga yang beraktivitas di Waburi, namun saat pulang dia memetik setangkai bunga yang tumbuh di sana. Sesampainya di rumah orang itu telah ditunggui burung ‘Kukuhuti’. Hewan malam yang diyakin merupakan tunggangan mahluk halus.

“Burung itu pergi setelah orang tua di desa mengatakan akan menggembalikan barang yang telah diambil dari tempat itu,” ujarnya.

Cerita lain juga pernah dialami La Danco. Kala itu menunjukan waktu dini hari, dirinya sedang beristirahat sambil membakar ikan di bawah tebing pantai Waburi. Tiba-tiba ia dikagetkan oleh kerikil pantai yang jatuh tepat punggungnya.

Awalnya dia tak menghiraukan karena pikirannya benda itu jatuh dari tebing. Dua kali kerikil itu mengeni bahunya responnya tetap datar. Hingga kali ketiga kerikil itu jatuh di tempat yang sama, ahirnya La Danco memandang ke atas.

Ternyata ia melihat penampakan dua kaki besar berpijak di puncak tebing. La Danco dengan kaget segera melarikan diri menuju perkampungan. Hanya saja dirinya tak ingat waktu pastinya peristiwa itu.

“Saya tidak pernah takut dengan hal-hal mengenai cerita adanya yang seperti (hantu) itu. Tapi karena malam itu saya lihat dua kaki besar itu, saya kaget. Karena kejadian itu saya sakit (demam). Setelah itu saya tidak mau lagi tinggal sampai malam hari di tempat ini,” katanya.

Menyimpan Pesona Alam

Menelusuri Keindahan dan Mitos Gua Waburi di Busel
Tebing pantai Waburi membentang bak dinding alam pelindung daratan. Tempat ini telah menjadi tambatan perahu nelayan warga lokal.

Tak hanya soal cerita mistis, nampaknya kawasan Gua Waburi ini menyimpan pesona alam yang begitu indah. Ketika berkunjung Anda dapat menyaksikan hamparan tebing pantai yang menjulang tinggi menyerupai benteng melindungi daratan dari hantaman gelombang laut kala angin muson barat datang.

Di Waburi air laut terlihat sangat jernih. Tebing yang mengalami abrasi karena hantaman gelombang menjadi spot menarik untuk menghirup udara segar. Tempat ini benar-benar jauh dari kebisingan perkotaan.

Aktivitas nelayan menjadi pemandangan tersendiri sembari menunggu matahari terbenam. Ada yang pulang dari melaut ada pula yang memperbaiki kapal long boat yang digunakan untuk menangkap ikan.

Waburi dianggap angker bagi warga lokal. Di tempat itu dahulu jarang orang berkunjung, bahkan siang hari. Warga tak betah berlama-lama di sana karena sering merasa diganngu oleh mahluk halus.

“Kalau dulu biar siang hari begini tidak ada yang berani duduk melamun di sini. Kalau sendirian kadang diganngu oleh mahluk halus,” imbuhnya.

Laut di sana juga masih terjaga. Tempat itu pun menjadi faforit wisatawan jika ingin menangkap ikan dengan cara memanah atau pun memancing. Sekirtar 100 meter berjalan di pesisir pantai itu menuju Desa Gaya Baru, ada pantai yang kini tengah didesain menjadi tempat wisata bahari oleh pemerintah setempat.

Ada hal menarik lain yang menjadi kepercayaan masyarakat setempat bhawa warganya tidak boleh merasa memiliki hak atas tanah di daratan itu, apa lagi sampai menjualnya.

Konon pendek umur orang tersebut jika hal itu dilakukan. Pria tua yang seolah tak letih mendaki bukit bersama tim zonasultra juga menceritakan soal budaya tua penyembelian anak perempuan yang diperingati tiap tahunnya, walau kini diperingati sekedar seremonial saja. (*)

 


Kontributor: Risno Mawandili
Editor: Ilham Surahmin

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini