Kemiskinan dan Pukulan Telak Covid-19

La Lemanjaya
La Lemanjaya

Dampak pandemicovid-19 menyentuh hampir semua sendi kehidupan. Guncangan paling besar selain dirasakan pelaku ekonomi, juga mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. Berbagai kalangan memprediksi bertambahnya jumlah penduduk miskin, akibat penurunan pendapatan. Sebagian lainnya kaget, karena dampak covid-19 terhadap penurunan pendapatan rumah tangga lebih cepat dari yang diprediksi sebelumnya.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah menargetkan angka kemiskinan turun hingga kisaran 7 persen di akhir 2024. Walapun banyak pihak menilai target ini cukup ambisius, tetapi pemerintah optimis mampu mencapainya. Namun, yang kurang diperhitungkan adalah banyaknya penduduk yang berada pada posisi hampir miskin atau rentan miskin. Kelompok penduduk ini jika mengalami sedikit gonjangan atau shock ekonomi langsung masuk kelompok miskin.

Selama ini, tantangan terberat dalam upaya menurunkan angka kemiskinan adalah fluktuasi harga kebutuhan pokok. Jika harga barang pokok naik, maka dapat dipastikan jumlah penduduk miskin juga akan bertambah.Dalam beberapa tahun terakhir, langkah Pemerintah dalam menjaga stabilitas harga barang di pasaran terbukti berhasil. Daya beli masyarakat dapat terjaga, selanjutnya angka kemiskinan juga dapat terus ditekan.

Namun, goncangan ekonomi akibat Corona ini lebih berat dari yang diperkirakan. Bayangkan saja, dampaknya begitu cepat memukul pola konsumsi penduduk di hampir semua wilayah negeri ini. Tak menunggu waktu lama sejak kasus Covid-19 pertama kali ditemukan, angka kemiskinan langsung melonjak. Bagaimana dengan bulan-bulan kedepan ketika pandemi ini memasuki puncak penyebarannya.

Badan Pusat Statistik merilis angka kemiskinan per Maret 2020 meningkat menjadi 9,78 persen dari sebelumnya 9,22 persen. Hanya butuh waktu singkat, jumlah penduduk miskin bertambah 1,63 juta orang. Angka ini hampir sama dengan perolehan singkat kemiskinan pada periode maret 2018. Ini artinya kinerja pengentasan kemiskinan bangsa ini mundur 2 tahun kebelakang.

Dampak Coviddiduga tidak hanya besar dan meluas, tetapi perlu waktu lama guna pemulihannya. Berbagai proyeksi dan skenario telah disusun oleh berbagai institusi. Bappenas memprediksi akan ada penambahan 3,63 juta penduduk miskin di Indonesia jika tidak intervensi secara ketat. The Smeru institute bahkan memproyeksikan jumlah penduduk miskinakan bertambah sebesar 8,4 juta orang jika ekonomi nasional hanya tumbuh 1 %. Ini artinya kita kembali ke kondisi 2008, 12 tahun yang lalu. Maka sia-sialah yang susah payah dibangun oleh pemerintah sejak zaman presiden Yudhoyono hingga Jokowi. Luluh lantah dalam hitungan tahun, bahkan bilangan bulan.

Pekerja harian paling terdampak

Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tenggara pada Maret 2020 naik 1,85 ribu orang, walaupuan secara persentase menurun dibandingkan periode sebelumnya. Rilis BPS menyebut bahwa Sultra adalah 1 dari sedikit provinsi di Indonesia yang persentase penduduk miskinnya turun. Bertolak belakang dengan kondisi secara nasional. Sebagian besar provinsi lainnya langsung merespon pandemi ini dengan kenaikan persentase penduduk miskin. Kemiskinan Sulawesi Tenggara turun menjadi 11 persen pada periode Maret 2020.

Bertambahnya penduduk miskin di Sultra hanya terjadi di perkotaan. Sebanyak 4,35 ribu penduduk di perkotaan berubah status dari sebelumnya tidak miskin menjadi miskin. Sementara itu, penduduk miskin di perdesaan berkurang, baik secara jumlah maupun persentase.

Kenaikan cepat angka kemiskinan di perkotaan tentu di luar perkiraan. Survei Susenas sebagai dasar penghitungan angka kemiskinan dilaksanakan pada Bulan Maret. Sementara kasus Covid-19 pertama kali di Sulawesi Tenggara juga baru ditemukan di medio Maret 2020. Saat itu, jumlah kasus covid-19 masih diangka 2 digit. Namun angka kemiskinan sudah melonjak tajam. Bisa dibayangkan kondisi kemiskinan perkotaan saat ini, setelah penemuan kasus covid sudah merata di hampir semua kab kota di Sultra.

Penduduk perkotaan ternyata lebih rentan dalam merespon perubahan cepat kondisi ekonomi dan sosial. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Ekonomi UNDIP, Prof. Arief Anshory Yusuf bahwa mereka yang lebih dulu terdampak adalah yang hidupanya tergantung pada upah harian. Jika sehari saja mereka tidak memperoleh penghasilan, maka pola konsumsinya akan berpengaruh pula.

Sebut saja perubahan proses belajar mengajar yang semula di kelas menjadi belajar mandiri. Ada tukang ojek yang turut terdampak. Jika pada pagi hari sudah mendapatkan penghasilan dari antar jemput siswa, dengan adanya pandemi tentu tidak bisa lagi. Penjual nasi kuning, tukang bakso, dll yang biasanya mangkal di depan sekolahan juga sudah dipastikan tidak mendapat rupiah di hari itu. Bagimana pula dengan dampak dari berhentinya proses perkuliahan di Kampus. Toko fotokopian, rental komputer, penjual nasi uduk, sudah dipastikanakan berkurang omset hariannya.

Dampak serupa juga dirasakan akibat pengurangan jam operasionaltransportasi. Tengok saja buruh pelabuhan, pedagang asongan, termasuk tukang ojek diduga pendapatan hariannya menurun. Dampak lainnya, ada wilayah yang mengalami kekurangan stok bahan pangan. Harga-harga mulai berkejaran naik. Pedagang di pasar juga mengeluh karena yang berbelanja juga semakin berkurang.

Bantuan sosial menjadi penolong

Dampak penurunan ekonomi akibat pandemi tentu tidak bisa dihindari. Yang dapat dilakukan adalah mengurangi dampak atau meminimalisir akibat yang ditimbulkannya.Belajar dari pengalaman goncangan ekonomi yang terjadi sebelumnya, pemerintah saat ini juga memberikan bantuan sosial kepada masyarakat sehingga mampu memenuhi kebutuhan minimumnya. Namun berkaca dari bertambahnya secara cepat penduduk miskin di perkotaan, maka perlu dipikirkan stimulus yang berbeda dengan di perdesaan.

Bantuan sosial tunai diyakini mampu menolong ekonomi masyarakat miskin agar tetap bertahan hidup. Bantuan ini idealnya diberikan secara bulanan, bukan triwulanan agar betul-betul memberikan manfaat sebagai penyangga pendapatan rumah tangga di tengah pandemi.Bantuan dalam bentuk tunai juga dapat memberikan efek pengganda yang lebih besar dibandingkan bantuan non tunai. Keluarga penerima bantuan bisa berbelanja di warung tetangga, sehingga dampaknya lanjutannya bisa lebih terasa.

Pemerintah telah menganggarkan penanganan Covid mencapai 677,2 triliun rupiah. Anggaran sebesar itu rencananya akan ditujukan untuk bidang kesehatan, perlindungan sosial masyarakat, pelaku UMKM, serta insentif dunia usaha. Dari anggaran sebesar itu yang dibagikan dalam bentuk BLT dana desa baru kurang dari 5 triliun rupiah. Relatif kecil dibandingkan sumbangan ke perusahaan plat merah.

Kita berharap bantuan dari pemerintah bisa adil dan tersalurkan kepada mereka yang betul-betul terdampak. Bangsa ini pasti mampu belajar dari pandemi blackdeathyang memakan korban hingga puluhan juta di Eropa pada abad-14. Dampak kebijakan ekonomi saat itu menyebabkan yang kaya makin kaya. ”Janganlah pandemi Covid19 sekarang menyengsarakan kelas bawah dan memperkaya yang kaya”, kata Prof. Hermanto Siregar, Ekonom IPBUniversity.

 


Oleh : La Lemanjaya
Penulis adalah Statistisi BPS Kabupaten Muna

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini